Menuju konten utama

Prospek Cerah Perusahaan Rintisan Berbasis AI di Indonesia

Meski begitu, pemerintah sebagai regulator dinilai belum total mendukung perkembangan teknologi AI.

Prospek Cerah Perusahaan Rintisan Berbasis AI di Indonesia
Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar kompetisi bertajuk Kebun Inovasi. FOTO/Dok.RIlis

tirto.id - Masyarakat Indonesia menyambut positif masuknya teknologi kecerdasan buatan (artificial inteligence—AI). Hal ini tergambar dari hasil studi WriterBuddy (periode September 2022-Agustus 2023) yang menunjukkan Indonesia menjadi negara ketiga penyumbang terbanyak kunjungan ke situs penyedia AI yang tersedia saat ini.

Sementara itu, platform data dan intelijen bisnis global, Statista, memproyeksikan pengguna perangkat AI di Indonesia akan mencapai angka 3,3 juta orang pada 2030. Pangsa pasar (market size) teknologi AI pada 2030 juga diperkirakan bisa mencapai US$10,89 miliar—dengan teknologi Machine Learningsebagai penyumbang terbesarnya.

Pun semakin banyaknya perusahaan rintisan (startup) yang mengembangkan teknologi berbasis AI di Indonesia. Ketua Komite Tetap (Komtap) AI Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (APTIKNAS), Karim Taslim, mengatakan bahwa perkembangan perusahaan AI menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam beberapa tahun belakangan.

Terutama setelah pandemi usai, dipicu oleh munculnya tren generativeAI(GenAI) di dunia, seperti ChatGPT, Gemini, Copilot, dan lain-lain. Tren global tersebut membawa spirit perubahan yang direspons sangat cepat oleh komunitas dan ekosistem AI di Indonesia,” terang Karim kepada Tirto, Jumat (10/1).

Kemunculan dan tren teknologi GenAI itu yang kemudian membuka peluang besar bagi para developer dan engineer AI untuk mengembangakan produk serta turunannya. GenAI yang bisa diakses secara massal dalam kapasitas terbatas juga memungkinkan perusahaan di level UKM hingga UMKM menikmati faedah dari AI.

Lebih lanjut, Karim mengatakan bahwa prospek perkembangan teknologi AI di Indonesia sangat cerah karena memiliki ruang yang sangat luas untuk bertumbuh. Indonesia, menurut dia, punya setidaknya empat modal dan kekuatan untuk memimpin pengembangan AI—minimal untuk wilayah Asia Tenggara.

Modal utama kita jumlah populasi yang besar—empat besar dunia, artinya size marketkita sangat besar; jumlah penduduk generasi muda yang potensial jika bisa dibina dengan baik; big data yang dimiliki; serta jumlah UKM dan UMKM yang sangat banyak,” sebut Karim.

Menurut Karim,keberadaan komunitas atau asosiasi, seperti APTIKNAS, Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA), dan Indonesia Artificial Intelligence Society (IAIS), juga jadi nilai tambah bagi ekosistem AI di Indonesia. Pasalnya, merekalah yang selama ini senantiasa mendorong dan memacu perkembangan AI bagi perusahaan besar maupun startup.

Karim menambahkan bahwa saat ini sudah ada beberapa momentum yang menjadi pemacu kebangkitan industri berbasis AI di Indonesia. Pertama, kerja sama Indosat dan NVIDIA yang membangun pusat data (data center) khusus AI sejak Juni 2024 lalu.

Kemudian, kehadiran satelit Palapa Ring di daerah 3T yang melengkapi konektivitas. Selanjutnya, terkait adopsi AI di sektor perbankan, telekomunikasi, e-commerce, serta manufaktur yang semakin tinggi. Harapannya ini akan menjadi trigger bagi industri lainnya.

Terakhir, kehadiran beragam komunitas AI akan semakin mendorong pertumbuhan dan adopsi AI di Indonesia. Berdasar pengalamannya, APTIKNAS bersama KORIKA dan IAIS sempat menyelenggarakan "Indonesia AI Innovation Challenge". Dalam dua tahun penyelenggaraannya sampai 2024, sudah ada sekitar 100 startup mendaftar.

Musim Semi Teknologi AI

Menurut Ketua Umum Asosiasi Big Data dan AI (ABDI), Rudi Rusdiah, saat ini dunia tengah memasuki era yang disebutnya sebagai Musim Semi AI.

Setelah era PC, networking, cyber & big data, dunia memasuki era AI Spring karena dua komponen pentingnya, yaitu data & processing power, semakin massif,” terangnya kepada Tirto, Jumat (10/1/2025).

Senada dengan Karim, Rudi juga menyebut bahwa suburnya pertumbuhan teknologi berbasis AI di Indonesia bisa dilihat dari semakin banyaknya startup lokal yang memanfaatkan AI untuk menghadirkan solusi berbasis data. Hal itu bisa ditemui dalam wujud teknologi chatbot, personalisasi konten, rekomendasi produk, dan analisis.

Rudi memprediksi penggunaan AI untuk otomasi proses bisnis di perusahaan besar dan perbankan, machine learning as a service, serta solusi berbasis GenAI akan menjadi sangat populer.

“Terutama model [seperti] Gemini dan ChatGPT yang dapat diakses oleh siapa pun sebagai personal tutor,” ujarnya.

Selain itu, dia menengarai akan adanya tren pengintegrasian AI dalam sektor pendidikan dan sustainability seperti energi terbarukan.

Terkait sektor yang akan mulai banyak menerapkan teknologi AI, Rudi dan Karim juga memberi jawaban yang cenderung mirip. Setidaknya, ada lima sektor yang diperkirakan akan mengaplikasikan teknologi AI:

  • Sektor financial technology (fintech) → penggunaan AI untuk memantau keamanan siber, deteksi fraud, credit scoring, dan personalisasi layanan keuangan.

  • E-commerce dan retail → personalisasi memanfaatkan AI, prediksi permintaan, dan manajemen inventaris.

  • Teknologi pertanian (smart farming) → pemanfaatan AI untuk optimalisasi hasil panen, prediksi cuaca, dan pengelolaan lahan.

  • Kesehatan → AI untuk analisis data medis, telemedicine, dan diagnosis berbasis gambar.

  • Teknologi pendidikan (edutech) → AI untuk pembelajaran adaptif, analisis kinerja siswa.

Perusahaan Rintisan Berbasis AI di Indonesia

Dari sudut pandang pelaku industri, perkembangan perusahaan rintisan berbasis AI juga dianggap cukup positif. Hal itu setidaknya dirasakan Phire Studio, perusahaan pengembang industri IoT dengan basis AI. CEO Phire Studio, Henke Yunkins, menyebut bahwa pendanaan ke startup berbasis AI menunjukkan tren kenaikan.

Jumlah deal committedke startup berbasis AI di 2024 menjadi yang terbanyak dibandingkan untuk startup lain. Di 2025 ini, untuk kebanyakan venture capital dan investor, fokus atau target utama investasi mereka adalah startup berbasis AI,” ujar Henke kepada Tirto, Jumat (10/1/2025).

Merujuk data dari Tracxn, penggunaan teknologi AI di berbagai sektor industri juga cukup besar. Platform riset pasar dan data asal India itu melacak berbagai perusahaan di seluruh penjuru dunia. Mereka mencatat setidaknya ada 303 perusahaan di Indonesia yang mengadopsi teknologi AI dalam operasinya per 9 Januari 2025.

Dari jumlah tersebut, 63 perusahaan telah memperoleh pendanaan secara kolektif sebesar US$1,07 miliar dalam bentuk modal ventura dan ekuitas swasta. Jika dikerucutkan lagi, 14 perusahaan telah memperoleh pendanaan Seri A+ dan ada satu perusahaan telah mencapai status unicorn.

Tantangan Pengembangan AI

Meski punya prospek yang menjanjikan, pengembangan startup berbasis AI tidak lantas tanpa hambatan. Karim dari APTIKNAS menyoroti empat hal yang saat ini dianggap sebagai tantangan.

Pertama, soal talenta atau manusia yang punya kemampuan khusus di bidang AI yang masih sedikit jumlahnya. Menurut dia, masih sangat sedikit jurusan di tingkat universitas ternama di Indonesia yang fokus soal AI.

Kedua, infrastruktur teknologi, terutama terkait AI, yang masih minim. Contohnya, pusat data khusus AI jumlahnya masih sangat terbatas di Tanah Air.

Ketiga, terkait aksesibilitas data berkualitas tinggi yang juga masih kurang. Terakhir, terkait dukungan pemerintah. Sebagai regulator, pemerintah dinilai belum total mendukung perkembangan teknologi AI, apalagi jika dibanding dengan negara seperti Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan.

Baca juga artikel terkait KECERDASAN BUATAN atau tulisan lainnya dari Alfons Yoshio Hartanto

tirto.id - News
Reporter: Alfons Yoshio Hartanto
Penulis: Alfons Yoshio Hartanto
Editor: Fadrik Aziz Firdausi