tirto.id - Penangkapan terduga teroris yakni Roslina alias Syuhama dan Yuliati Sri Rahayuningrum alias Khodijah mengindikasikan adanya lone wolf (pelaku tunggal) perempuan di Indonesia dan diduga bisa menjadi tren terorisme ke depan.
“Ya, indikasi itu [tren perempuan pelaku tunggal] tetap ada, tapi Polri masih mengkaji secara komprehensif,” ujar Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jumat (15/3/2019).
Beda dengan beberapa negara lain, lanjut dia, yang sudah terpapar paham radikalisme ISIS, perempuan sudah menjadi lone wolf di Afghanistan, Irak, Suriah dan beberapa wilayah lainnya di Timur Tengah.
“Di Indonesia fenomena ini sudah mulai terbaca oleh Densus 88 pasca bom Surabaya. Contohnya ketika Abu Hamzah berulang kali membujuk istrinya, Solimah, untuk menyerahkan diri, namun gagal."
“Seperti kejadian di Sibolga, perempuan ini lebih kuat pemahaman radikalisme dibanding laki-laki,” ucap Dedi.
Selain itu, Roslina diduga anggota jaringan teroris Tanjung Balai, Sumatera Utara dan Abu Hamzah merekrutnya untuk dijadikan calon istri kedua dan lone wolf, pola rekrutan sudah mulai melibatkan perempuan.
Perempuan berusia 22 tahun itu ditangkap di kawasan Kelurahan Sirantau, Kecamatan Datukbandar, Kota Tanjung Balai, Rabu (13/3/2019), sekitar pukul 21.20 WIB.
Sedangkan Yuliati ditangkap di Klaten, Jawa Tengah, Kamis (14/3/2019), pukul 16.00 WIB. Yuliati masih satu jaringan dengan Abu Hamzah. Ia sebagai inisiator amaliyah yang mengajak Putera Syuhada, Abu Hamzah dan Syaefuddin Hidayat untuk melakukan aksi teror di Pulau Jawa.
Perempuan itu juga minta Syaefuddin untuk mengunggah video berisi ancaman kepada anggota Polri di media sosial. Saat ini polisi masih memburu Syaefuddin. “Dia belum ditangkap, masih kami cari,” sambung Dedi.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri