Menuju konten utama

Rekonsiliasi Tidak Harus Sejalan, Rakyat Inginkan Oposisi

Oposisi adalah kekuatan penyeimbang secara politik yang setidaknya bisa menjadi teman masyarakat untuk menyampaikan aspirasi.

Rekonsiliasi Tidak Harus Sejalan, Rakyat Inginkan Oposisi
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kiri) menerima Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kanan) di kediaman Jalan Teuku Umar, Jakarta, Rabu (24/7/2019). tirto.id/Bayu Septianto

tirto.id - Masyarakat mengharapkan kehadiran kekuatan oposisi sebagai penyeimbang pemerintahan ke depan. Hal ini tergambar dalam laporan anyar Survei Nasional Kawula17 yang memotret penilaian kinerja pemerintah kuartal ketiga (Q3) 2024. Hasilnya, sebanyak 53 persen dari 425 responden menganggap penting kehadiran kekuatan parpol oposisi.

Hanya 13 persen masyarakat yang merasa tidak membutuhkan kehadiran oposisi. Sisanya, sebanyak 34 persen responden memilih bersikap netral. Survei Kawula17 juga menunjukkan bahwa masyarakat kota lebih banyak merasa partai oposisi penting (59%) jika dibandingkan masyarakat di desa (46%).

Survei dilakukan pada 19-23 September 2024 menggunakan metode Computer-Assisted Self Interviewing (CASI) atau survei daring dan menjaring responden berusia 17 sampai 44 tahun. Survei Kawula17 turut menemukan sebanyak 41 persen responden mendukung aksi turun ke jalan (demo) untuk mendorong suatu permasalahan tertentu direspons lebih cepat oleh pemerintah atau DPR.

Sementara itu, ada 24 persen responden yang beranggapan aksi turun ke jalan atau demonstrasi sebaiknya dihindari karena berpotensi menjadi kacau sebab mengganggu lalu lintas hingga berpotensi memicu kekerasan antara pendemo dan aparat. Adapun 35 persen responden bersikap netral terhadap aksi demonstrasi.

Besarnya masyarakat yang menilai pentingnya kehadiran oposisi dalam pemerintahan dan dukungan terhadap aksi turun ke jalan, mencerminkan keinginan kuat adanya mekanisme pengawasan dan keseimbangan dalam sistem politik pada pemerintahan ke depan.

Temuan survei Kawula17 menemukan relevansinya dengan konstelasi politik hari ini. Jelang pelantikan presiden-wakil presiden terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, diskursus mengenai urgensi kehadiran parpol oposisi kian menghangat.

Pasalnya, hingga saat ini, sudah ada 7 dari 8 parpol di DPR periode 2024-2029 menyatakan dukungan terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran. Hanya PDIP yang belum menentukan sikap di pemerintahan ke depan. Namun, kabar terkait rencana pertemuan antara Prabowo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, belakangan semakin menguat.

Analis Sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, memandang pertemuan Prabowo dan Megawati kemungkinan besar akan diikuti pernyataan sikap PDIP pada pemerintahan mendatang. Namun, Musfi berpendapat sinyal pertemuan keduanya cenderung memberikan sinyal soal kemungkinan PDIP bergabung ke pemerintah.

Alasannya, Megawati merupakan sosok yang punya andil besar dalam karir politik Prabowo. Sementara Prabowo, kata Musfi, tipikal politisi yang menghargai perjuangan seseorang.

“Saya kira berat membayangkan Megawati dibiarkan berada di luar pemerintahan,” kata Musfi kepada reporter Tirto, Jumat (4/10/2024).

Terlebih, terpilihnya Puan Maharani sebagai Ketua DPR untuk kedua kalinya menjadi sinyal hangatnya hubungan antara PDIP dengan Prabowo. Menurut Musfi, sinyalemen dan gestur politik Puan belakangan ini juga cenderung positif terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran.

Meski hubungan PDIP dengan keluarga presiden Joko Widodo (Jokowi) merenggang, tidak akan berpengaruh terhadap hubungan mereka dengan Prabowo. Musfi menduga pertemuan Prabowo dan Megawati sebetulnya sudah menghasilkan kesepakatan sebelum persamuhan dua tokoh itu diperlihatkan ke publik.

“Pemerintah ke depan adalah pemerintahan Prabowo, bukan lagi pemerintahan Jokowi,” ujar Musfi.

PDI Perjuangan umumkan bakal Cakada

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (tengah) berfoto dengan enam pasang bakal calon gubernur dan bakal calon wakil gubernur usai memberikan surat keputusan (SK) partai di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Senin (26/8/2024).ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/app/foc.

Musfi menilai, kekuatan oposisi sebetulnya masih tetap bisa terwujud di parlemen, meskipun koalisi parpol pendukung pemerintahan gemuk. Pasalnya, tidak selalu parpol pemerintahan sejalan dengan kebijakan pemerintah saat berdialektika di parlemen. Musfi mencontohkan bagaimana PDIP di Senayan cukup kritis dalam beberapa kebijakan pemerintah Jokowi.

“Tapi memang kekhawatiran masyarakat wajar. Karena memang takutnya partai-partai ini kebanyakan hanya akan membeo jika sudah diberi kursi-kursi [eksekutif],” ucap Musfi.

Diberitakan sebelumnya, Ketua DPP PDIP Puan Maharani, tak menampik soal rencana adanya pertemuan antara Megawati Soekarnoputri dan Presiden RI Terpilih, Prabowo Subianto. Ia juga tak menepis kemungkinan bahwa PDIP akan mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.

Hanya saja, Puan tak mengetahui persis di mana pertemuan Megawati dan Prabowo. Dia hanya menyebut bahwa pertemuan itu bakal digelar sebelum pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI Terpilih pada 20 Oktober 2024.

