Menuju konten utama
TirtoEco

Perangkap Emisi Karbon di Laut Dalam

Laut berperan penting menjaga Bumi, terutama dari tangan-tangan perusak bernama manusia. Salah satu peran pentingnya adalah menyerap karbon di atmosfer.

Perangkap Emisi Karbon di Laut Dalam
ilustrasi penyerapan karbon oleh laut. FOTO/iStockphoto

tirto.id - “Menyia-nyiakan waktu untuk menghentikan perubahan iklim, bukan hanya tindakan amoral tapi ialah tindakan bunuh diri,” ujar Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dalam United Nations Climate Change Conference 2018.

Selama ini, kita memahami bahwa perubahan iklim memicu bencana alam ekstrem. Misalnya, banjir besar dan kekeringan panjang yang tidak dapat diprediksi. Tidak hanya itu, pemanasan global juga dapat mempercepat penipisan lapisan ozon di atmosfer.

Ozon berfungsi sebagai pelindung utama bumi dari radiasi ultraviolet (UV) berbahaya. Jika lapisan ini menipis terus-menerus hingga habis, sinar UV dapat menembus atmosfer tanpa hambatan dan berisiko membakar vegetasi di permukaan bumi.

Tumbuhan merupakan fondasi utama rantai makanan dan salah satu penyerap karbon dunia. Jika skenario tersebut terjadi, kekurangan pangan dunia tidak dapat terelakkan.

Melihat ancaman itu, tuntutan untuk meredam dampak pemanasan global pun makin gencar disuarakan, termasuk upaya mereduksi emisi karbon.

Salah satu elemen utama penyerap karbon adalah hutan. Ia dikenal sebagai salah satu penyerap karbon terbesar. Namun, yang sering terlupakan, laut juga merupakan penyerap utama emisi karbon dioksida.

Laut menyerap sekitar 30 persen emisi karbon dioksida global dan menghasilkan hampir 50 persen oksigen yang menopang kehidupan di bumi. Peran tersebut menjadikan laut hampir setara dengan hutan dalam fungsi vitalnya sebagai penyedia oksigen dan penyangga keseimbangan iklim.

Penyerapan karbon oleh laut bahkan dinilai lebih efektif dibandingkan di daratan. Hal itu dibuktikan oleh penelitian berjudul “Long-term viability of carbon sequestration in deep-sea sediments” yang terbit diScience Advances pada 2018. Dalam penelitiannya, Teng dan Zhang menjelaskan bahwa pada kedalaman laut tertentu, karbon dioksida memiliki daya apung yang sangat rendah sehingga pergerakannya menuju permukaan menjadi sangat terbatas. Kondisi tersebut memungkinkan penyimpanan karbon yang aman dan permanen di dasar laut.

Sebaliknya, di daratan, karbon yang tersimpan pada tumbuhan kerap terlepas kembali ke atmosfer. Karena itu, pengendapan karbon di daratan memerlukan usaha yang lebih besar. Sebagai misal, keberadaan lapisan batuan kedap di daratan dapat menghalangi migrasi karbon dioksida ke atmosfer, sebagaimana dikutip di jurnal Petroleum Science (2019).

Bagaimana Laut Mengurangi Emisi Karbon Dunia?

Laut berperan penting menjaga keseimbangan iklim bumi. Salah satunya terkait dengan kemampuannya menyerap sebagian besar emisi karbon dioksida. Tanpa peran laut, akumulasi karbon di atmosfer akan terjadi jauh lebih cepat. Dampaknya, laju pemanasan global makin sulit dikendalikan.

Penyerapan emisi karbon dioksida secara alami oleh laut disebut juga carbon sequestration. Berdasarkan catatan studi yang terbit di Nature Communications (2023), terdapat tiga jenis proses penyerapan karbon yang dilakukan oleh laut, yaitubiological carbon pump,physical pump, dan vertical migration.

Pertama, biological carbon pump, yakni mekanisme alami laut memindahkan karbon melalui aktivitas biologis. Dalam proses ini, sebagian besar kontribusinya datang dari organisme kecil yang sering luput dari perhatian, yaitu mikroalga (tumbuhan renik berukuran mikroskopis dan mampu melakukan fotosintesis).

Mikroalga menyerap karbon dioksida saat berfotosintesis. Mekanisme penyerapan karbon berlangsung lewat pompa biologis laut (biological pump).

Berdasarkan penelitian berjudul “Progress in Microalgae Application for CO₂ Sequestration” yang terbit di Cleaner Chemical Engineering pada 2022, efektivitas penyerapan karbondioksida mikroalga berkisar antara 40 hingga 93,7 persen. Efektivitas ini terwujud berkat laju pertumbuhan yang cepat dan kemampuannya mengonsentrasikan karbon dioksida selama fotosintesis.

Kedua, physical pump, merujuk pada proses pemindahan karbon dioksida dari permukaan laut ke kedalaman laut tanpa melalui aktivitas biologis langsung. Mekanisme ini meliputi subduksi massa air dan pencampuran vertikal.

Subduksi massa air ialah pergerakan massa air yang membawa karbon terlarut dan partikel organik lain ke laut dalam. Sementara itu, pencampuran vertikal ialah pengadukan air permukaan ke lapisan bawah laut. Dengan begitu, karbon juga ikut terarah ke kedalaman laut.

Ketiga, vertical migration, yaitu pergerakan harian mikroorganisme laut seperti zooplankton dan ikan kecil. Mereka akan naik ke permukaan pada malam hari untuk makan dan turun kembali pada siang hari. Siklus itulah yang membuat mereka bisa membawa CO₂ dari permukaan menuju laut dalam.

Ilustrasi Penyerapan Karbon oleh Laut

ilustrasi penyerapan karbon oleh laut. FOTO/iStockphoto

Tiga mekanisme itulah yang membuat karbon terserap ke dalam laut dan tersimpan dengan baik. Penyerapan ini dinilai lebih efektif karena karbon di bawah laut akan sulit terlepas ke atmosfer, tidak seperti proses yang terjadi di daratan.

Namun, kini terdapat tantangan serius bagi keberlangsungan proses penyerapan karbon oleh laut dan ekosistem pesisir.

Salah satu faktor hambatannya ialah ulah manusia yang memproduksi karbon secara berlebih. Merujuk studi berjudul “Emergence of an oceanic CO₂ uptake hole under global warming” (2025), kini laut mengalami perubahan sirkulasi dan pengasaman yang dipicu oleh pemanasan global.

Hal itu terjadi karena manusia makin banyak melakukan aktivitas yang membuat jumlah karbon membludak, misalnya dari efek gas rumah kaca yang pada akhirnya menyebabkan penurunan penyerapan karbon dioksida oleh laut.

Peran Ekosistem Blue Carbon dalam Mereduksi Karbon

Tidak hanya laut yang berperan penting mengurangi emisi karbon dunia. Ekosistem pesisir juga berperan dalam mengurangi emisi karbon, misalnya lewat populasi mangrove yang menyerap zat beracun tersebut.

Mekanisme pesisir dalam mengurangi emisi karbon pertama kali diperkenalkan melalui The International Blue Carbon Initiative pada 2009, yakni program kolaboratif jangka panjang yang melibatkan beberapa organisasi internasional, seperti International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) dari UNESCO.

Program tersebut memopulerkan konsep bernama blue carbon sebagai solusi alami untuk memitigasi perubahan iklim.

Ilustrasi Penyerapan Karbon oleh Laut

ilustrasi penyerapan karbon oleh laut. FOTO/iStockphoto

Peran ekosistem pesisir dalam menyerap karbon divalidasi juga oleh penelitian berjudul “Mangroves among the most carbon-rich forests in the tropics” yang terbit di Nature geoscience. Daniel C. Donato dan rekan-rekannya memaparkan bahwa mangrove memiliki kapasitas cukup besar untuk menyerap dan menyimpan karbon.

Proses penyimpanan karbon di pesisir didukung oleh kondisi tanah mangrove yang memperlambat dekomposisi bahan organik. Dengan begitu, karbon dapat tersimpan dalam jangka waktu yang sangat panjang.

Studi tersebut membuktikan bahwa mangrove dapat menyimpan karbon hingga 1.000 ton per hektar. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hutan tropis daratan.

Berdasarkan hal itu, laut dan ekosistem pesisir mesti dipandang bukan sebagai bentang alam, melainkan juga perisai hidup yang menjaga keseimbangan iklim dunia. Menjaganya berarti menjaga masa depan kita. Mengabaikannya, sama saja menyerahkan bumi pada kehancuran yang kita ciptakan sendiri.

Baca juga artikel terkait EMISI KARBON atau tulisan lainnya dari D'ajeng Rahma Kartika

tirto.id - TirtoEco
Kontributor: D'ajeng Rahma Kartika
Penulis: D'ajeng Rahma Kartika
Editor: Fadli Nasrudin