tirto.id - Sejumlah negara Asia Tenggara mengalami lonjakan kasus COVID-19 yang didominasi oleh varian baru. Rumah sakit mulai kewalahan menangani pasien yang terus berdatangan dan pemerintah setempat memberlakukan lockdown kembali.
Di Malaysia, pada 30 Maret 2021, kasus COVID-19 mencapai titik terendahnya setelah gelombang pertama yakni 1.133 kasus. Namun selanjutnya adalah bencana. Kasus terus menjulang tak terbendung. Per 2 Juni tercatat 7.703 kasus baru dan membunuh 126 orang. Itu adalah jumlah tertinggi sepanjang pandemi melanda Malaysia.
Berdasarkan tes whole genome sequencing, kasus-kasus COVID-19 di Malaysia awalnya didominasi varian B.1.524--yang merupakan varian lokal. Namun kini penyebaran COVID-19 di negara tersebut didominasi oleh varian baru, yakni B.1.351 yang pertama dideteksi di Afrika Selatan (37,6 persen); varian B.1.524 (35,2 persen); AU2 (9,1 persen); varian B.1.466.2 yang dominan di Indonesia (7,9 persen); dan varian B.1.1.7 yang pertama dideteksi di Inggris (3,6 persen).
Thailand yang semula tampak berhasil selamat dari COVID-19 pun ternyata mulai kewalahan. Pada 2 Juni, otoritas setempat melaporkan 3.440 kasus baru padahal pada 1 April lalu hanya melaporkan 26 kasus harian. Pada 2 Juni, Thailand pun melaporkan 38 kematian atau yang tertinggi selama ini.
Varian B.1.1.7 menjadi yang paling dominan. Dari seluruh sampel yang dites whole genome sequencing, 86,3 persen terpapar varian ini. Varian B.1.36.16 terdapat pada 5,2 persen sampel; varian B.1.351 pada 2,7 persen sampel; varian B.1.617.2 di 1,6 persen sampel; dan varian B.1 pada 1,4 persen sampel.
Filipina melaporkan kasus harian tertinggi pada 15 April dengan 11.405 kasus. Jumlahnya terus menurun hingga 25 Mei dengan 3.966 kasus baru. Angka kasus harian mulai menanjak kembali dengan 5.249 kasus baru pada 2 Juni.
Varian B.1.351 yang pertama dideteksi di Afrika Selatan paling dominan di Filipina. Persentasenya 49,6 persen sampel yang dites whole genome sequencing. Varian B.1.1.7 yang pertama dideteksi di Inggris terdapat di 36,5 persen sampel. Varian P3 terdapat pada 3,1 persen sampel; varian B.1.1.63 terdapat pada 2,3 persen sampel; dan varian B.1.1.28 terdapat pada 2,2 persen sampel.
Kamboja pun mengalami kenaikan kasus COVID-19 hingga memecahkan rekor. Pada 4 Mei, Kamboja mencatat 938 kasus baru dan merupakan rekor tertinggi. Selanjutnya angka itu menurun hingga 415 kasus pada 20 Mei, dan kembali menanjak hingga 2 Juni: ada 750 kasus baru dan 10 kematian.
Varian B.1.1.7 menjadi yang paling dominan di Kamboja, yakni 97 persen dari seluruh sampel yang diperiksa genome sequencing.
Dengan situasi seperti ini, Pakar Kimia-Farmasi Universiti Putra Malaysia Bimo Ario Tejo mengatakan "belum waktunya perbatasan dibuka." Bimo mengatakan saat ini Indonesia masih terselamatkan sebab varian asing yang lebih menular dan menyebabkan lonjakan kasus di negara tetangga masih belum mendominasi. Kondisi itu memberi kesempatan bagi pemerintah untuk mempersiapkan diri dengan memperketat pintu masuk negara sekaligus memperketat karantina bagi warga negara asing yang hendak masuk.
"Pemerintah sendiri juga sudah harus mengubah peraturan yang datang dari Malaysia, harus karantina 14 hari dan harus dua kali negatif PCR," kata Bimo kepada reporter Tirto, Jumat (4/6/2021).
Dengan situasi seperti saat ini dan mengingat cakupan vaksinasi yang masih rendah, bukan tidak mungkin Asia Tenggara akan menjadi episentrum penyebaran COVID-19 menggantikan Amerika Serikat dan Eropa, katanya. Varian baru yang lebih menular dan rendahnya cakupan vaksinasi juga menyebabkan bencana COVID-19 di India. "Kemungkinan jadi episentrum itu ada kalau kita tidak waspada," katanya.
Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman pun berpendapat senada. Saat ini Indonesia masih tampak terselamatkan, tapi ia mengingatkan jumlah testing dan tracing yang masih sangat rendah memungkinkan potensi ledakan kasus.
"Makanya ketika negara di sekitar kita mengalami kenaikan, ini jadi alarm serius untuk indonesia karena kita bisa meledak jauh lebih besar," kata Dicky.
Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Arya Pradhana Anggakara mengatakan belum ada perubahan terkait aturan bagi warga negara Asia Tenggara yang akan masuk ke Indonesia. Aturan mengenai karantina masih mengacu pada Peraturan Menkumham Nomor 26 tahun 2020 tentang Visa dan Izin Tinggal dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru.
Ditjen Imigrasi menunggu arahan Satgas Penanganan COVID-19 untuk pengetatan di pintu masuk negara untuk mencegah penyebaran varian baru. "Pengetatan terus dilakukan sebagaimana arahan dari Satgas Penanganan COVID-19, mencermati perkembangan varian baru," kata Arya kepada reporter Tirto, Jumat.
Sementara Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan mereka terus melakukan skrining, baik dengan testing atau karantina untuk warga yang masuk atau pergi dari Indonesia. Selain itu, satgas terus melakukan pemantauan keadaan dan membuka peluang untuk memperketat masuknya pelaku perjalanan yang berasal dari negara yang memiliki risiko tinggi seperti India.
"Ini adalah upaya solidaritas Indonesia sebagai bagian dari komunitas global untuk menurunkan peluang persebaran COVID-19 secara global, karena pada prinsipnya COVID-19 tidak mengenal batasan teritorial" kata Wiku kepada reporter Tirto, Jumat (4/6/2021).
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino