tirto.id - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, mengatakan saat ini aktor pelanggar HAM di dunia telah banyak mengalami perubahan, dari yang semula didominasi aktor negara, kini aktor non-negara.
Pigai mengatakan beberapa aktor non-negara pelanggar HAM itu mulai dari korporasi hingga individual. Menurutnya, perubahan aktor itu terjadi di seluruh dunia seiring dengan perubahan zaman.
“Dulu state actors. State actors ini adalah orang-orang atau aktor yang digaji oleh uang negara, dulu. Kemudian mengalami perubahan menjadi non-state actors, korporasi, lalu yang berikut mengalami perubahan ke individual,” kata Pigai, dalam konferensi pers yang digelar di kantor Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Kamis (10/7/2025).
Ia mencontohkan, aktor individual seperti mantan Wali Kota Taba, Rwanda, yakni Jean-Paul Akayesu, kini bisa diadili di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) karena telah terbukti melakukan pelanggaran HAM berupa genosida.
Hal itu menunjukkan bahwa dalam dunia modern, individu atau warga negara bisa turut menjadi pelaku dalam kasus pelanggaran HAM berat.
“[Jean-Paul] Akayesu di Rwanda, dia itu mantan Wali Kota negara bagian Taba yang pernah diadili di ICC. Kemudian dia dijadikan sebagai pelaku [pelanggaran HAM]. Seorang warga biasa dijadikan pelaku. Maka itu yurisprudensi bahwa rakyat atau oknum bisa menjadi pelaku,” terangnya.
Oleh karenanya, Pigai beranggapan bahwa perubahan aktor pelanggar HAM itu menjadi salah satu alasan yang mendasari wacana revisi Undang-undang (UU) Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Nah, kalau ketika dunia mengalami pergeseran aktor, maka ya undang-undang harus menyesuaikan dengan pergeseran aktor tersebut,” sebutnya.
Lebih lanjut, Pigai menegaskan wacana revisi UU HAM itu ditujukan agar penegakan HAM di Indonesia semakin menguat, bukan justru semakin melemah.
Dia menambahkan, secara khusus nantinya melalui revisi UU tersebut, maka wewenang Komisi Nasional (Komnas) HAM pun akan diperbesar agar mampu memberikan rekomendasi yang final dan mengikat.
“Revisi untuk memberi penguatan. Itu titik. Tidak bisa diperdebatkan, bukan untuk melakukan pelemahan. Revisi untuk memberi penguatan. Karena itulah kita akan kasih kewenangan lebih kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia agar rekomendasi Itu bergigi dan mengikat,” pungkasnya.
Penulis: Naufal Majid
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































