Menuju konten utama

Puasa bagi Orang Positif Covid-19, Boleh atau Tidak Menurut Dokter?

Orang yang positif Covid-19 apakah aman untuk berpuasa? Berikut penjelasan selengkapnya dari dokter hingga MUI.

Puasa bagi Orang Positif Covid-19, Boleh atau Tidak Menurut Dokter?
Petugas medis menjemput warga positif COVID-19 di Jalan As-Syafiiyah, Cipayung, Jakarta, Jumat (21/5/2021). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/rwa.

tirto.id - Awal puasa Ramadhan 2022 tinggal menghitung hari. Beberapa orang mulai membayar utang puasa Ramadhan tahun lalu (meng-qadha).

Menjelang bulan puasa Ramadhan yang masih berlangsung di tengah pandemi ini, salah satu pertanyaan yang kerap dipikirkan mungkin adalah, apakah orang yang positif Covid-19 boleh puasa atau tidak? Berikut penjelasan selengkapnya.

Pasien COVID-19 ringan dan OTG boleh berpuasa atau tidak?

Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Junior Doctor Network (JDN), Vito A. Damay tidak melarang pasien COVID-19 bergejala ringan atau tanpa gejala (OTG) berpuasa di bulan Ramadhan, asalkan kondisinya masih memungkinkan.

"Setahu saya kalau pasien COVID-19 masih memungkinkan untuk berpuasa tidak dilarang berpuasa apalagi kalau tanpa gejala (OTG) dan bergejala ringan," ujarnya, sebagaimana ditulis di laman Antara.

Pakar gizi klinik dari Universitas Indonesia, Putri Sakti juga menyarankan pasien berkonsultasi dulu ke dokter untuk memastikan kondisinya memungkinkan berpuasa atau tidak. Menurut dia, pasien terutama yang berada dalam masa pemulihan cenderung tidak bisa menyeimbangkan antara asupan makanan dan kebutuhan mereka, sehingga dapat memperburuk kondisi.

Jadi, apabila setelah berkonsultasi dengan dokter kondisi tidak memungkinkan maka dia bisa mengganti puasa di bulan lain apabila sudah pulih.

"Orang sedang sakit butuh recovery, metabolismenya lebih tinggi sedangkan mereka ini konsumsi makanannya tidak bisa bagus apalagi yang (kondisi sakit COVID-19 berat), jadi dari segi asupan dan kebutuhan enggak balance malah bisa memperburuk kondisi mereka. Di Islam diperbolehkan kalau kondisi tidak memungkinkan berpuasa diganti di hari lain ketika kondisinya sudah membaik. Konsultasikan dulu dengan dokter," kata Putri dilansir dari Antara.

Selama pemulihan, Putri menyarankan pasien mencukupi kebutuhan makanan mereka mulai dari memperbanyak protein nabati dan hewani rendah lemak, memvariasikan hidangan sayur dan buah agar bisa mendapatkan vitamin, mineral dan antioksidan yang juga bervariasi.

"Kalau merasa asupan tidak bisa optimal boleh dipertimbangkan suplemen, tetapi tidak boleh single dosis kecuali vitamin D (Orang Indonesia 90 persen ada gangguan genetik jadi boleh misalkan ditambah vitamin D 1000 unit). Sementara vitamin lain tidak perlu single dosis kecuali dokter menyarankan," kata Putri.

Pasien positif COVID-19 dan bergejala berat boleh tidak puasa

Sebagaimana dilansir Antara, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan masyarakat yang terkonfirmasi positif COVID-19 serta memiliki gejala berat diperbolehkan untuk tidak berpuasa, berdasarkan pertimbangan dokter sebagai rujukan.

"Kemudian kalau kondisi sakit berdampak parah jika dilakukan puasa atau puasa berdampak pada kondisi kesehatannya, maka dia boleh tak puasa," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh, dikutip dari Antara.

Sementara bagi mereka yang terkonfirmasi positif dan tak bergejala atau OTG, masih bisa untuk berpuasa dan ibadahnya dilakukan di tempat karantina. Mereka tak diperkenankan untuk ikut ibadah berjamaah karena berpotensi menularkan virus ke orang lain.

Kalaupun memilih untuk tidak berpuasa, MUI menekankan agar berkonsultasi dengan dokter, apabila baginya puasa bakal berdampak pada kondisi kesehatan.

"Bagi saudara-saudara kita yang terpapar COVID-19, aktivitas ibadahnya dilaksanakan di tempat di mana dia dikarantina agar tidak menularkan kepada orang lain. Dalam batas tertentu dia haram melakukan aktivitas ibadah yang berpotensi menularkan," kata dia.

Menurut dia, seseorang yang terpapar COVID-19 dan memutuskan tak berpuasa, bisa menggantinya di bulan lain atau ketika dia sudah sembuh.

"Kalau nanti dia tak berpuasa, dia meng-qhada saat sembuh. Tetapi bisa jadi dalam kondisi tertentu, dia tidak sembuh, dia meninggal belum sempat qhada, dia tidak dosa. Dia dalam posisi tidak terkena beban hukum," kata dia.

Sementara itu, Pengurus Pusat Muhammadiyah menyatakan bahwa pasien yang terkonfirmasi positif COVID-19, termasuk bagi yang tidak bergejala atau orang tanpa gejala (OTG), tidak wajib menunaikan puasa.

"Puasa Ramadhan wajib dilakukan, kecuali bagi orang yang sakit dan kondisi kekebalan tubuhnya tidak baik. Orang yang terkonfirmasi positif COVID-19, baik bergejala dan tidak bergejala masuk dalam kelompok orang yang sakit," tulis Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Selain pasien positif COVID-19, Muhammadiyah juga mengecualikan para tenaga kesehatan tidak wajib berpuasa.

Untuk menjaga kekebalan tubuh dan dalam rangka berhati-hati guna menjaga agar tidak tertular COVID-19, tenaga kesehatan dapat meninggalkan puasa Ramadhan, dengan ketentuan menggantinya setelah Ramadhan.

Baca juga artikel terkait PUASA atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Addi M Idhom