tirto.id - Rasa nyeri di organ genital ketika berhubungan badan disebut dengan istilah dyspareunia. Kondisi ini bisa terjadi pada pria maupun perempuan. Namun, dyspareunia lebih sering dialami oleh para perempuan.
Menurut laman American College of Obstetricians and Gynaecologists (ACOG), 3 dari 4 perempuan pernah mengalami nyeri pada organ genitalnya saat berhubungan seksual.
Dispareunia pada perempuan biasanya ditandai dengan nyeri pada vulva atau pintu masuk vagina. Seringkali nyeri dirasakan hingga bagian dalam vagina dan panggul bagian bawah.
Dispareunia tak hanya terjadi pada hubungan seksual pertama. Selain itu, kondisi ini paling umum terjadi pada perempuan pada masa pascamenopause.
Penyebab Dyspareunia yang Dialami Perempuan
Rasa nyeri pada kondisi dyspareunia sering dikaitkan dengan penetrasi yang terlalu dalam. Namun, berdasarkan informasi yang dilansir laman Mayo Clinic, ada banyak faktor yang dapat memicunya.
Berikut ini sejumlah faktor yang menjadi penyebab dyspareunia terjadi pada perempuan.
1. Kurangnya cairan pelumas pada vagina
Ketika berhubungan seksual, vagina akan mengeluarkan cairan sebagai pelumas. Kurangnya cairan biasa disebabkan oleh penurunan kadar estrogen usai menopause, persalinan atau saat menyusui.
2. Konsumsi obat-obatan tertentu
Obat-obatan tertentu dapat memengaruhi hasrat atau gairah seksual. Efeknya dapat mengurangi lubrikasi dan membuat seks terasa menyakitkan bagi perempuan.
Di antara obat-obatan tersebut, termasuk antidepresan, obat tekanan darah tinggi, obat penenang, antihistamin dan pil KB tertentu.
3. Cedera, trauma, atau iritasi
Cedera atau iritasi akibat kecelakaan, pembedahan panggul, sunat perempuan serta luka sayatan saat melahirkan untuk memperbesar saluran lahir (episiotomi), juga bisa memicu dyspareunia.
4. Peradangan, infeksi atau gangguan kulit
Infeksi area genital atau saluran kemih juga dapat menyebabkan hubungan seksual memicu rasa menyakitkan, atau dyspareunia. Selain itu, iritasi seperti eksim atau masalah kulit lainnya di area genital juga bisa menyebabkan masalah serupa.
5. Vaginismus
Istilah ini merujuk pada kondisi kejang pada otot-otot dinding vagina yang bisa terjadi secara tidak disengaja. Otot kejang ini bisa membuat penetrasi terasa menyakitkan bagi perempuan.
7. Kelainan bawaan
Masalah yang dapat muncul setelah melahirkan, seperti vagina yang terbentuk kurang sempurna (agenesis vagina) atau perkembangan membran yang menghalangi pembukaan vagina (selaput imperforata), juga dapat menyebabkan dyspareunia.
8. Penyakit dan kondisi tertentu
Kondisi endometriosis, penyakit radang panggul, prolapses uterus, uterus yang terbalik, fibroid uterus, sistitis, sindrom iritasi usus, disfungsi dasar panggul, adenomiosis, wasir, hingga kista ovarium, juga bisa menyebabkan dyspareunia.
9. Operasi atau perawatan medis
Bekas luka akibat operasi panggul, termasuk histerektomi, dapat menyebabkan hubungan seksual yang menyakitkan. Perawatan medis untuk kanker, seperti radiasi dan kemoterapi, pun berpotensi memicu kondisi serupa.
10. Faktor emosional
Beberapa faktor emosional meliputi masalah psikologis, kecemasan, depresi, kekhawatiran tentang penampilan fisik juga bisa berpengaruh terhadap gairah seksual serta membuat aktivitas seksual menjadi tidak nyaman. Ketika perempuan mengalami stres, otot-otot dasar panggulnya cenderung mudah mengencang sehingga berisiko memicu nyeri saat hubungan seksual.
Tips Mencegah Dyspareunia
Selama ini, belum ada cara pencegahan khusus untuk menghindari dyspareunia. Namun, seperti dilansir laman Health Line, untuk mengurangi risiko rasa nyeri ketika berhubungan seksual berikut tips yang bisa dilakukan:
- Usai melahirkan, sebaiknya hubungan seksual dilakukan minimal 6 pekan pascapersalinan.
- Saat vagina kering, sebaiknya gunakan pelumas yang larut dalam air
- Jaga kebersihan organ vital
- Lakukan perawatan medis secara rutin dan tepat
- Gunakan kondom untuk mencegah penyakit menular seksual
- Lakukan foreplay untuk mendorong lubrikasi pada vagina.
Laman Health Line juga menginformasikan setidaknya ada tiga jenis metode untuk mengobati dan mengatasi dyspareunia.
Pertama, dengan mengonsumsi obat-obatan tertentu. Metode ini dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi tertentu. Misalnya kasus infeksi, kondisi pascamenopause, kurangnya pelumas pada vagina karena kadar hormon estrogen menurun.
Kedua, terapi desensitisasi. Terapi ini merupakan latihan relaksasi vagina, agar oto-otot rileks dan tidak terasa nyeri ketika berhubungan seksual.
Ketiga, saat hubungan seksual terasa menyakitkan bagi pasangan, melakukan konseling dengan konselor ataupun terapis bisa menjadi solusi.
Penulis: Meigitaria Sanita
Editor: Addi M Idhom