tirto.id - Empat belas anak buah kapal (ABK) Long Xin yang merupakan warga negara Indonesia, kini diisolasi di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC), Bambu Apus, Jakarta Timur. Kepolisian pun mulai meminta keterangan mereka guna penyelidikan awal perkara.
"Sementara kami sudah selesai melakukan pemeriksaan terhadap 14 ABK untuk mengetahui proses pemberangkatan dan peristiwa yang dialami selama bekerja," ucap Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Ferdy Sambo, ketika dihubungi Tirto, Senin (11/5/2020).
Pemeriksaan awal itu untuk mengetahui pihak yang bertanggung jawab terhadap kejadian yang menimpa ABK tersebut. "Kami mempercepat proses penyelidikan dengan mendatangi RPTC tempat mereka tinggal sementara," sambung Sambo.
Penyidik yang bertugas meminta keterangan, wajib mengikuti standar protokol kesehatan dengan mengenakan alat pelindung diri saat pemeriksaan. Sambo melanjutkan, pihaknya belum bekerja sama dengan Interpol dalam pengusutan kasus ini.
Ke-14 ABK diterbangkan dari Korea Selatan ke Indonesia, Jumat (8/5) lalu, menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan penerbangan Incheon-Jakarta. Di Busan, mereka dikarantina dua pekan sejak 23 April. Dugaan eksploitasi terhadap mereka berimbas kepada kematian.
Desember 2019 dan Maret 2020, tiga ABK asal Indonesia meninggal di kapal Long Xin 629 dan Long Xin 604 saat berlayar di Samudera Pasifik, bahkan pelarungan jenazah terakhir viral di media sosial. Kapten kapal mengklaim keputusan melarungkan jenazah karena kematian disebabkan penyakit menular dan atas persetujuan seluruh ABK.
Kedutaan Besar Republik Indonesia Beijing telah menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi atas kasus tersebut. Dalam penjelasan kepada KBRI Beijing, Kementerian Luar Negeri Cina menyatakan pelarungan dilakukan sesuai aturan kelautan internasional untuk menjaga kesehatan awak kapal lainnya.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri