tirto.id - Wakil Sekjen PDIP Ahmad Basarah merespons kemungkinan beralihnya PAN dan Partai Demokrat dalam mendukung pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, sebelumnya dua partai ini bergabung dalam koalisi Prabowo-Sandiaga.
Menurut Basarah, hal itu adalah sesuatu yang biasa dalam kontestasi politik. Bahkan, menurutnya, sikap tersebut tidak bisa dikatakan sebagai pengkhianatan.
"Kalau Partai Demokrat dan PAN tidak bergabung ke koalisi Prabowo seusai pilpres. Itu bukan sesuatu pengkhianatan karena sistemnya koalisi dalam UU hanya saat Pilpres," ujarnya usai menghadiri acara Peringatan 118 Tahun Lahirnya Bung Karno dan Haul Ke-6 Taufiq Kiemas di kantor DPP PA GMNI, Jakarta Pusat, Sabtu (8/6/2019).
Berdasarkan UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kata dia, disebutkan koalisi hanya terbentuk saat pengusungan capres-cawapres, karena ada parpol yang tak memenuhi syarat pengusungan sehingga perlu berkoalisi.
Lebih lanjut, ia menyarankan agar para partai yang tergabung dalam koalisi agar membaur demi membangun bangsa. Sebab, ia khawatir jurang pemisah yang kadung terbentuk selama Pilpres kemarin akan berlanjut.
"Capres-cawapres diusung parpol gabungan sebelum pemilu dimulai. Jadi sebelum itu koalisinya. Setelahnya selesai karena bangsa Indonesia harus membangun. Jangan terjebak polarisasi jadi pembangunan susah jalan," ujarnya.
Ia mencontohkan apa yang terjadi pada Pilpres 2009, ketika PDIP berkoalisi dengan Partai Gerindra yang hanya berlangsung ketika momentum pilpres saja. Kemudian setelah Pilpres, PDIP dan Gerindra berpisah jalan.
"Dulu PDIP kerja sama dengan Gerindra calonkan Prabowo dan Bu Mega. Saat kalah kami enggak bangun oposisi di parlemen, kita jalan sendiri-sendiri. Kita enggak kenal pola oposisi melanjutkan dari Pilpres," pungkasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Alexander Haryanto