tirto.id - Sumber daya alam (SDA) akan menjadi salah satu tema debat kedua Capres Jokowi dan Prabowo. Ketua Insitute Hijau Indonesia, Chalid Muhammad mengatakan calon presiden terpilih perlu meninjau ulang ketergantungan perekonomian Indonesia pada industri ekstraktif SDA.
Menurut Chalid, kehadiran industri ekstraktif di sejumlah daerah belum tentu membawa manfaat ekonomi. Hal itu terlihat dari pola perekonomian masyarakat sekitar yang masih miskin seiring dengan semakin menipisnya cadangan SDA.
“Tingkat kemiskinan penduduknya tinggi tapi perputaran ekonominya besar. Kalau mereka (industri) tutup, ekonomi wilayah itu ikut shutdown,” ucap Chalid kepada reporter Tirto pada di Gado Gado Boplo usai acara diskusi bertajuk "Jelang Debat Kedua" pada Sabtu (16/2).
“Dulu Belitung juga berjaya tapi pas vakum timah, jadi turun ekonominya,” tambah Chalid.
Chalid menuturkan persoalan ini terjadi lantran masyarakat pada umumnya bekerja sebagai buruh pabrik dan pertambangan. Namun, tanpa disadari ketika pabrik atau pertambangan sudah tutup, masyarakat ternyata kesulitan kembali ke mata pencahariannya sebelumnya, seperti nelayan maupun petani.
Selain itu, kekhawatirannya juga ditujukan pada berfluktuasinya harga komoditas migas dan non migas di pasar internasional. Menurut Chalid, perekonomian daerah sekitar tambang turut ditentukan oleh faktor itu.
“Di Kalimantan Timur tampak kemerosotan ekonomi karena harga batu bara sempat jatuh,” ucap Chalid.
Belum lagi, saat ini negara-negara dunia mulai menerapkan pembatasan impor komoditas dari fosil. Ia menilai ketergantungan Indonesia pada upaya ekspor material tambang secara terus menerus cukup mengkhawatirkan. Selain tidak stabil bagi perekonomian, ia menilai habisnya cadangan SDA Indonesia perlu diantisipasi sejak awal.
“Kita tidak bisa berpikir sederhana dengan jadi eksportir material terus. Jual murah jual cepat sampai habis. Bangsa ini bisa kritis,” ucap Cholid.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto