Menuju konten utama
Pilkada Serentak 2024

Pilgub Sumut & Pertarungan Parpol Loyalis Jokowi Versus Oposisi

Munculnya nama Bobby Nasution diprediksi membuat peta koalisi Pilgub Sumut 2024 tak jauh berbeda dengan Pilpres 2024.

Pilgub Sumut & Pertarungan Parpol Loyalis Jokowi Versus Oposisi
Wali Kota Medan Bobby Nasution memasukkan surat suara Pemilu 2024 ke dalam kotak suara di TPS 34, Medan, Sumatera Utara, Rabu (14/2/2024) ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/aww.

tirto.id - Perbincangan bursa cagub pada Pilgub Sumatra Utara makin kencang. Hal ini tidak lepas dari kans Wali Kota Medan Bobby Nasution yang akan diusung oleh Partai Golkar. Perbincangan makin menarik saat PDIP, partai yang sebelumnya mengusung Bobby pada Pilwalkot Medan tegas menolak mendukung menantu Presiden Joko Widodo itu untuk maju di Pilkada Sumatra Utara.

"Sudah ada pendaftaran-pendaftaran di daerah-daerah Sumatra Utara. Kemarin sudah melaporkan semua boleh mendaftar kecuali mas Bobby. Itu usulan dari bawah," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Jakarta, Jumat (12/4/2024) pekan lalu.

Meskipun tidak mendapat dukungan PDIP, Golkar tetap mendukung Bobby maju Pilkada Sumatra Utara. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto memastikan Bobby mendapatkan surat mandat untuk maju Pilkada Sumatra Utara bersama kader mereka, Musa Rajekshah, mantan Wakil Gubernur Sumatra Utara periode 2018-2023.

"Kalau mas Bobby kan sudah mendapatkan surat tugas dari partai Golkar bersama dengan wagub Ijek (Musa Rajeksah) bersama-sama mendapatkan surat tugas dan partai Golkar akan melakukan evaluasi, nanti kita lihat evaluasinya," kata Airlangga di DPP Partai Golkar, Jakarta, Senin (15/4/2024).

Golkar, kata Airlangga mengaku tetap akan terus memonitor perkembangan pengusungan nama di Pilkada Sumatra Utara oleh partai-partai politik lainnya.

Terbaru, Projo, organisasi swadaya relawan pendukung Jokowi menyatakan akan mendukung Bobby untuk maju Pilkada Sumut. Meski masih melihat dinamika politik hingga Agustus 2024 mendatang, ia memastikan Projo mendukung Bobby dan siap membantu memenangkannya.

"Pasti. Buat pilkada serentak," tegas Ketua Umum DPP Projo, Budi Arie Setiadi, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (17/4/2024).

Sementara itu, Partai Gerindra, lewat Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan mereka akan berupaya mendorong kader internal untuk maju di berbagai pilkada, termasuk Pilkada Sumut.

Meski begitu, Dasco tidak menutup kemungkinan partainya bisa saja mengusung nama di luar partai.

"Untuk calon lain yang di luar internal, tentunya akan kita lihat juga apa namanya bagaimana kemudiian situasi dan kondisi di daerah masing-masing terhadap kader internal di Partai Gerindra," tutur Dasco di Jakarta, Rabu (17/4/2024).

Lain halnya dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang masih menimbang-nimbang rencananya untuk mengusung kembali Edy Rahmayadi dalam Pilkada Sumut. Koordinator Humas DPP PKS Ahmad Mabruri mengatakan partainya masih menunggu laporan dari pengurus PKS di Sumatra Utara untuk mengusung kembali Edy Rahmayadi atau tidak.

"Pilkada Sumut kami belum dapat laporan dari PKS wilayah. Nanti kalau sudah ada laporan disampaikan," kata Ahmad kepada Tirto, Rabu (17/4/2024).

Pilgub Sumut & Kisah Klasik Jokowi Bangun Dinasti Politik

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, melihat Pilkada Sumut tidak akan jauh dengan kisah Pilkada Kota Medan dan Pilkada Kota Solo pada 2020 lalu. Ia menduga, Jokowi akan mengajak tokoh kuat untuk bertemu dan membatalkan kontestasi. Di sisi lain akan muncul lawan politik sekadar ada dan gampang dikalahkan.

"Jalan Bobby di Sumut akan diserupakan itu, tanpa keluh kesah, dan mungkin tanpa hiruk pikuk perjuangan," kata Dedi kepada Tirto, Rabu (17/4/2024).

Dedi mengatakan Bobby sangat mungkin terbantu dan dibantu untuk mendapatkan sokongan, utamanya dari parpol loyalis Jokowi di Pilpres 2024 yang memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Dalam kacamata Dedi, koalisi yang akan mendukung Bobby akan berkutat dengan pengaruh Jokowi, sama saat Gibran menjadi cawapres.

"Pertimbangan koalisi Bobby tentu faktor Jokowi, jika Pilkada dilaksanakan usai Jokowi lengser, baru akan ada dinamika baru, tetapi selama Pilkada dilaksanakan masih dalam rentang kekuasaan Jokowi, maka Jokowi akan tentukan koalisi untuk Bobby, juga untuk keluarga Jokowi yang lainnya," kata Dedi.

Dedi pun mengatakan tokoh terkuat saat ini di Sumatra Utara adalah politikus Partai Golkar, Musa Rajekshah.

