Menuju konten utama

Penyebab Cuaca Panas & Penjelasan Lengkap BMKG Soal Gelombang Panas

Kondisi cuaca yang saat ini terjadi di Indonesia bukan termasuk kategori gelombang panas.

Penyebab Cuaca Panas & Penjelasan Lengkap BMKG Soal Gelombang Panas
Ilustrasi cuaca panas. foto/istockphoto

tirto.id - Cuaca panas akhir-akhir ini terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto menjelaskan berdasarkan citra satelit kemarin Selasa (27/4/2021) memang menunjukkan bahwa pada jelang siang hari perawanan di wilayah Indonesia relatif kurang.

Suhu maksimum siang hari yang biasanya terjadi pada tengah hari menunjukkan beberapa tempat terutama wilayah Jawa mencapai 35°C.

Siswanto juga mengatakan bahwa beberapa tempat di wilayah Indonesia bagian selatan hingga timur juga menunjukkan kelembapan udara yang relatif rendah dengan variasi harian berkisar 43 - 90 persen.

Kenapa cuaca akhir-akhir ini lebih panas atau terik?

Siswanto menjelaskan, pada saat cuaca cerah kurang awan, wilayah dengan suhu tinggi dan kelembapan udara rendah akan merasakan cuaca panas-kering (terik), sementara wilayah dengan kelembapan tinggi akan merasakan suasana panas-lembap (sumuk).

Secara garis besar beberapa penyebab cuaca terik atau panas di antaranya,

- cuaca cerah dan kurangnya perawanan di langit, sehingga pancaran radiasi matahari diterima maksimum oleh permukaan bumi.

- suhu permukaan siang hari tercatat cukup panas

- kelembapan udara relatif cukup rendah, sehingga udara terasa kering dan panas

"Kalau melihat peta-peta cuaca suasana terik umumnya terjadi di bagian selatan Indonesia mulai Jawa hingga NTT juga sebagian Kalimantan dan Sulawesi. Tapi mungkin tidak merata seluruh wilayah Indonesia," ujarnya.

Kapan puncak cuaca panas terjadi?

Menurut Siswanto untuk masyarakat yang tinggal di DKI Jakarta, suhu terasa panas pada siang hari umumnya memang dapat dirasakan terutama pada bulan April-Mei lalu kembali menurun dan nanti berulang lebih panas lagi pada Oktober-November. Suhu menurun lagi pada bulan Desember - Maret. Demikian berulang pada periode berikutnya.

Sedangkan bagi masyarakat yang tinggal di Semarang ada sedikit perbedaan pola kenaikan suhu panas secara gradual (sedikit demi sedikit atau bertingkat). Suhu maksimum (siang hari) di Semarang agak berbeda sedikit polanya, di mana secara gradual naik mulai April hingga puncaknya di September-Oktober nanti.

Sementara untuk wilayah Jogja, Kepala Kelompok Analisa dan Prakiraan Cuaca BMKG Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta, Sigit Hadi Prakosa menjelaskan cuaca panas yang akhir-akhir ini terjadi di Jogja, menurutnya karena pada April ini posisi matahari berada di belahan bumi Utara.

Posisi ini menurutnya relatif lebih jauh dari Jogja dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Akibat kondisi ini sudut datangnya sinar miring dan intensitas matahari lebih kecil dibandingkan Maret.

"Kondisi yang seakan panas dirasakan pada siang hari adalah faktor cuaca cerah sehingga tidak ada/sedikit awan yang menghalangi masuknya sinar matahari ke bumi. Catatan suhu maksimum dalam beberapa hari terakhir ini masih dalam kisaran normal yaitu 31 - 32 derajat celcius. Panas yang dirasakan juga karena faktor kelembaban udara minimum yang rendah yaitu berkisar 55 - 60 persen," ujarnya.

Apa cuaca panas karena gelombang panas?

Siswanto secara tegas menjelaskan bahwa kondisi cuaca yang saat ini terjadi di Indonesia bukan termasuk kategori gelombang panas.

"Tidak dikategorikan sebagai gelombang panas karena suhu maksimum masih berada dalam range statistik klimatologisnya pada bulan April. Untuk disebut kejadian gelombang panas apabila dalam periode 5 hari berturut-turut suhu maksimum tersebut lebih panas setidaknya 5°C dari rerata klimatologisnya pada bulan April," tegasnya.

"Jadi kalau misal di Jakarta normal suhu maksimumnya 35°C, dan pada April ini nanti ada kejadian setidaknya 5 hari berturut-turut suhu maksimumnya >40°C maka baru dapat dibilang gelombang panas," tambahnya.

Baca juga artikel terkait PENYEBAB CUACA PANAS atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Agung DH