Menuju konten utama

Calon Bapak, Ingat ya, Kehadiranmu Penting di Persalinan!

Bukan sekadar menemani, kehadiran suami saat persalinan penting bagi kesehatan ibu dan anak.

Calon Bapak, Ingat ya, Kehadiranmu Penting di Persalinan!
Header Diajeng Melahirkan Tanpa Suami. tirto.id/Quita

tirto.id - David Beckham, seperti atlet profesional lainnya, tak pernah melewatkan kesempatan emas dalam karier sepak bolanya. Tapi ia justru hampir melewatkan momen kelahiran anak ketiganya, Cruz, karena waktu yang bentrok dengan sesi pemotretan bareng Beyoncé dan Jennifer Lopez.

“Aku seperti…sungguh, hampir meledak!” kata Victoria, mengenang momen persalinan Cruz 18 tahun lalu dalam salah satu episode serial dokumenter Beckham yang belum lama ini tayang di Netflix.

“Aku sedang bed rest (saat itu). Serius (nggak sih)?! Kamu ada sesi foto sama Jennifer Lopez yang cantik plus dbelum punya bayi!”

Perkara kehadiran suami dalam proses persalinan memang bisa jadi hal serius dalam rumah tangga. Tak hanya menyangkut kualitas hubungan, tapi juga kesehatan mental dan fisik.

Kehadiran suami saat persalinan bisa dibilang krusial, salah satunya, membantu mempercepat durasi persalinan dan menekan risiko terjadinya kasus sistem pernapasan atau gagal napas, bahkan menekan risiko operasi caesar pada proses kelahiran normal.

FS, 36 tahun, berbagi pengalaman melahirkan anak ketiganya kepada diajeng dan bagaimana dia berjuang sendirian agar tetap “waras”.

“Dua minggu jelang due date, saya ngomong ke suami buat bilang ke atasannya supaya dia nggak diberikan tugas ke luar kota. Maklum, suami saya ini karyawan di salah satu kantor yang didedikasikan khusus untuk menangani satu klien. Dalam sebulan, dia bisa 3-4 kali tugas ke luar kota,” ujar FS.

Rupanya permintaan FS ini luput disampaikan oleh sang suami ke atasan sampai akhirnya ditugaskan oleh kantor ke Sorong.

“Waktu itu, pas suami bilang ke saya, dia cuma bisa nunduk dan merasa bersalah. Saya merasa menjadi nggak penting lagi di mata. Jelang melahirkan pun suami masih nggak bisa meninggalkan tugas kantor,” kenang FS dengan suara bergetar.

“Hanya jeda dua hari sejak keberangkatan suami ke Sorong, saya melahirkan.”

Beruntung persalinan FS berjalan lancar walau hanya didampingi ibu mertua dan adik iparnya, sementara suami FS ditugaskan ke daerah yang sinyalnya terbatas sehingga komunikasi terkendala.

“Duh, udah nggak tahu lagi deh gimana rasanya. Harus tahan sakit, harus kontrol emosi juga karena suami nggak bisa mendampingi. Tapi, di sela-sela menahan sakit, hanya satu yang ada dalam benak saya. Bagaimana pun juga, saya harus kuat dan memastikan anak kami lahir dengan selamat meskipun selama persalinan saya berjuang sendiri,” ujar FS.

Penting bagi ibu hamil (bumil) berada di lingkungan positif dan memiliki support system yang dapat membantunya menjalani kehamilan dengan sehat dan bahagia. Pasalnya, tidak sedikit ibu yang mengalami stres akibat terjadinya perubahan fisik dan hormon selama hamil.

Header Diajeng Melahirkan Tanpa Suami

Header Diajeng Melahirkan Tanpa Suami. foto/IStockphoto

“Terlepas dari kenyataan bahwa suami tidak mendampingi saya saat melahirkan, saya mengakui kalau saya beruntung punya papa-mama mertua yang baik. Saya sangat merasakan dukungan mereka selama masa kehamilan ketiga anak saya,” tutur FS.

Dr. Mary Kimmel, asisten profesor di Fakultas Kedokteran Universitas North Carolina, mengatakan perubahan hormon estrogen dan progesteron jadi biang keladi fluktuasi emosi dan mood pada bumil.

“Kehamilan merupakan masa transisi seorang wanita dan selama berada dalam tahap ini emosinya bakal mengalami fluktuasi. Ada orang yang mungkin tidak mengalami fluktuasi mood drastis, tapi bukan hal aneh jika perempuan mengalami fluktuasi mood hebat, terutama di masa awal kehamilan dan jelang persalinan,” Dr. Kimmel.

Absennya sang suami dalam persalinan, diakui FS, sempat membuatnya down. Emosi FS terhadap sang suami masih berlanjut hingga ia meninggalkan rumah sakit. Perlu waktu lebih dari enam bulan bagi suaminya untuk mendapatkan kembali kepercayaan FS.

“Begitu sampai rumah setelah dinas, dia (suami) nangis dan minta maaf. Dia juga janji untuk membereskan semua urusan rumah selama saya pemulihan. Untung semua janjinya benar-benar dia tepati. Terlihat, dia memang benar-benar merasa bersalah. Selama pemulihan, saya bisa istirahat dengan baik, bahkan kalau tengah malam anak kami terbangun, dia yang akan mengecek. Dia nggak membangunkan saya, kecuali memang si adik perlu ASI,” cerita FS.

Sikap inilah yang akhirnya membuat FS luluh. Namun bukan berarti FS segera melupakan momen perjuangan melahirkan seorang diri tanpa suami.

Header Diajeng Melahirkan Tanpa Suami

Header Diajeng Melahirkan Tanpa Suami. foto/Istockphoto

Menurut Kimmel, ada bumil yang sensitif terhadap perubahan hormon estrogen dan ada juga yang sensitif dipengaruhi oleh melonjaknya hormon progesteron atau hormon stres. Sayangnya, pada masa kehamilan, hormon yang mengatur rasa takut dan lelah meningkat drastis di otak.

Stres yang berlangsung dalam waktu lama ataupun berulang dapat berdampak buruk pada kesehatan bumil. Bukan tidak mungkin, kondisi ini berdampak buruk juga pada kesehatan janin hingga yang terburuk adalah risiko keguguran. Ini yang membuat calon ibu perlu mendapat dukungan penuh, terlebih dari suami.

Beckham, pada akhirnya, ada di sisi Victoria saat ia berjuang antara hidup dan mati melahirkan Cruz. Dan FS memang melahirkan seorang diri, tapi sang suami menebusnya dengan memberi perhatian penuh pasca-persalinan.

Bagaimanapun, karena satu dan lain hal, tak semua bumil beruntung bisa terus didampingi suami dari masa kehamilan sampai persalinan.

Soal ini, komunikasi yang terbuka menjadi satu-satunya solusi, karena persalinan ibarat garis start bagi pasangan untuk memulai kehidupan baru yang cuma bisa dijalani jika keduanya saling dukung dan membentuk tim yang solid.

Baca juga artikel terkait DIAJENG atau tulisan lainnya dari Syarahsmanda Sugiartoputri

tirto.id - Diajeng
Kontributor: Syarahsmanda Sugiartoputri
Penulis: Syarahsmanda Sugiartoputri
Editor: Yemima Lintang