Dedi memprediksi komposisi peta koalisi di Pilgub Sumut 2024 tak jauh berbeda dengan Pilpres 2024. Koalisi yang mendukung Prabowo-Gibran akan bersatu lagi demi mendukung Bobby Nasution. Lalu ada Koalisi Perubahan di Pilpres 2024 yang kemungkinan mengusung mantan Gubernur Sumatra Utara periode 2018-2023, Edy Rahmayadi.

Selain itu, Dedi melihat PDIP akan bersusah payah membangun koalisi di Pilgub Sumut kali ini.

"Lalu Edy Rahmayadi juga masih miliki basis pemilih yang cukup militan, partai pengusung Edy memungkinkan koalisi Perubahan saat di Pilpres, lalu PDIP mesti gerilya lebih lanjut untuk bangun koalisi baru," kata Dedi.

Dedi juga melihat Pilgub Sumut akan menjadi pertarungan dua tokoh kuat yang pernah memimpin Provinsi Sumatra Utara, Edy Rahmayadi dan Musa Rajekshah. Menurut Dedi sangat disayangkan jika tokoh kuat seperti Musa Rajekshah hanya mendapatkan posisi sebagai cawagub demi memuluskan jalan keluarga Jokowi.

Perpisahan Gubernur Sumatera Utara

Mantan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi (tengah) menyapa warga saat acara perpisahan akhir masa jabatan di Kantor Gubernur Sumatera Utara, Medan, Selasa (5/9/2023). ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/nz

Pertarungan Parpol Loyalis Jokowi & Oposisi di Pilgub Sumut

Direktur Eksekutif Skala Data Indonesia, Arif Nurul Imam, melihat kehadiran Bobby di Pilkada Sumut akan makin membuat meriah dan menaikkan gengsi provinsi tersebut.

Imam menilai akan ada dua hingga tiga poros koalisi yang terbentuk di Pilkada Sumut. Ia menilai semua tergantung dinamika politik lokal dan perkembangan politik lainnya. Ia menerangkan pembentukan poros dibangun oleh beberapa variabel seperti jumlah kursi parpol untuk mengusung pasangan cagub dan cawagub, elektabilitas kandidat, dan kemampuan logistik.

"Meski demikian koalisi sejatinya ditentukan oleh kebijakan partai di tingkat nasional sebagai pemberi rekomendasi," kata Imam kepada Tirto, Rabu (17/4/2024).

Analis sosial-politik Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, menilai kehadiran nama Bobby Nasution di Pilkada Sumut lebih berdampak pada memburuknya relasi Jokowi-Megawati.

Ia menilai, PDIP akhirnya melakukan perang psikologis dengan Jokowi lewat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Ia pun menilai, upaya Bobby yang masih ingin maju Pilkada Sumut lewat PDIP adalah simbol hubungan Jokowi-PDIP bisa membaik.

"Pertanyaannya, kenapa Bobby masih ingin mengambil formulir dari PDIP? Saya kira itu adalah sinyal penting bahwa hubungan Jokowi dengan PDIP bukan tidak mungkin dapat membaik. Saat ini PDIP terlihat terbelah dalam dua kubu. Kubu yang anti Jokowi dan kubu yang tidak masalah dengan Jokowi. Komunikasi hangat Puan Maharani adalah contoh kubu yang sebenarnya tidak masalah melanjutkan hubungan dengan Jokowi," kata Musfi kepada Tirto, Rabu (17/4/2024).

Selain hubungan Jokowi dan PDIP, Musfi menekankan konteks penting lainnya yang perlu disorot di Pilkada Sumut adalah hubungan Jokowi dengan Partai Golkar.

Inisiatif Golkar untuk mendukung Bobby Nasution merupakan bagian dari skema panjang Golkar untuk menarik Jokowi ke partai beringin. Hal itu terlihat dari klaim Golkar menarik Gibran dan Bobby ke partai beringin, plus santer isu Jokowi ikut merapat.

"Namun, tampaknya bukan Golkar saja yang memanfaatkan Bobby untuk mendekat dengan Jokowi. Belakangan Partai NasDem juga berniat untuk mengusung Bobby di Pilkada Sumut. Ini dapat dibaca sebagai bagian dari strategi NasDem untuk memperbaiki hubungan dengan Jokowi. Pertemuan antara Jokowi dan Surya Paloh juga sudah terjadi," kata Musfi.

Terkait nama yang muncul, Musfi melihat baru ada dua nama kuat yang masuk bursa, yakni Bobby dan petahana Edy Rahmayadi. Khusus kasus Edy, Musfi mengingatkan bahwa Gerindra enggan memajukan mantan Pangkostrad itu karena Edy tidak berkontribusi bagi pemenangan Prabowo di Pilpres 2024 kemarin.

Hal ini berbeda dengan Bobby yang memberikan kontribusi bagi kemenangan Prabowo-Gibran. Dengan kata lain, itu dapat ditafsirkan sebagai cara Gerindra untuk memberi karpet merah untuk Bobby, apalagi hubungan Jokowi dengan Gerindra sedang begitu strategis.

"Jika hanya ada dua nama itu nantinya, secara simbolik Pilkada Sumut dapat dibaca sebagai pertarungan antara partai pro pemerintah dan partai yang memilih menjadi oposisi. Sejauh ini saya kira baru dua poros itu yang dapat dipetakan," kata Musfi.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto