tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan bahwa status kewarganegaraan teroris Jamaah Islamiyah (JI) Encep Nurjaman Riduan alias Hambali, belum jelas secara hukum.
Yusril mengatakan saat ditangkap 20 tahun silam, Hambali tidak menunjukkan paspor Indonesia, melainkan paspor Spanyol dan Thailand.
"Tidak menunjukkan paspor Indonesia atau bukti atau identitas bahwa dia adalah warga negara Indonesia (WNI)," kata Yusril, dalam keterangannya, yang dikutip, Senin (16/6/2025).
Yusril menjelaskan berdasar dengan Undang-Undang Kewarganegaraan, apabila WNI menjadi warga negara lain dan memegang paspor negara lain, maka statusnya sebagai WNI telah gugur.
"Meskipun sekarang ini yangg bersangkutan sedang diadili oleh pengadilan militer di Amerika Serikat, kita mau menunggu apa sebenarnya putusan pengadilan itu, nanti akan menjadi jelas apa sebenarnya kewarganegaraan dari Hambali ini," ujarnya.
Yusril juga mengatakan, sejak Hambali ditahan di penjara militer Amerika Serikat di Guantnamo, Kuba, tidak pernah ada komunikasi antara Hambali dan perwakilan pemerintah Indonesia.
Dia mengatakan bahwa jika memang Hambali bukan lah WNI, maka pemerintah Indonesia dapat mempertimbangkan untuk melakukan penangkalan terhadap Hambali, agar tidak bisa masuk ke Indonesia, dengan mempertimbangkan manfaat kembalinya teroris tersebut.
Kemudian, dia juga menyebut bahwa kembalinya Hambali ke Indonesia sudah pasti akan menimbulkan kerugian dan masalah bagi masyarakat.
"Tentu akan ada masalah di sini," katanya.
Yusril menjelaskan permasalahan akan timbul karena Hambali telah melakukan kejahatan. Yusril mengatakan Hambali diduga terlibat dalam kasus bom Bali yang menimbulkan banyak korban dan meninggalkan luka bukan hanya bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga bagi masyarakat Australia.
"Kalau warga negara Indonesia ya kita enggak bisa menangkal mereka kembali ke Indonesia, tapi kalau orang asing kita bisa menangkal yang bersangkutan masuk ke wilayah Indonesia," pungkasnya.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama