tirto.id - Kepolisian RI menjelaskan perbedaan dari organisasi teroris Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Indonesia, salah satunya ialah eksistensi.
Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menyatakan JI terlebih dahulu ada daripada JAD.
"Dilihat dari sisi usia kedua organisasi itu, JI lebih tua dibandingkan JAD. JAD adalah pecahan JI yang terafiliasi ke ISIS dan dipimpin oleh Al Baghdadi," ucap Dedi di Mabes Polri, Senin (1/7/2019).
Jajaran yang tidak sepakat dengan pola dan cara JI, memilih menyeberang ke JAD lantaran memiliki pola yang lebih ekstrem di Indonesia.
Berdasarkan sisi afiliasi, JI berafiliasi dengan Al-Qaeda, organisasi teroris internasional yang berdiri sejak tahun 1988 dan dipimpin Osama Bin Laden dan kini dilanjutkan Ayman Al-Zawahiri.
Sekutu Al-Qaeda di antaranya adalah Taliban, Boko Haram dan Abu Sayyaf. Sementara itu, JAD berafiliasi kepada ISIS yang dipimpin Abu Bakar Al-Baghdadi yang mulai ada sejak tahun 2000 dan bergabung dengan Al-Qaeda pada 2004.
Ada tim khusus untuk mencari kader menjadi salah satu penyebab JI tidak memiliki pola penyerang tunggal (lone wolf). Sedangkan JAD dominan menggunakan sosial media dalam perekrutan sehingga tercipta lone wolf untuk beraksi di Indonesia.
"Untuk saat ini kegiatan JI hanya fokus pada rekrutmen, mereka mencari kader banyak untuk dilatih intelijen dan militer," kata Dedi.
Jika JAD terafiliasi dengan ISIS, JI menginduk pada Al-Qaeda. Kelompok militan JI dilatih di berbagai medan, dari Afghanistan, Thailand, Malaysia, dan Filipina. Pengalaman tempur di medan-medan perang yang beragam ini membuat aksi-aksi teror JI bukan hanya lebih cermat, melainkan juga memiliki daya rusak yang luar biasa tinggi.
Peneliti terorisme Al Chaidar menjelaskan serangan Bom Bali I dan II yang dilakukan JI berdaya ledak lebih tinggi dibandingkan teror di Surabaya yang menggunakan bom pipa. Bom Bali I, misalnya, dengan berat 6 ton berhasil menewaskan 202 orang.
“Itu jauh sekali [levelnya dengan bom JI],” kata Chaidar kepada Tirto, Selasa, 15 Mei 2018.
Pola serangan JAD cenderung acak. Serangan-serangan mereka, selain masih berskala kecil, dampaknya juga kurang terukur dan lebih cenderung menyasar publikasi sebagai efeknya. Pola kaderisasi JI juga lebih ketat. Ketika salah satu pimpinannya tertangkap, maka sel organisasi dihapuskan.
Direktur The Community Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya menyebut keanggotaan JAD lebih longgar sehingga bisa keluar masuk dengan relatif mudah. Bahkan banyak di antara mereka yang bertindak sendiri atau dalam kelompok-kelompok kecil.
“Mereka [JI] memang rapi, kalau JAD sangat cair, siapa saja bisa masuk,” tuturnya.
Perbedaan lainnya adalah target penyerangan. Bila JI menyasar orang asing, JAD lebih menargetkan operasinya pada sipil dan polisi. Selain itu, JI tidak melibatkan perempuan dalam aksinya.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri