Menuju konten utama

Profil Ki Hajar Dewantara dan Sejarah Hari Pendidikan Nasional 2021

Hari Pendidikan Nasional 2021 diperingati pada tanggal 2 Mei. Hari Pendidikan Nasional tak lepas dari peran Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara.

Profil Ki Hajar Dewantara dan Sejarah Hari Pendidikan Nasional 2021
Ki Hadjar Dewantara. FOTO/Wikicommon

tirto.id - Hari Pendidikan Nasional 2021 diperingati pada tanggal 2 Mei. Hari Pendidikan Nasional tak lepas dari peran Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara.

Tanggal 2 Mei tersebut juga bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hajar Dewantara.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat tema “Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar” pada Hari Pendidikan Nasional Tahun 2021.

Kemendikbud mengimbau agar instansi pusat, daerah, satuan pendidikan, serta kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri turut memeriahkan peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2021 melalui berbagai media publikasi cetak, elektronik, serta media sosial dengan menggunakan tema dan logo tersebut.

Profil Ki Hajar Dewantara

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat yang juga dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara lahir pada 2 Mei 1889 di Pakualaman dan meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun.

Soewardi lahir di kalangan bangsawan Jawa, keluarganya berasal dari keluarga kerajaan Pakualaman. Ia adalah salah satu cucu Pangeran Paku Alam III melalui ayahnya, GPH Soerjaningrat.

Berkat latar belakang priayi (bangsawan Jawa) keluarganya, ia dapat mengakses pendidikan umum kolonial, sebuah kemewahan yang tidak dapat dicapai oleh sebagian besar penduduk biasa di Hindia.

Dikutip dari buku Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian II A: Kebudajaan, ia lulus dari pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda). Kemudian melanjutkan studinya di STOVIA, sekolah kedokteran untuk siswa asli. Namun, ia gagal lulus karena sakit.

Kemudian dia bekerja sebagai jurnalis dan menulis untuk banyak surat kabar. Gaya tulisannya populer, komunikatif namun dijiwai dengan idealisme kebebasan dan sentimen anti-kolonialisme.

Selain ulet sebagai reporter muda, Soewardi juga aktif di organisasi sosial dan politik.

Sejak berdirinya Boedi Oetomo pada tahun 1908, ia aktif dalam pengabdian dakwah untuk mensosialisasikan dan meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia sebagai persatuan bangsa (khususnya di Jawa).

Ia juga menyelenggarakan kongres pertama Boedi Oetomo di Yogyakarta.

Akibat perlawanannya terhadap penjajahan Belanda melalui kritikan yang ia tulis, Seowardi pernah diasingkan ke Belanda bersama dua temannya, Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoeseomo.

Pada September 1919, Soewardi pulang ke Jawa, Hindia Belanda. Ia pun langsung bergabung dengan kakaknya untuk mendirikan sekolah di kampung halamannya, demikian dikutip dari jurnal Pemikiran Ki Hajar Dewantara dan Maria Montessori tentang Pendidikan Anak Usia Dini.

Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajarnya kemudian terbukti berguna untuk mengembangkan konsepnya dalam mengajar di sekolah, dengan mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Ampel atau perguruan tinggi nasional untuk meratakan akses pendidikan.

Ki Hajar Dewantara telah menciptakan pepatah terkenal untuk menggambarkan cita-cita pendidikannya.

Diberikan dalam bahasa Jawa, pepatah itu berbunyi Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.

Pepatah tersebut diterjemahkan sebagai (bagi yang) di depan harus memberi contoh, (untuk yang) di tengah harus membangkitkan semangat, dan (bagi yang) di belakang harus memberi semangat.

Pepatah tersebut dijadikan prinsip Taman Siswa. Saat ini, sebagian dari pepatah ini, Tut Wuri Handayani digunakan sebagai semboyan Kementerian Pendidikan Indonesia.

Ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan guru yang ideal, yang setelah menularkan pengetahuan kepada siswa mereka, akan berdiri di belakang siswa mereka dan memberi mereka dorongan dalam pencarian mereka akan pengetahuan.

Sejarah Hari Pendidikan Nasional 2021

Ki Hajar Dewantara merupakan orang yang sangat berjasa dalam dunia pendidikan Indonesia.

Melansir situs Patikab, peringatan Hardiknas ditetapkan setelah adanya Surat Keputusan Presiden RI No. 305 Tahun 1959 tertanggal 28 November 1959.

Di masa mudanya, Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai aktivis sekaligus jurnalis pergerakan nasional yang pemberani.

Ia menjadi wartawan di beberapa surat kabar seperti Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.

Melalui tulisan-tulisannya, ia menyampaikan kritik terkait pendidikan di Indonesia yang kala itu hanya boleh dinikmati oleh para keturunan Belanda dan orang kaya saja.

Setelah Indonesia merdeka, ia diangkat menjadi menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Pengajaran Indonesia di kabinet pertama di bawah pemerintahan Ir. Soekarno.

Ia juga mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957.

Atas perjuangan Ki hajar Dewantara ini, ia mendapat julukan Bapak Pendidikan Nasional. Selanjutnya, setiap tanggal 2 Mei yang merupakan hari lahir Ki Hajar Dewantara, diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Baca juga artikel terkait KI HAJAR DEWANTARA atau tulisan lainnya dari Maria Ulfa

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Maria Ulfa
Editor: Yulaika Ramadhani