Menuju konten utama

Puma Dituding Merusak Bangunan Tua India demi Iklan Sepatu Terbaru

Aksi kampanye iklan itumembuat para ahli konservasi telah menuduh Puma merusak kawasan cagar budaya, yang didirikan oleh Kaisar Mughal Shah Jahan pada abad ke-17.

Puma Dituding Merusak Bangunan Tua India demi Iklan Sepatu Terbaru
Iklan Puma yang menunjukkan dinding yang bergambar graffiti di bangunan tua warisan budaya India. YouTube/Puma

tirto.id - Puma telah dituduh merusak arsitektur abad ke-17 yang tak dapat dipulihkan di kawasan lama Delhi. Perusahaan manufaktur sepatu itu melukis dinding bangunan warisan budaya itu dengan grafiti sebagai bagian dari kampanye iklan untuk mempromosikan sepatu seri terbaru.

Mural berwarna-warni yang besar itu dilukis dengan semprotan cat di beberapa permukaan bangunan di Delhi Lama untuk iklan sepatu. Puma mengklaim aksi ini untuk “menangkap jalan-jalan kecil di India.”

Bangunan itu muncul dalam iklan sepatu Puma, dengan rapper India dan penari hip-hop juga tampil di membelakangi dinding yang tertutup grafiti di ibukota Mumbai.

Aksi kampanye tersebut - yang dijuluki "Suede Gully" merujuk pada bahan sepatu dan bahasa Hindi untuk kata jalanan - membuat para ahli konservasi telah menuduh Puma merusak kawasan cagar budaya, yang didirikan oleh Kaisar Mughal Shah Jahan pada abad ke-17.

Seorang sejarawan Mughal, Rana Safvi, mengatakan bahwa pintu kayu, batu bata lakhori dan desain batu pasir dari bangunan yang telah dicat itu diperkirakan berusia sekitar 200 tahun. "Ini sudah termasuk merusak kawasan warisan," katanya seperti dilansir The Guardian.

Swapna Liddle, dari Indian National Trust for Art and Cultural Heritage (INTACH), setuju. "Anda tidak bisa hanya pergi dan melukis apa yang Anda suka," katanya kepada Agence France-Presse.

"Mereka yang membuat dan menyetujui iklan ini, mereka yang berdiri saat ini, semuanya bertanggung jawab atas perlakuan tidak peka ini," katanya.

Surat kabar Indian Express melaporkan bahwa dinding bangunan, yang terdaftar sebagai situs warisan, dicat lebih dari sebulan yang lalu. Namun isu tersebut dikemukakan oleh INTACH pada Minggu (12/11/2017).

Juru bicara Balancing Act, agen kreatif yang dipekerjakan oleh Puma untuk kampanye tersebut, mengatakan bahwa perusahaan tersebut meyakini "semua izin yang dibutuhkan [telah] diperoleh untuk melakukan pemotretan dan pengecatan bangunan."

"Sebelum melakukan eksekusi seni di dinding, kami telah meminta izin dari pemilik properti dan karena properti itu milik pribadi, kami mengambil izinnya karena hanya itu yang dibutuhkan," tuturnya.

"Pemiliknya tidak sadar bahwa propertinya dilindungi sebagai situs warisan dan karenanya kami tidak menyadarinya," kata dia melanjutkan.

Pihak agensi berjanji untuk mengembalikan situs-situs tersebut seperti keadaan semula.

Menurut para ahli konservasi, aturan untuk melindungi situs warisan Delhi yang terbengkalai dari kerusakan diabaikan secara luas.

Undang-undang yang secara khusus melarang melakukan kampanye iklan di bangunan bersejarah juga jarang diberlakukan oleh otoritas Delhi, yang berjuang untuk menegakkan langkah-langkah melestarikan ikon-ikon tua dari kota tersebut.

Pemilik bangunan yang dilukis untuk kampanye Puma, Arun Khandelwal, membela aksi perusahaan sepatu itu. Khandelwal mengatakan keputusan untuk mengizinkan mengecat bangunan itu adalah dari dirinya sendiri.

"Ini adalah milik pribadi dan grafiti membuat kawasan ini terlihat lebih indah. Daerah ini terlihat lebih baik sekarang, lebih semarak, " kata Arun Khandelwal kepada Indian Express.

Namun, persetujuan dari pejabat warisan juga dianggap diperlukan untuk tindakan ini.

"Kekhasan Shahjahanabad [nama sejarah wilayah ini] adalah kepurbakalaannya dan Anda melemahkannya saat Anda melukis pemandangan mencolok semacam itu," kata Safvi.

Shahjahanabad, sebuah kota berdinding, adalah ibu kota terakhir kerajaan Mughal dan merupakan rumah bagi beberapa monumen paling terkenal di Delhi seperti Benteng Merah dan Masjid Jama.

Tempat ini tetap menjadi pusat keramaian Delhi di tengah lalu lintas pada, makanan jalanan, dan pengrajin jalanannya yang kacau, kontras dengan distrik-distrik era kolonial Inggris yang lebih teratur di selatan.

"Saya kuno soal ini: Saya rasa grafiti tidak melakukan hal yang baik pada monumen lama," Safvi menambahkan. "Mereka belum memperindahnya. Dan itu semua hanya untuk slot dua detik dalam sebuah video."

Baca juga artikel terkait PUMA atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari