tirto.id - Dewan Kehormatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta memutuskan terjadi plagiat atas disertasi dan merekomendasikan pencabutan gelar doktor ilmu budaya Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) Fathur Rokhman.
Salah satu anggota DK UGM, Supama mengatakan, keputusan dan rekomendasi telah diserahkan ke rektor UGM.
“Tanya ke ketua DKU atau ke rektor langsung. [Dokumen] dari DKU sudah lama disampaikan ke rektor,” kata Supama saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (14/7/2020).
DKU telah menggelar sidang pembuktian plagiat Fathur Rokhman, rektor Unnes sewaktu menjadi mahasiswa S3 di UGM pada medio 2000-an. Sidang berlangsung sejak November 2019 hingga Maret 2020. Sebelumnya, pengaduan dugaan plagiat ke UGM terjadi pada Oktober 2018.
Fathur Rokhman berkali-kali menyatakan bahwa ia tak pernah melakukan plagiasi. “Bagi saya masalah plagiasi karya saya 17 tahun sudah selesai sejak Pak Menristekdikti menyatakan sudah selesai dan tidak ada plagiasi,” katanya.
Kuasa hukum Fathur Rokhman, Muhtar Hadi Wibowo menyatakan kasus dugaan plagiasi telah selesai, setelah ada surat dari Rektor UGM yang menyatakan Fathur Rokhman tak terbukti plagiat.
Putusan DK UGM
Tirto memperoleh salinan dokumen rekomendasi DK UGM nomor 2/UNI/DKU/2020 tanggal 9 Maret 2020. Dalam putusan, DKU memaparkan adanya bukti-bukti plagiat dengan menyebut bagian-bagian yang sama dengan karya lain.
Sejumlah data dan kalimat yang ada di dalam disertasi Fathur tahun 2003 tersebut memiliki kesamaan dengan karya skripsi dua mahasiswanya di Fakultas Bahasa dan Seni Unnes.
Dua skripsi itu milik Ristin Setiyani berjudul “Pilihan Ragam Bahasa Dalam Wacana Laras Agama Islam di Pondok Pesantren Islam Salafi Al-Falah Mangunsari Banyumas” Kemudian skripsi milik Nefi Yustiani, berjudul “Kode dan Alih Kode Dalam Pranatacara Pernikahan di Banyumas”.
Kedua skripsi itu diterbitkan Unnes pada 2001 atau dua tahun lebih dulu sebelum disertasi Fathur diterbitkan oleh UGM. Fathur disebut telah mengutip data dari dua karya skripsi tersebut tanpa mencantumkan sumber.
DKU juga menjelaskan hal-hal yang dinilai memberatkan sehingga Fathur dianggap layak diberi saksi pencabutan gelar. Di antaranya saat pemeriksaan Fathur berbelit-belit dalam memberikan keterangan. Dalam dokumen, Faktur juga mengaku tidak pernah membaca skripsi Ristin dan Nefi, padahal keduanya merupakan mahasiswa bimbingannya.
Selain itu dalam dokumen DKU disebutkan pula saat pemeriksaan Fathur beberapa kali melontarkan pernyataan-pernyataan dengan nada yang mengancam.
DK UGM memutuskan Fathur melanggar sejumlah aturan, yakni Pasal 37 PP 153/2000 tentang Penetapan UGM sebagai badan hukum milik negara; pasal 15 huruf a dan pasal 24 ayat (2) UU 19/2002 tentang Hak Cipta; dan pasal 25 ayat (2) UU 20/2003 tentang Sisdiknas.
“Setelah mempertimbangkan etika, kepatutan, telaah dokumen.. Dewan Kehormatan UGM merekomendasikan terlapor dijatuhi sanksi berupa pencabutan gelar akademik doktor dalam ilmu budaya..” mengutip putusan DK UGM.
Keputusan DKU ini memperkuat hasil investigasi Tim Evaluasi Kinerja Akademik Perguruan Tinggi Kemenristekdikti (sekarang Ditjen Dikti Kemendikbud) yang disampaikan pada 2018. Hasil investigasi tim Dikti saat itu menemukan adanya bukti-bukti bahwa Fathur melakukan plagiat.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz