Menuju konten utama

Kecerdasan Buatan dalam Olahraga: Demi Efisiensi & Personalisasi

Kecerdasan artifisial dapat membantu banyak aspek dalam olahraga, terutama personalisasi dan efisiensi latihan.

Kecerdasan Buatan dalam Olahraga: Demi Efisiensi & Personalisasi
Seorang pria melakukan sit-up di ruang tamu. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Pada dekade 1950-an, Uni Soviet memasuki zaman keemasan dalam bidang sains. Di masa ini, Kyiv (sekarang menjadi ibu kota Ukraina) berkembang menjadi pusat industri komputer Uni Soviet. Di kota inilah, pada 1957, Uni Soviet membangun sebuah institut sibernetik.

Institut itu kemudian berkembang menjadi pemimpin global dalam bidang sistem kontrol otomatis, kecerdasan artifisial, dan model matematika. Pada 1963, lembaga itu telah mengembangkan prototipe awal komputer personal.

Di kota ini pulalah, pelatih sepak bola legendaris Valeriy Lobanovskyi lahir pada 1939. Jonathan Wilson, kolumnis sepak bola The Guardian, dalam sebuah esainya menyebut bahwa Lobanovskyi tumbuh di kala Uni Soviet memasuki masa keemasannya di bidang sains. Tak heran jika kemudian dia punya optimisme khusus pada teknologi.

“Ketika Lobanovskyi menempuh pendidikan di Kyiv Polytechnic Institute, pandangannya akan potensi komputer dan kemungkinan penerapannya di hampir semua bidang terbentuk,” tulis Wilson.

Ekosistem sains di Kyiv juga melahirkan sosok ahli statistika bernama Anatoliy Zelentsov. Lobanovskyi dan Zelentsov pertama kali bertemu pada 1968. menurut Wilson, Zelentsov-lah yang meyakinkan Lobanovskyi pada kekuatan teknologi komputasi bagi sepak bola. Keduanya lalu jadi duet pelatih dan analis di klub Dnipro dan kemudian Dynamo Kyiv.

Menurut kolumnis ESPN,Gabriele Marcotti, “Merekalah pelopor penggunaan komputer dalam olahraga ketika teknologi paling canggih yang digunakan oleh para pelatih di seluruh dunia hanyalah peluit, buku catatan, dan pulpen.”

Duet Lobanovskyi dan Zelentsov juga menuangkan pemikirannya tentang analisis komputer dalam sepak bola dalam buku The Methodological Basis of the Development of Training Models.

Efisiensi adalah kredo Zelentsov. Dalam sebuah wawancara tahun 2004, Zelentsov menjelaskan, "Di dekade 1950-an sampai 1960-an, banyak pelatih yang berpikir bahwa semakin keras para pemain berlatih, semakin baguslah penampilan mereka. Namun, kalian bisa saja menghabiskan tiga jam latihan di lapangan tanpa mendapatkan apa-apa. Padahal, ada cara efektif untuk berlatih hanya dalam 45-50 menit."

Dengan komputernya, Zelentsov mengukur seberapa jauh dan ke arah mana pemain bergerak. Dia juga menciptakan pangkalan data yang berisi catatan latihan dan pertandingan semua pemain (bahkan pemain yang sudah hengkang sekalipun). Pangkalan data video dari semua turnamen di seluruh dunia juga dimiliki olehnya.

Dari pangkalan data itulah, Zelentsov bersama Lobanovskyi sukses menciptakan model latihan yang terpersonalisasi bagi setiap pemain.

"Di laboratorium, kami mengevaluasi potensi seluruh pemain. Lebih dari itu, kami tidak sekadar memberikan saran pada pelatih karena kami punya data berupa angka untuk menjustifikasinya," papar Zelentsov dalam wawancara dengan Komkon.

Saya tidak menemukan kaitan langsung antara Zelentsov dan kecerdasan artifisial selain dari fakta bahwa dia dididik dalam ekosistem Institut Sibernetik Kyiv. Akan tetapi, apa yang dilakukan Zelentsov dulu pada dasarnya mirip dengan penggunaan kecerdasan artifisial untuk mengoptimalisasi performa atlet.