"Bisa juga [di Teuku Umar], bisa juga di Kertanegara, bisa juga di Hambalang. Tidak ada masalah akan bertemu di mana saja," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10/2024).

Secara terpisah, Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Sitorus, membantah pertemuan itu otomatis menjadi momen pernyataan sikap PDIP mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran. Deddy menegaskan persamuhan Prabowo dan Megawati hanya dalam rangka silaturahmi.

"Pertemuan ini lebih kepada pertemuan silaturahmi, ya, silaturahim. Dan soal-soal yang bersifat fundamental lah, bukan yang terlalu teknis gitu lho," kata Deddy saat dihubungi Tirto, Jumat (4/10).

Analis politik dari Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, memandang momen terpilihnya Puan sebagai ketua DPR, mengecilkan peluang PDIP beroposisi di pemerintahan mendatang. Terlebih, kata Dedi, polemik pada Pilkada 2024 yang tengah dihadapi PDIP menunjukkan partai berlogo banteng itu belum leluasa bersikap mandiri.

“Dan juga kondisi oposisi di parlemen juga terlanjur tidak kuat mengingat hanya ada PDIP,” ucap Dedi kepada reporter Tirto.

Menurut Dedi, tak sulit bagi koalisi parpol pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran untuk menjegal Puan atau PDIP duduk di pucuk pimpinan DPR. Terlebih, Golkar sebagai salah satu parpol di Koalisi Indonesia Maju (KIM) juga memiliki suara terbesar kedua di parlemen. Namun, tidak adanya revisi UU MD3 untuk menjegal PDIP di kursi Ketua DPR menunjukkan adanya sinyal kompromi antara fraksi-fraksi parpol di parlemen.

Kendati peluangnya kecil, Dedi menilai adanya parpol di luar pemerintah memang penting. Setidaknya, parpol oposisi bisa menghambat kehendak penguasa yang tak bermuara pada kepentingan publik.

“Situasi di era SBY sebagai contoh, di mana banyak kebijakan pemerintah diketahui publik karena faktor riuhnya parlemen,” ucap Dedi.

Pengambilan sumpah jabatan Pimpinan DPR 2024-2029

Ketua DPR Puan Mahrani (kanan) menyampaikan pidato perdana usai terpilih dalam Rapat Paripurna Pemilihan Pimpinan DPR masa bakti 2024-2029 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2024). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/agr

Urgensi Oposisi Kuat

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Haykal, menilai hasil survei Kawula17 menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat menyadari pentingnya peran oposisi. Ia menilai keberadaan kekuatan oposisi dibutuhkan dalam menciptakan keseimbangan dan mewujudkan terjadinya sistem check and balances terhadap kekuasaan lembaga eksekutif.

Jika PDIP bergabung ke pemerintahan Prabowo-Gibran, kata dia, maka akan terjadi sistem pengawasan yang timpang terhadap pemerintahan. Sementara rakyat, jadi dibiarkan sendiri untuk mengawasi jalannya pemerintahan dengan kekuatan yang terbatas.

“DPR pada dua periode lalu menunjukkan minimnya oposisi membuat parlemen cenderung menjadi alat stempel Pemerintah,” kata Haykal dihubungi reporter Tirto, Jumat.

Haykal menilai, elite parpol kerap memakai istilah rekonsiliasi atau konsolidasi kebangsaan untuk membenarkan tindakan mereka menjalin politik transaksional. Padahal, parpol-parpol tengah bersatu padu untuk membangun kekuatan demi kepentingan mereka sendiri.

Hasil survei Kawula17, kata Haykal, mencerminkan bahwa rakyat merindukan kehadiran oposisi yang kuat. Rekonsiliasi parpol dan konsolidasi tokoh bangsa seharusnya tidak dipakai sebagai alasan untuk merapat dalam pemerintahan.

“Oposisi bukan posisi yang buruk. Oposisi adalah kekuatan penyeimbang secara politik yang setidaknya bisa menjadi teman masyarakat untuk menyampaikan aspirasi,” ucap dia.

Sementara itu, Manajer Riset dan Program dari The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono, menilai agenda rekonsiliasi dan konsolidasi bangsa adalah alasan naif yang sering digunakan parpol untuk berkoalisi. Menurut kajian dari TII, parpol-parpol di Indonesia hanya memiliki dua kepentingan utama: menang pemilu dan mengamankan kursi di pemerintahan.

“Tidak ada lagi orientasi yang bicara tentang bagaimana mendorong kebijakan berdasarkan ideologi, atau memperjuangkan kebijakan berdasarkan ideologinya,” kata Arif kepada reporter Tirto.

Ia menilai, agenda rekonsiliasi yang digaungkan parpol di Indonesia rawan bermuara pada politik transaksional. Padahal, pemilu merupakan suatu proses politik yang wajar melahirkan persaingan. Selama dilaksanakan secara sehat, perbedaan dalam demokrasi adalah suatu keniscayaan.

Itulah mengapa idealnya parpol-parpol tidak berpusat membuat koalisi gemuk bergabung di pemerintahan. Kritik dan pengawasan, juga merupakan vitamin bagi sebuah pemerintahan yang dihasilkan dari proses demokratis. Peran kekuatan oposisi maka penting dibutuhkan dan menjadi sesuatu yang natural dalam negara hukum dan demokrasi.

“Pada praktiknya kita membutuhkan pihak yang bisa menyuarakan persoalan yang harus ditangani dan diperbaiki Pemerintah agar dampaknya tidak merugikan masyarakat,” ucap Anto.

Baca juga artikel terkait OPOSISI atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Anggun P Situmorang