tirto.id - Perum Bulog berencana untuk melakukan importasi beras sebanyak 200.000 ton pada Desember ini. Hal ini perlu dilakukan untuk memenuhi jumlah cadangan beras pemerintah (CBP) yang sudah menipis.
Ketua Umum DPP Pemuda Tani HKTI, Rina Sa'adah menyebut, rencana importasi tersebut tentu akan melukai para petani. Dia menilai hal itu akan mempengaruhi harga beras di tingkat petani.
"Petani pasti keberatan oleh karena itu harus ada jalan tengah. Beras yang diimpor maksimal 300 ribu ton dan itu pun jangan sampai beredar di pasaran sebab akan mempengaruhi harga ditingkat petani," kata dia kepada Tirto, Senin (12/12/2022).
Dia meminta agar Bulog harus memastikan beras impor tersimpan di gudang Bulog yang sewaktu-waktu bisa dikeluarkan ketika pemerintah butuhkan. Jangan sampai, kata Rina beras tersebut dikeluarkan atau diedarkan di pasaran.
"Ini soal psikologi pasar," imbuh Rina.
Lebih lanjut Rina mengatakan, saat ini ketersediaan beras di pasaran memang relatif stabil, dan tersedia. Tetapi stok beras Bulog yaitu CBP berada di bawah 300.000 ton. Padahal idealnya 1.2 juta ton.
"Kenapa Bulog tidak bisa menyerap terutama saat panen raya tertinggi bulan Maret April, sebab HPP (harga pokok penjualan) Bulog baik gabah maupun beras lebih rendah dibandingkan harga pembelian swasta," jelasnya.
Menurutnya penentuan HPP ini bukan di Bulog, tapi dirakoortas yang dipimpin langsung oleh Presiden leading K/L Kemendag dan Bapanas. Karena Bulog hanya diberikan penugasan kepada pemerintah.
"Jadi responsif kebijakan menjadi sangat krusial atas fenomena pasar. Teori elastisitas harga," katanya.
Sebelumnya, Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi memastikan, beras ini tidak akan mengganggu beras petani. Karena hanya digunakan untuk kegiatan pengendalian harga dan pemenuhan pangan di tengah kondisi darurat atau bencana melalui Perum Bulog.
“Kita pastikan betul beras komersial ini tidak akan mengganggu beras dalam negeri produksi petani. Pemerintah berpihak penuh kepada para petani lokal, sehingga keberadaan cadangan ini akan dijaga agar tidak merusak harga beras petani," jelasnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin