tirto.id - Perkumpulan Wali Murid DKI Jakarta 8113 (Koloni 8113) mengungkap temuan soal pungutan liar yang dilakukan oleh sejumlah sekolah dasar di Jakarta. Dalihnya bermacam-macam, mulai dari berjualan buku sampai merayakan hari besar keagamaan dan hari besar nasional.
"Pada prinsipnya sekolah dibolehkan mengadakan perayaan hari besar keagamaan dan hari besar nasional. Perayaan hari besar keagamaan dan hari besar nasional adalah bagian dari proses pendidikan," kata Sekretaris Koloni 8113 Jumono di Indonesia Corruption Watch, Jakarta Selatan, (12/09/2018).
Salah satunya di SDN Menteng 01 Jakarta Pusat, menurut Jumono untuk merayakan Hari Raya Iduladha beberapa waktu lalu, pihak sekolah mengharapkan tiap-tiap kelas menyumbangkan 1 ekor kambing untuk dikurbankan. Untuk itu, pihak sekolah memungut Rp 100 ribu dari masing-masing siswa.
"Setiap rombongan belajar di SDN Menteng 01 terisi sekitar 32 orang siswa-siswi. Jadi setiap rombongan belajar akan terkumpul dana sebesar Rp 3,2 juta untuk pembelian satu ekor kambing," katanya.
Selain itu, Jumono juga menyebut SDN Menteng 01 diduga melakukan pungutan rutin bulanan sebesar Rp 220 ribu per bulan kepada seluruh orang tua murid. Dalihnya ialah BOP dan BOS tidak mencukupi untuk operasional sekolah.
Pungutan untuk Hari Raya Iduladha ini juga diduga dilakukan SDN Cikini 01 Jakarta Pusat. Namun modus yang dilakukan berbeda, di sini siswa diwajibkan menabung tiap hari. Uang yang terkumpul dari tabungan para siswa-siswi kemudian digunakan untuk membeli hewan kurban.
"Tentu saja ini memberatkan siswa-siswi karena sebagian besar tabungan itu diambil dari uang jajan mereka," katanya.
Perkumpulan ini juga mendapat informasi soal praktik penjualan buku di SDN Jati 07 Pulogadung, Jakarta Timur. Menurut Jumono ini merupakan pelanggaran berat karena untuk pembelian buku sudah didanai dana BOS dan BOP.
Jumono mengaku mendapat informasi ini dari para wali murid langsung. Untuk itu pihaknya sudah mengirim surat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan mendatangi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tapi sampai saat ini mereka belum mendapat respon.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Yulaika Ramadhani