Kecerdasan Buatan dalam Olahraga

Teknologi komputasi yang digunakan Zelentsov pada masanya pastinya jauh lebih sederhana. Akan tetapi, metode kerjanya sama dengan kecerdasan artifisial kini, yakni melacak pergerakan dan performa atlet untuk mencari tahu apa yang paling efektif untuk mereka. Apa yang dulu dilakukan Zelentsov hanya dengan video kini dilakukan oleh kecerdasan buatan dengan memanfaatkan GPS, video, dan berbagai sensor yang dipasang di stadion, tempat latihan, sepatu, hingga pakaian seorang atlet.

National Football League (NFL) di Amerika Serikat, misalnya, seturut pemberitaan Forbes, telah bekerja sama dengan Amazon Web Services (AWS) untukmenciptakan platform bernama Next Gen Stats. Platform ini menyimpan semua data performa pemain yang diukur lewat bantuan sensor, mulai dari kecepatan, akselerasi, sampai jarak yang ditempuh sepanjang pertandingan.

Sama persis seperti yang dulu dilakukan Zelentsov, Next Gen Stats akan mengolah data tersebut dan membuat personalisasi latihan yang cocok untuk tiap pemain. Tujuan besarnya adalah untuk mengoptimalkan potensi mereka serta mengurangi risiko cedera.

Tak sampai di situ saja, tim-tim olahraga juga mulai lazim menggunakan bantuan kecerdasan artifisial untuk melakukan scouting, entah untuk mencari pemain baru atau menganalisis calon lawan. Seperti diberitakan Forbes, tim NFL Cleveland Browns bahkan menggunakan kecerdasan artifisial untuk mencatat atribut psikologis seorang pemain.

Football tentu saja bukan satu-satunya olahraga yang sudah karib dengan kecerdasan buatan. Bisbol, basket, sepak bola, rugbi, bahkan olahraga individu seperti tenis juga telah menggunakan teknologi tersebut.

Dalam tenis, peruntukan kecerdasan buatan sedikit berbeda. Ia dipakai untuk mencari pola pergerakan dan pukulan seorang pemain sehingga calon lawannya bisa menentukan strategi paling efektif untuk menghadapi pemain tersebut.

Tak cuma untuk mendongkrak performa atlet, kecerdasan buatan juga bisa digunakan untuk membantu aspek finansial klub. Seturut perusahaan pengembang kecerdasan buatan, V7 Labs, Columbus Crew yang berlaga di Major League Soccer (MLS) telah menggunakan teknologi pemindaian wajah (face recognition) untuk memperlancar arus masuk penonton ke dalam stadion. Penggunaannya sama persis dengan yang dipraktikkan PT KAI secara terbatas untuk calon penumpang kereta di Indonesia.

Satu aspek lain dari industri olahraga yang telah dibantu oleh kecerdasan buatan adalah jurnalisme. Ya, Anda tidak salah baca. Beberapa tahun lalu, sebuah media di Indonesia, Beritagar (kini bertransformasi menjadi Lokadata), telah menggunakan kecerdasan buatan untuk menulis laporan hasil pertandingan dalam rubrik Robotorial.

Hasil tulisan mesin itu tentu saja tidak seluwes tulisan manusia. Akan tetapi, kontennya akurat dan sudah cukup informatif bagi pembaca yang hanya sekadar ingin tahu hasil pertandingan.

Lantas, bagaimana dengan olahraga kasual atau olahraga yang biasa kita lakukan sehari-hari? Adakah peran kecerdasan buatan di dalamnya?

Tentu saja ada. Fitness tracker seperti Fitbit yang sudah jamak dipasarkan saat ini adalah contoh penggunaan kecerdasan buatan dalam olahraga kasual. Dengan bentuk seperti jam tangan, perangkat fitness tracker lazim dilengkapi sensor yang bisa melacak banyak hal, mulai dari aktivitas fisik, pola tidur, detak jantung, hingga tekanan darah. Lagi-lagi, fungsi utama dari perangkat ini adalah personalisasi. Ia akan memberikan rekomendasi kepada pengguna untuk mencapai kondisi kebugaran terbaik.

Bisa dikatakan, kata kunci utama dalam penggunaan kecerdasan buatan dalam olahraga adalah personalisasi. Sejak era Zelentsov sampai era kecerdasan buatan, yang terpenting adalah personalisasi. Bagaimana seorang atlet atau individu bisa mendapatkan menu latihan, bahkan menu diet, untuk mencapai performa kebugaran terbaik dengan cara yang efisien. Karena pada dasarnya, tak ada seorang pun yang sama persis dengan orang lain dan kecerdasan artifisial (rupanya) bisa memahami hal itu.

Baca juga artikel terkait KECERDASAN BUATAN atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Olahraga
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi