Menuju konten utama

Protes Sistem PPDB, Warga Tangsel Tutup Akses Jalan ke SMAN 6

Penutupan akses jalan ke sejumlah sekolah kembali terjadi di Tangerang Selatan. Aksi dilakukan warga sebagai protes atas sistem PPDB.

Protes Sistem PPDB, Warga Tangsel Tutup Akses Jalan ke SMAN 6
Warga RW 10 Pamulang Barat Tutup Akses Jalan di Tiga Sekolah Negeri di lingkungan nya. Foto/ Jupri Nugroho

tirto.id - Aksi penggembokkan dan penutupan akses jalan menuju tiga sekolah negeri kembali terjadi di Tangerang Selatan. Kali ini protes warga tersebut berlangsung di kawasan Pamulang Permai, Kelurahan Pamulang Barat sejak Kamis 4 Juli 2025.

Penutupan akses jalan menuju sekolah dilakukan warga RW 10 sebagai bentuk protes terhadap sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang dinilai tidak adil bagi masyarakat sekitar sekolah. Dua sekolah yang menjadi sorotan adalah SMAN 6 Tangerang Selatan dan SMPN 4 Tangerang Selatan.

Meski akses ke SMPN 4 kini telah dibuka kembali usai pihak sekolah memenuhi tuntutan warga, blokade jalan menuju SMAN 6 masih berlangsung. Warga masih menunggu keputusan dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten terkait proses seleksi PPDB yang mereka permasalahkan.

Dampak dari penutupan akses jalan ini tidak hanya dirasakan oleh SMAN 6 dan SMPN 4, tetapi juga SMPN 17 Tangerang Selatan. Ketiga sekolah ini berada di jalur akses yang sama. Praktis, aktivitas di SMPN 17 juga ikut terganggu.

Warga Pamulang Barat

Warga RW 10 Pamulang Barat Tutup Akses Jalan di Tiga Sekolah Negeri di lingkungan nya. Foto/ Jupri Nugroho

Ketua RW 10, Suhendar Wijaya, menuturkan bahwa keberadaan sekolah-sekolah tersebut sebenarnya dibangun di atas tanah yang berada di tengah lingkungan warga. Menurut dia, dulu pembangunan sekola itu mendapat dukungan penuh dari masyarakat setempat.

“Sekolah-sekolah ini dibangun jauh setelah perumahan warga ada. Saat pembangunan, warga gotong royong bantu keamanan, kasih akses jalan untuk truk ekskavator. Semua demi anak-cucu bisa sekolah dekat rumah,” kenangnya.

Namun, dalam proses seleksi PPDB, kenyataan justru berbalik. Banyak anak dari warga sekitar tidak diterima, padahal jarak mereka rumah dan sekolat dekat. Hal ini memunculkan kecurigaan publik akan potensi praktik jual-beli kursi sekolah.

“Kami hanya ingin anak-anak kami yang tinggal paling dekat bisa diterima. Kalau yang dari jauh bisa lolos, kok yang tinggal di belakang sekolah malah tidak?” ucap Suhendar dengan nada kecewa pada Sabtu (5/7/2025).

Warga mengaku tidak peduli lagi dengan alasan teknis seperti petunjuk pelaksanaan penerimaan siswa baru yang sering dijadikan pembenaran. Bagi mereka, yang terpenting adalah keadilan dan keberpihakan terhadap warga lokal.

“Aksi gembok ini bukan karena kami tidak paham aturan, tapi karena aturan itu tidak memihak rakyat. Ini cara kami, wong cilik, untuk mengingatkan pemerintah bahwa kami juga punya hak,” ujarnya.

Surat keberatan sudah dikirimkan ke Gubernur Banten. Warga berharap Dinas Pendidikan Provinsi Banten mengambil langkah konkret agar konflik tidak berlarut dan hak pendidikan masyarakat sekitar dapat dihormati.

“Semoga ke depan ada kejelasan, dan anak-anak kami bisa sekolah di tempat yang secara logika dan hati nurani seharusnya mereka tempati,” tutup Suhendar.

Bukan hanya tiga sekolah ini saja sebelumnya diberitakan bahwa penutupan akses jalan juga terjadi di SMAN 3 Tangerang Selatan, hingga Satpol PP turunpun warga masih enggan membuka portal tersebut.

Baca juga artikel terkait PPDB atau tulisan lainnya dari Tangsel_Update

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Tangsel_Update
Penulis: Tangsel_Update
Editor: Rina Nurjanah