tirto.id - Pemerintah mewajibkan produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia bersertifikat halal, demikian Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal yang ditandatangani Presiden Jokowi per 2 Februari 2021.
Sementara produk dari bahan yang diharamkan dikecualikan dari kewajiban tersebut, dan diberikan keterangan tidak halal, menurut Pasal 2 dalam PP tersebut.
Regulasi ini mengatur pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal atau disingkat BPJPH, yang berada di bawah tanggung jawab kementerian agama. Badan inilah yang merilis pengakuan dan sertifikat halal sebuah produk berdasarkan fatwa halal tertulis dari Majelis Ulama Indonesia.
Peran BPJPH, sebagaimana tertuang dalam Pasal 5, antara lain merumuskan dan menetapkan kebijakan serta mengawasi jaminan produk halal, termasuk menetapkan norma, standar, prosedur dan kriterianya; menerbitkan dan mencabut sertifikat halal dan label halal; melakukan akreditasi terhadap lembaga pemeriksa halal (LPH); serta melakukan registrasi dan pembinaan auditor halal.
Lembaga pemeriksa halal, dalam regulasi itu, dapat dibentuk pemerintah (tingkat nasional, pemda, kampus hingga BUMN/BUMD) maupun masyarakat (Lembaga bentukan organisasi Islam).
“Pembentukan LPH harus independen, kompeten, dan bebas dari konflik kepentingan dalam penyelenggaraan sertifikasi halal,” demikian Pasal 23 ayat 2.
Dalam PP ini mengatur proses akreditasi dan tahapan akreditasi LPH. Pemberian akreditasi terhadap LPH berlaku selama empat tahun oleh BPJPH sesuai pasal 36 ayat 2.
Sementara proses pelaku usaha mendapatkan sertifikat halal melewati sejumlah tahapan.
Pertama, pelaku usah harus mengajukan permohonan sertifikasi halal ke BPJPH. Dari BPJPH, pelaku usaha yang sudah dapat izin bisa memilih LPH yang diminta untuk melakukan audit sesuai standar halal yng ditentukan BPJPH. Setelah selesai audit, hasil audit diserahkan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk ditentukan di sidang fatwa halal MUI baik tingkat pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota atau Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh. Sertifikat tersebut pun berlaku selama empat tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH.
"Penerbitan Sertifikat Halal oleh BPJPH dilakukan dalam jangka waktu paling lama satu hari sejak keputusan penetapan kehalalan Produk dari MUI diterima oleh BPJPH," bunyi pasal 78 ayat 2.
Aturan tersebut juga menegaskan ketentuan barang wajib halal tidak hanya produk dalam negeri, tetapi juga produk luar negeri. Karena itu semua barang luar negeri harus mengajukan proses sertifikasi seperti barang dalam negeri.
BPJPH sudah berdiri sejak 2017 sebagai mandat Undang-Undang Nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Badan yang berada di bawah naungan Kementerian Agama ini sebelumnya dipimpin Sukoso. Menteri Agama Yaqut Cholil memecat Sukoso pada 10 Mei 2021. Saat ini, jabatan tersebut dipegang pelaksana tugas Mastuki.
Kewajiban sebuah produk bersertifikat halal yang dikeluarkan oleh BPJPH adalah aturan baru yang sebelumnya dimonopoli oleh Majelis Ulama Indonesia. Ada wacana MUI tak lagi berperan dalam sertifikasi halal, yang akan sepenuhya diurus negara. Tapi, dengan kehadiran PP terbaru ini, pemerintahan Jokowi agaknya mengambil jalan kompromi: Baik Kementerian Agama maupun MUI sama-sama mengurusi sertifikasi halal.
Pasar produk halal secara global terbilang menggiurkan, menurut Indonesia Halal Lifestyle Centre, senilai 667 juta dolar sepanjang 2015 hingga 2018. Investasi langsung luar negeri (FDI) di bidang makanan dan minuman halal di Indonesia mencapai 8,8 miliar dolar AS—atau sekitar 5.500 proyek. Investasi domestiknya pada 2018 mencapai 3,5 miliar dolar AS. Selain investasi, Indonesia punya konsumen produk-produk halal senilai 214 miliar dolar AS pada 2017, yang diiprediksi menjadi 330,5 miliar dolar AS pada 2025.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fahri Salam