tirto.id - Tiga lembaga Pers mendesak Presiden Jokowi menunda pelantikan 9 anggota Komisioner KPI 2019-2022 sampai menunggu hasil penyelidikan Ombudsman RI tentang indikasi maladministrasi. Tiga lembaga itu adalah Remotivi, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan LBH Pers.
“KPI adalah lembaga yang penting, sayangnya kinerjanya selama ini buruk. Kami berpendapat buruknya kinerja KPI karena proses rekrutmen yang tidak berbasis kualifikasi (merit system), melainkan pertimbangan kepentingan politik dan ekonomi,” kata Kepala Bidang LBH Pers Gading Yonggar Ditya, Sabtu (20/7/2019) melalui keterangan tertulis kepada Tirto.
Selain itu, mereka juga mendesak Presiden Jokowi meminta ulang penyelidikan KPK dan PPATK terhadap 34 calon Komisioner KPI serta mengumumkan hasilnya ke publik.
Gading juga sempat menyinggung paparan visi-misi Jokowi pada 14 Juli lalu, yang menyatakan akan membubarkan lembaga yang tidak bermanfaat. “Jika kondisi mereka tidak diperbaiki, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bisa jadi kandidat utama [dibubarkan],” kata Gading.
Namun, ia berpendapat, Jokowi bisa memperbaiki kinerja KPI tanpa harus membubarkannya. “Presiden Jokowi bisa membuat KPI lebih baik bukan dengan membubarkannya, tapi menggunakan kuasanya untuk menunda pengesahan 9 komisioner KPI yang baru terpilih,” ungkap Gading.
Menurut dia, Ombudsman RI juga sudah melaporkan sejumlah kejanggalan dan dugaan maladministrasi dalam proses seleksi komisioner KPI. Salah satunya, calon petahana yang tidak diwajidkan mengikuti seluruh tahap tes; mulai dari seleksi administrasi, tes wawancara, hingga tes psikologi, tetapi bisa langsung mengikuti seleksi final dalam fit and proper test.
“Anehnya, jika memang diniatkan petahana bisa langsung lolos ke tahap fit and proper test, para petahana tersebut tetap mengikuti semua tahap seleksi. Ada ketidakkonsistenan di sini,” ungkap Gading.
Selain itu, mereka juga menilai sikap Panitia Seleksi yang tidak transparan dalam pengelolaan masukan publik atas 34 calon komisioner. Selain periode penerimaan masukan publiknya yang singkat (19 Juni-10 Juli), periode itu pun bersamaan dengan proses fit and proper test dan pemilihan (8-10 Juli).
“Artinya, masukan masyarakat hanya sebatas formalitas, tidak ada waktu untuk klarifikasi dan verifikasi masukan-masukan masyarakat. Tidak jelas pula apakah masukan-masukan tersebut benar-benar menjadi pertimbangan dalam proses seleksi,” kata dia.
Di sisi lain, ungkap Gading, Panitia Seleksi juga meloloskan 4 komisioner petahana. Padahal, menurut dia, keempat orang tersebut tidak pernah memiliki rekam jejak dalam tata kelola penyiaran sebelum masuk KPI, dan tidak menorehkan prestasi yang layak dibicarakan setelah menjadi komisioner.
“Selain komisioner KPI Daerah yang menjajal karir di tingkat pusat, wajah-wajah baru yang terpilih pun tidak memiliki rekam jejak dalam tata kelola penyiaran,” kata Gading.
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Maya Saputri