tirto.id - Kadiv Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto mengatakan, pelaku peledakan bom di tiga gereja di Surabaya, Dita Oepriarto sudah dalam pemantauan Densus 88 Antiteror sejak sebelum ia melakukan aksinya. Namun Polri sempat lengah dan membiarkan Dita bebas dari pengawasan.
Ia mengatakan, Dita pembuat bom berjenis tracetone triperoxide (TATP) itu sering mengadakan pelatihan pembuatan bom saat pengajian. Ketika pengawasan sedikit mengendur, Dita memanfaatkan kesempatan itu untuk membuat puluhan bom.
“Sekitar 3 bulan terakhir sebelum kejadian, dari Densus pengawasannya agak dikendurkan karena melihat yang bersangkutan sudah bersosialisasi dengan masyarakat dengan baik. Kelihatannya ini dimanfaatkan oleh mereka untuk membuat bom,” kata Setyo di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Rabu (24/5/2018).
Selain karena dianggap sudah bersosialisasi, Setyo mengatakan, Densus juga lengah karena penyamaran Dita lewat pekerjaannya sehari-hari berupa meramu jamu dan mengolah minyak kemiri. Karena itu, Densus 88, tidak ada yang mencurigai Dita sedang mengupayakan aksi terorisme.
“Dia sendiri kan membuat herbal-herbal itu. Jadi orang enggak curiga gitu kalau dia sedang meracik,” kata Setyo lagi.
Setyo juga mengimbau masyarakat jangan sampai termakan isu hoaks tentang bom apalagi mengabarkan adanya bom palsu.
Sampai sekarang, jaringan teroris yang teridentifikasi kebanyakan masuk dalam kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan akan ditangkap semuanya. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir.
“Kami sudah dapat data-datanya. Tinggal kami kejar aja mereka. Kami sudah tahu semua jaringannya,” tegas Setyo.
Tiga ledakan awal terjadi pada Minggu (13/5/2018) pagi di Surabaya. Ketiganya bom bunuh diri di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela Jalan Ngagel, Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta di Jalan Arjuna. Ketiganya dilakukan oleh Dita Oepriarto dan istrinya Puji Kuswati bersama keempat anak mereka.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Dipna Videlia Putsanra