tirto.id - Presiden Joko Widodo mengaku bahwa dirinya sudah memiliki data-data tentang siapa saja warga Indonesia yang menyimpan dana di luar negeri, bahkan sebelum Panama Papers beredar.
"Sebelum Panama Paper saya sudah punya satu bendel nama-nama yang nyimpen di Swiss, nyimpen di Singapura, saya tahu," kata Presiden Jokowi di hadapan gubernur seluruh Indonesia dan kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2015 di Istana Negara Jakarta, Jumat, (8/4/2016).
Presiden berpendapat bahwa kebocoran dokumen Panama Paper menunjukkan situasi dunia yang sudah semakin terbuka.
"Nanti akan dibuka total, inilah dunia keterbukaan yang mau tidak mau harus kita hadapi. Kita harus mempersiapkan dan memperbaiki diri", ujar presiden.
Presiden mengingatkan bahwa sebentar lagi keterbukaan serupa juga akan terjadi di sektor perbankan. "Simpanan siapapun yang ada di bank akan dibuka semua, meskipun ini keduluan Panama Paper," kata Jokowi.
Ia mengingatkan bahwa saat ini Indonesia telah memasuki integrasi antarwilayah yang jika satu negara guncang maka Indonesia akan terkena pengaruhnya.
"Kalau mereka masuk angin, maka kita akan kena imbasnya," pesannya.
Mantan Gubernur Jakarta ini menyebutkan bahwa Indonesia sudah masuk ke dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan sebentar lagi tidak bisa menolak adanya skema serupa di kalangan Uni Eropa, Amerika Serikat, China dan lainnya.
"Mau tidak mau kita harus siap, kalau tidak gabung produk kita kena pajak 15-20 persen," katanya.
Dalam kesempatan berbeda, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro memastikan data yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk menilai aset para wajib pajak di luar negeri bukan berasal dari laporan dokumen Panama.
"Saya tekankan bahwa data sementara yang kita miliki itu tidak berasal dari sana," kata Bambang saat ditemui di Kantor Pusat DJP Jakarta, Selasa, (5/4/2016).
Bambang menjelaskan data milik DJP berasal dari data resmi otoritas pajak dari negara-negara G20. Di sisi lain, ia tidak menampik kemungkinan bahwa pemerintah menggunakan informasi dari dokumen Panama sebagai data pembanding.
"Tentunya data ini akan kita kaji, kita akan melihat apakah valid, kemudian kita juga cek konsistensinya dengan data yang kita miliki," ungkapnya.
Bambang mengatakan pemerintah akan menelusuri kepemilikan aset para wajib pajak di luar negeri yang selama ini belum dilaporkan secara resmi, untuk mencari potensi penerimaan pajak, sekaligus sebagai bagian dari persiapan kebijakan pengampunan pajak.
"Kita ingin menelusuri aset milik orang Indonesia, apakah itu dalam bentuk uang, apakah dalam bentuk aset tetap yang belum pernah dilaporkan dalam SPT. Itu inti yang menjadi fokus dari DJP tahun ini," tandasnya.
"Panama Papers" adalah sebutan bagi hasil laporan investigasi firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca, yang di dalamnya terdapat dokumen berisi data perusahaan bayangan di yurisdiksi bebas pajak (offshore) yang dimanfaatkan untuk menghindari pajak.
Isi dokumen tersebut telah membongkar jejaring korupsi dan kejahatan pajak para kepala negara, agen rahasia, pesohor, sampai buronan disembunyikan di negara bebas pajak.
Terdapat ribuan nama perseorangan dan perusahaan di Indonesia yang terindikasi ada di dokumen tersebut.