tirto.id - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bila dipasangkan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berpeluang memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Hal ini menurut survei yang dilakukan lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk 'Prospek Capres 2024'.
Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas dalam presentasi hasil surveinya memprediksi kemungkinan pilpres mendatang maksimal hanya diikuti oleh tiga pasangan, mengingat presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang cukup tinggi yaitu 20 persen.
Menurut Abbas, pembentukan pasangan capres-wapres dapat ditentukan oleh pola hubungan antarpartai untuk berkoalisi. Pertama, jika ideologi penting, maka partai paling kebangsaan dan partai paling Islam mungkin tak mudah berkoalisi.
Dia menyebut Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sejahtera PKS mungkin tidak berkoalisi di tingkat nasional.
“Partai-partai lain di antara dua partai tersebut dapat saling berkoalisi baik dengan PDIP maupun PKS,” terang Abbas via kanal YouTube SMRC TV pada Kamis, (7/4/2022).
Faktor kedua, kata dia, adalah komunikasi antara elite partai. Menurut Abbas, ada beberapa partai yang tak mudah berkomunikasi, bukan karena ideologi tetapi suasana kebatinan di antara pemimpin partai, misalnya PDIP versus (vs) Partai Demokrat dan versus Partai Nasional Demokrat (NasDem). Juga NasDem versus Partai Gerindra.
“Karena itu kemungkinan PDIP tidak berkoalisi dengan Demokrat maupun NasDem. Sementara NasDem mungkin tak bisa berkoalisi dengan Gerindra,” ujar dia.
Faktor ketiga adalah adanya partai tiga besar, yaitu PDIP, Partai Golongan Karya (Golkar), dan Gerindra.
Abbas memperkirakan kemungkinan masing-masing partai ini menuntut kadernya jadi nomor satu atau mininal nomor dua. Maka Ketua DPR Puan Maharani, Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto, serta Ketum Partai Gerindra Prabowo mungkin akan maju untuk nomor 1 atau nomor 2.
Kemudian faktor keempat adalah intensitas untuk menjadi calon presiden. Hal ini ditemukan pada sosok Prabowo yang secara intens didorong oleh partainya untuk menjadi calon presiden.
Faktor kelima yaitu pertimbangan elektabilitas calon. Tiga nama dengan elektabilitas teratas adalah Prabowo, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Anies.
Menurut Abbas, kombinasi antara kelimanya mungkin bisa melahirkan tiga poros calon. Salah satu kemungkinannya adalah poros Partai Gerindra-PDIP, Partai Golkar, dan Partai Nasdem-Partai Demokrat.
Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bisa menggenapi Partai Golkar. Dan PKS berpeluang menggenapi Partai Nasdem-Partai Demokrat.
Pada poros Partai Gerindra-PDIP, ujar Abbas, karena Prabowo harus menjadi calon presiden, dan Puan Maharani memiliki elektabilitas yang terlalu di bawah, maka Puan mungkin akan menerima menjadi calon wakil presiden.
Sementara itu, karena elektabilitas Airlangga terlalu lemah, maka kemungkinan akan mencari calon yang paling kompetitif. Menurut Abbas, Ganjar adalah alternatifnya. Terbuka juga kemungkinan Airlangga menjadi nomor 1 dan Ganjar nomor 2.
Lalu Abbas menyebut poros Partai Nasdem-Partai Demokrat-PKS dapat mencalonkan Anies karena elektabilitasnya cukup baik, sementara Partai Nasdem dan PKS tidak punya kader yang kompetitif. Abbas memprediksi bahwa AHY bisa diterima sebagai pendamping Anies karena cukup kompetitif dibandingkan nama-nama tokoh partai lain.
Dia pun menunjukkan simulasi pilihan pada tiga pasangan.
“Hasilnya, pasangan Anies-AHY mendapatkan 29,8 persen suara. Ganjar-Airlangga 28,5 persen. Prabowo-Puan 27,5 persen. Masih ada 14,3 persen yang belum menentukan pilihan,” papar Abbas.
Dia melanjutkan bahwa Jika Airlangga menjadi capres dan berpasangan dengan Ganjar sebagai cawapresnya, dalam simulasi pilihan terhadap tiga pasangan yakni Airlangga-Ganjar vs Anies-AHY vs Prabowo-Puan, pasangan Anies-AHY mengalami penguatan dukungan menjadi 32,3 persen.
Disusul Prabowo-Puan 29 persen, sementara suara Airlangga-Ganjar ada di bawah keduanya secara signifikan, yaitu senilai 22,6 persen. Dan masih ada 16,1 persen yang belum menentukan pilihan.
Survei ini dilakukan pada 1.220 responden yang dipilih secara acak dengan metode multistage random sampling terhadap keseluruhan populasi atau Warga Negara Indonesia (WNI) yang sudah memiliki hak pilih, yakni mereka yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah. Responden yang dapat diwawancarai secara valid (response rate) sebesar 1.027 atau 84% dan sebanyak 1.027 responden ini yang dianalisis.
Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,12 persen pada tingkat kepercayaan 95% (asumsi simple random sampling). Serta, wawancara tatap muka dilakukan pada 13-20 Maret 2022.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Bayu Septianto