Menuju konten utama
Newsplus

Perlukah Pengemudi Ojol Jadi Karyawan Agar Sejahtera?

DPR dan pemerintah merencanakan adanya UU khusus untuk pekerja platform digital pada Februari 2025. Hampir dua bulan kemudian, aturan tersebut tertunda.

Perlukah Pengemudi Ojol Jadi Karyawan Agar Sejahtera?
Pengendara ojek daring menunggu pesanan melalui telepon pintarnya di Salatiga, Jawa Tengah, Senin (28/4/2025). ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho./tom.

tirto.id - Bersiap mengenakan jaket berlogo salah satu penyedia jasa ojek online (ojol), Samsuddin memulai rutinitasnya pada pukul 6.00 WIB, setiap harinya. Dia biasanya mendapat penumpang anak-anak yang akan pergi bersekolah di jam itu. Selesai antar-jemput anak sekolah, dari pukul 8.30 WIB, biasanya dia akan lanjut mencari penumpang, para karyawan yang hendak berangkat kerja.

"Kalau sudah jam 11.00 WIB, saya mulai pulang, saya matikan aplikasi dan nanti saya lanjutkan sore untuk mengantar anak sekolah dan karyawan yang pulang," cerita Samsuddin kepada Tirto, Selasa (29/4/2025).

Rutinitas menjadi pengemudi ojol, telah Samsuddin jalani sejak 2019. Dia mengaku telah melalui beragam masa pasang-surut menjadi mitra perusahaan penyedia jasa ride hailing di Tanah Air. Dia merasa, di awal masa 'ngojol', pendapatan yang bisa dibawa pulang ke rumah jauh lebih besar dibanding saat ini. Sekarang, rata-rata dalam satu minggu dia hanya membawa pulang uang sekitar Rp800 ribu, sekadara cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Asumsi Samsuddin, ada kenaikan potongan komisi kepada aplikator. Perkiraannya, dulu hanya 20 persen dari yang dibayarkan penumpang, kini, potongan wajib yang diserahkan ke aplikator sekitar 30 persen, sekali perjalanan.

"Dulu saya narik ini, misalnya dari Blok M ke Cawang saja, itu biasanya Rp18 ribu, sekarang jadi Rp16 ribu. Potongannya jadi terlalu gede," katanya.

Padahal kalau merujuk ke aturan main yang berlaku, hal ini tidak seharusnya terjadi. Setidaknya jika merujuk ke Keputusan Menteri Perubahan Nomor KP 1001 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.

Dalam diktum kedelapan beleid tersebut, tercantum aturan besaran potongan aplikasi maksimal 20 persen. “Perusahaan aplikasi menerapkan biaya tidak langsung berupa biaya sewa penggunaan aplikasi paling tinggi 15% (lima belas persen) dan/atau perusahaan aplikasi dapat menerapkan biaya penunjang berupa biaya dukungan kesejahteraan mitra pengemudi paling tinggi 5% (lima persen),” begitu tulis aturan tersebut.

Potongan yang mulai tidak terkontrol ini, diperparah lagi dengan jam kerja yang tidak lazim juga. Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), dalam laporan bertajuk "Ilustri Sejahtera Ojek Daring Metropolitan" yang terbit Agustus 2023 lalu, menyoroti masalah jam kerja pengemudi ojol.

Salah satu temuan dari survei terhadap 225 pengemudi ojol di Jabodetabek itu, mendapatkan pengemudi ojol bekerja lebih dari 10 jam untuk mendapat nilai upah yang lebih kecil dari rata-rata upah minimum. Di Kota Tangerang yang paling ekstrem, rata-rata waktu kerja harian pengemudi ojol mencapai 11,8 jam/hari.

Dengan tekanan dari besarnya potongan dipadukan dengan jam kerja yang kian menguras tenaga, pengemudi ojol seperti Samsuddin punya kekhawatiran terkait kesejahteraan terutama untuk masa depan.

Polemik Status; Dari Mitra Jadi Karyawan

Tarif yang layak dan potongan komisi yang manusiawi, jadi dua hal esensial yang diharapkan bisa disesuaikan oleh pengemudi seperti Samsuddin.

Dia sendiri mengaku tidak terlalu ambil pusing terkait status pengemudi ojol sebagai mitra ataupun karyawan. Isu yang kerap disuarakan oleh rekan sejawatnya. Di tengah kondisi yang serba terdesak, dia hanya berharap bisa mendapat pemasukan yang jelas.

"Soal status menjadi karyawan atau bukan, kita yang penting orderan itu tarifnya sesuai dengan apa yang kita harapkan, jangan terlalu gede potongan," tegasnya lagi.

ojek online Grab

Sejumlah pengemudi ojek online menunggu orderan di kawasan Palmerah, Jakarta, Senin (10/2/2025). ANTARA FOTO/Fauzan

Namun Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati menyebut fenomena pengemudi ojol yang enggan menuntut hak menjadi karyawan ke aplikator disebabkan ketidakpahaman mengenai dunia buruh. Ditambah lagi dengan adanya ancaman pemutusan mitra, yang kerap dia dengar.

"Karena mereka belum paham soal pekerja dan hak-haknya. Dan mulai ada ancaman putus mitra dan lain-lain," kata Lily, kepada Tirto, Selasa (29/4/2025).

Dia menjabarkan sejumlah manfaat yang didapat pengemudi ojol apabila berstatus sebagai karyawan. Pertama, terkait dengan perlindungan sosial seperti jaminan atas hari tua, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kehilangan pekerjaan, dan jaminan pendapatan berupa upah lembur. Keuntungan bagi tenaga kerja tetap lainnya seperti cuti haid dan melahirkan juga menjadi terjamin.

"Dari sisi waktu kerja juga terjamin karena bekerja dalam durasi standar delapan jam kerja, ada waktu istirahat setiap minggunya, termasuk cuti tahunan," kata dia.

Lebih lanjut, menurut Lily, adanya status karyawan, pengemudi ojol dapat membentuk serikat pekerja. Sehingga mereka punya daya tawar lebih saat melakukan perundingan dengan aplikator/penyedia jasa aplikasi.

"Sehingga driver tidak (bisa) secara sewenang-wenang dikenai sanksi suspend maupun putus mitra," kata dia.

Unjuk rasa ojek daring tuntut pemberian THR

Sejumlah pengemudi ojek daring yang tergabung dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mengikuti unjuk rasa di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Senin (17/2/2025). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/rwa.

Sementara menurut Ketua Armada Seluruh Ojek Online Indonesia (ASOOI), Hamam Krishna,kesejahteraan bagi pengemudi ojol seharusnya tidak bergantung dengan statusnya sebagai karyawan ataupun mitra. Menurutnya, pemerintah berkewajiban menghadirkan keadilan dan kesejahteraan sebagai sebuah hak asasi bagi semua masyarakat Indonesia.

"Sejak awal kami sudah memberikan masukan kepada pemerintah dan DPR RI. Sebelum berbicara status ojol sebagai apa, seharusnya negara bertanggung jawab untuk menghadirkan regulasi yang melindungi hak konstitusional warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, melalui regulasi transportasi berbasiskan aplikasi," kata Krishna kepada Tirto, Selasa (29/4/2025).

Menurut dia, pengemudi ojol saat ini tidak memiliki landasan hukum yang kuat. Produk hukum di Indonesia, salah satunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sudah tidak relevan lagi untuk menaungi transportasi yang berbasis daring dan berplat hitam.

Menteri UMKM usulkan ojol masuk kategori UMKM

Pengendara ojek daring mengantar barang di Pasar Baru, Jakarta, Rabu (10/3/2025). Menteri Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengungkapkan pemerintah akan memasukkan pengemudi ojek online ke dalam kategori pelaku UMKM melalui revisi Undang-Undang UMKM yang ditargetkan dibahas pada 2026 agar mempunyai payung hukum yang jelas. ANTARA FOTO/Fathul Habib Sholeh/Spt.

"Perdebatan terkait hal ini sebetulnya sudah lama kami diskusikan dengan stakeholder terkait, yang pada akhirnya muncul Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019," kata dia.

Adapun beleid yang dimaksud Krishna adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat. Di dalamnya memang mengatur hak dan kewajiban aplikator, pengemudi, dan pengguna.

Namun, menurut dia, ini tidak cukup. Krishna menyalahkan pemerintah yang tak kunjung tegas untuk menghadirkan regulasi transportasi berbasiskan aplikasi yang dibahas lintas komisi bersama DPR RI. Kurangnya urgensi pemerintah terhadap hal ini tergambar dari tidak masuknya aturan ini dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) prioritas 2024-2029.

"Ini momentum bagi Presiden Prabowo Subianto untuk menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat, bukan hanya berpihak kepada aplikator yang sama-sama kita ketahui diduga dihuni oleh beberapa kolega atau family petinggi di negeri ini," kata dia.

Tarik-Ulur Pemerintah Memperjuangkan Status Pengemudi Ojol

Mengenai status pengemudi ojol di hadapan aplikator –menjadi karyawan atau mitra– telah menjadi perhatian pemerintah. Perbincangannya sudah masuk di rapat Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan masuk tahap pengkajian pada Februari 2025 lalu.

Sayangnya, setelah dua bulan berlangsung, pembahasan itu tidak ada kemajuan. Padahal pemerintah kala itu mencanangkan adanya undang-undang khusus pekerja platform digital.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, menjelaskan kalau pembahasan perundangan tersebut saat ini tertunda. Dia menjelaskan beberapa waktu terakhir terdapat sejumlah permasalahan bahwa saat ini pihaknya tengah disibukkan dengan sejumlah isu lain yang tengah ramai di masyarakat.

"Ya sebetulnya secepatnya, karena kita nggak mau terlalu lama. Karena kan saya juga lagi fokus pada soal isu syarat pencari kerja, terus kemudian para pelaku usaha yang menahan ijazah. Banyak banget PR-nya, satu-satu dulu biar semua kalau kita bisa selesaikan enak," terang Noel, sapaan akrab Wamenaker, Selasa (29/4/2025), lewat sambungan telepon dengan Tirto .

Sebelumnya, Noel juga sempat menyebut kalau mereka saat ini tengah menggodok definisi pekerja digital. "Kita coba cari definisi yang tepat rumusannya seperti apa. Artinya gini, kita biar gimana pun juga membutuhkan industri platform digital,” jelasnya.

Belakangan muncul juga narasi alternatif memasukkan pengemudi ojol dalam kategori UMKM. Inisiatif ini diambil Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman, lantaran dia merasa belum ada payung hukum yang jelas untuk pengemudi ojol.

Sementara Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM), Netty Prasetiyani, mengungkapkan bahwa pihaknya akan menggelar focus group discussion (FGD) untuk membahas mengenai hak para pengemudi ojol.

FGD tersebut dilakukan untuk menampung aspirasi dari berbagai koalisi, perusahaan, dan asosiasi ojol. Dia merencanakan, BAM akan menggelar FGD pada 12 Mei 2025 mendatang. "Karena kalau kita bicara tentang pekerja transportasi berbasis online ini berbasis aplikasi, maka ada beberapa komisi yang terlibat," tutur Netty, kepada Tirto, Selasa (29/4/2025).

Baca juga artikel terkait OJEK ONLINE atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - News Plus
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Alfons Yoshio Hartanto