tirto.id - Polemik pemilihan komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terus berlanjut. Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), LBH Pers, dan Remotivi mendesak Presiden Joko Widodo menunda pengesahan hasil fit and proper test Komisi I DPR RI. Musababnya, banyak kejanggalan dan dugaan maladministrasi dalam proses seleksi.
"Presiden Jokowi bisa membuat KPI lebih baik bukan dengan membubarkannya, tapi menggunakan kuasanya untuk menunda pengesahan 9 komisioner KPI yang baru terpilih," kata peneliti Remotivi Firman Imaduddin dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tirto, Senin (22/7/2019).
Salah satu yang menjadi catatan ialah soal periode penerimaan masukan masyarakat. Firman mengatakan, proses itu dilakukan pada 19 Juni-10 Juli. Padahal proses fit and proper test di Komisi I DPR jatuh pada 8-10 Juli.
“Artinya, masukan masyarakat hanya sebatas formalitas, tidak ada waktu untuk klarifikasi dan verifikasi masukan-masukan masyarakat. Tidak jelas pula apakah masukan-masukan tersebut benar-benar menjadi pertimbangan dalam proses seleksi," ujar Firman.
Koalisi juga menyoroti soal calon petahana yang bisa langsung melenggang ke tahap seleksi final. Para calon petahana tak harus melewati seleksi administrasi, tes wawancara, dan tes psikologi seperti kandidat lainnya. Mereka bisa memilih hendak mengikuti proses seleksi awal atau tidak.
"Jika memang diniatkan petahana bisa langsung lolos ke tahap fit and proper test, para petahana tersebut tetap mengikuti semua tahap seleksi. Ada ketidakkonsistenan di sini," kata Firman.
Dari hasil seleksi sejauh ini, terdapat 4 calon petahana yang kembali lolos. Koalisi mengatakan selama menjabat keempatnya tidak menorehkan prestasi yang layak dibicarakan. Selain itu, keempatnya juga tak punya pengalaman di dunia penyiaran sebelum masuk KPI.
Dalih Komisi I DPR RI
Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyahari mengaku memang ada surat dari Ombudsman yang menyampaikan kejanggalan dan dugaan maladministrasi dalam proses seleksi komisioner KPI. Ia pun sudah bertemu dengan Ombudsman untuk membahas surat tersebut.
Politikus PKS itu pun mengaku, sempat menanyakan apa pihaknya harus menunda proses fit and proper test untuk menindaklanjuti temuan itu atau tidak. Ia mengklaim saat itu Ombudsman mengatakan tidak perlu.
“Saya tanya, apakah dengan surat catatan ini kami harus berhenti? [Jawabannya] Oh tidak seperti itu, ini untuk ke depan, catatan-catatan untuk pansel ke depan. Ya sudah," kata dia saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (22/7/2019).
Abdul Kharis pun mempersilakan jika ada pihak yang meminta Presiden Jokowi menunda pengesahan hasil fit and proper test yang dilakukan DPR RI. Namun, ia menyatakan Komisi 1 sudah bulat dengan keputusannya. Alasannya, ia merasa tak ada aturan yang dilanggar dan tidak ada yang ditutup-tutupi dalam proses seleksi komisioner KPI yang dilakukan di parlemen.
Dihubungi secara terpisah, Komisioner Ombudsman RI Adrianus Meliala membenarkan ada pertemuan dengan Komisi I DPR membahas temuannya. Namun, ia membantah telah mempersilakan DPR melanjutkan proses seleksi, tapi ia pun tidak melarang Komisi I melanjutkan proses seleksi.
“Itu terserah mereka,” kata Adrianus saat dihubungi reporter Tirto, Senin (22/7/2019).
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi I DPR RI Evita Nursanty. Ia mengklaim, proses seleksi di DPR sudah berjalan transparan. Ia pun mengaku aneh jika ada yang protes soal pansel yang bekerja tidak transparan.
"Ya pansel tidak bisa buka-bukaan dong kalau kerja, memang pansel kan punya mekanismenya sendiri," kata anggota DPR RI dari Fraksi PDIP ini, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (22/7/2019).
Selain itu, Evita mengatakan, terkait keluhan calon petahana yang bisa melenggang tanpa proses seleksi awal, hal itu pun telah diatur di peraturan KPI.
Evita menilai, calon petahana memang tidak perlu lagi mengikuti proses seleksi administrasi, psikologi, dan wawancara karena itu sudah dilakukan di proses seleksi sebelumnya.
Politikus PDIP itu juga mengatakan, dalam proses fit and proper test, semua fraksi di DPR menyetujui hasil seleksi. Semestinya, kata dia, jika ada kejanggalan dalam proses seleksi pasti ada satu kubu yang bersuara.
"Jadi kalau ada sesuatu yang tidak benar pasti ada yang bicara di floor. Nah, ini disetujui 10 fraksi lho, kami justru minta penjelasan yang tidak benar itu yang mana?" kata Evita balik bertanya.
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko enggan menjawab apakah pemerintah akan melantik komisioner KPI terpilih atau tidak.
Namun, mantan panglima TNI itu menganggap proses seleksi sudah dijalani dan pihaknya menghargai proses itu. “Kami menghargai proses, kalau kita tidak menghargai proses, bagaimana?" ujar Moeldoko saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (22/7/2019).
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Abdul Aziz