Menuju konten utama

Polri Klaim Temukan Lebih Dari 52.000 Konten Hoaks Terkait Papua

Ada puluhan ribu konten yang diduga terindikasi hoaks terkait dengan Papua dan Papua Barat.

Polri Klaim Temukan Lebih Dari 52.000 Konten Hoaks Terkait Papua
Seorang anak melintas di antara sisa-sisa kebakaran yang menghanguskan sejumlah pertokoan dan rumah warga di Entrop, Kota Jayapura, Papua, Minggu (1/9/2019). ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc.

tirto.id - Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan ada puluhan ribu konten yang diduga terindikasi hoaks terkait dengan Papua dan Papua Barat.

"Sejak tanggal 28 Agustus hingga 1 September, ada lebih dari 52 ribu konten hoaks. Maka dibatasi terlebih dahulu (layanan internet di Papua dan Papua Barat)," kata dia di Mabes Polri, Senin (2/9/2019).

Dedi menambahkan jumlah konten hoaks belakangan ini terus membengkak. Sebelumnya, jumlah konten hoaks tercatat sekitar 32.000 konten. Namun kini sudah bertambah 20.000 konten.

Gara-gara itu, pemerintah menimbang untuk membatasi layanan telekomunikasi guna menekan penyebaran konten itu. Selain itu, alasan pembatasan ini juga lantaran konten hoaks berpotensi memicu kerusuhan publik.

Dedi menyatakan ada keterkaitan antara informasi hoaks di media sosial dan masyarakat. Jika eskalasi hoaks di akun media sosial banyak dan meningkat, maka dikhawatirkan akan memicu kerusuhan di masyarakat. Tapi Dedi tidak bisa menjelaskan secara umum isi informasi hoaks tersebut.

Aksi massa di Papua dan Papua Barat sejak dua pekan lalu diduga dapat berdampak terhadap sosial dan ekonomi bangsa, namun Dedi menyatakan dampak tersebut terbilang kecil.

"Pertimbangan keutuhan NKRI itu paling dominan," ucap Dedi.

Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir layanan data komunikasi di Papua dan Papua Barat, alasannya untuk mempercepat proses pemulihan situasi keamanan dan ketertiban di sana. Hal itu tertuang dalam Siaran Pers No. 155/HM/KOMINFO/08/2019 bertanggal 21 Agustus 2019.

Dalam siaran pers itu menyebutkan bahwa pemblokiran layanan data komunikasi itu dilakukan sejak 21 Agustus 2019 hingga suasana Tanah Papua kembali kondusif dan normal.

Secara sepihak, pemerintah Indonesia melambatkan akses komunikasi data di Papua dan Papua Barat, Senin (19/8/2019). Disusul dengan penangguhan total akses internet sejak, Rabu (21/8/2019) hingga kini.

Akibatnya, demonstran meluapkan protes dengan membakar kabel koneksi antar Base Tranceiver Station (BTS) Telkomsel. Dampaknya bukan hanya sinyal internet, namun akses komunikasi melalui sms dan telepon juga mati.

Saat ini, situasi keamanan di Papua dan Papua Barat tidak menentu. Protes anti rasisme terjadi di Manokwari, Deiyai, hingga Jayapura. Sekolah diliburkan, SPBU dan tiga bandara: Sentani, Deiyai, Dogiyai sempat ditutup.

Gedung-gedung Majelis Rakyat Papua (MRP), KPU Provinsi Papua, Dinas Komunikasi dan Informatika Papua, hingga Bea Cukai Pelabuhan Jayapura dibakar massa.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Adi Briantika
Editor: Ringkang Gumiwang