tirto.id - Menteri Koordinator Bidan Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah membutuhkan kebijakan extraordinary untuk memulihkan perekonomian pasca COVID-19. Pasalnya, proyeksi terburuk pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini menyentuh ke angka -0,4 persen.
Penurunan pertumbuhan ekonomi juga berimbas pada meningkatnya angka pengangguran sebesar 2,92 juta hingga 5,23 juta orang, sementara angka kemiskinan diprediksi bertambah di kisaran 1,16 juta hingga 3,78 juta jiwa.
Untuk itu, pemerintah perlu mengeluarkan terobosan kebijakan yang dapat menstimulus pertumbuhan ekonomoi lebih tinggi.
Paling tidak, kata dia, pertumbuhan ekonomi masih bisa bertahan di angka 2,3 persen hingga akhir tahun 2020. Dengan demikian, akselerasi pertumbuhan ekonomi bisa dilakukan di tahun berikutnya dengan proyeksi pertumbuhan di kisaran 4,5 hingga 5,5 persen.
"Bagi perekonomian sendiri issue yang perlu didorong adalah recovery dari COVID-19 kemudian mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan daya saing," ujarnya dalam rapat Badan Legislasi, Selasa (14/4/2020).
Airlanga mengatakan, pemulihan ekonomi perlu dilakukan dengan melajutkan agenda transformasi struktural yang dijalankan pemerintah lewat Perppu nomor 1 tahun 2020.
Untuk melengkapi kebijakan Perppu tersebut, kata Airlangga, maka Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja perlu diselesaikan.
Beleid tersebut sendiri terdiri dari beberapa kluster antara lain investasi dan perijinan sebanyak 80 pasal, perijinan lahan 19 pasal, investasi dan projek strategis nasional 16 pasal, umkm dan koperasi 15 pasal, kemudahan berusaha 11 pasal, ketenagakerjaan 5 pasal, kawasan ekonomi 4 pasal, pengawasan dan sanksi 3 pasal, serta riset dan inovasi 1 pasal.
"Masalah fundamental yang terkait dengan obesitas regulasi, perbaikan daya saing dan angka angkatan kerja dan terkait dengan kemudahan berusaha, umkm dan kepastian hukum," tuturnya.
Ditarget Selesai Tahun Ini
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Partai Golkar Firman Soebagio menilai RUU Cipta Kerja merupakan langkah konkrit dan terobosan dari pemerintah untuk memastikan pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19.
Menurutnya, dampak ekonomi dari COVID-19 dirasakan oleh seluruh dunia dan Indonesia memang harus merespon permasalahan ekonomi ini dengan segera.
Jika pemerintah dan DPR tak segera membuat regulasi ekonomi yang memadai atau terobosan yang mengimbangi negara lain, maka Indonesia akan ketinggalan dan terpuruk dalam permasalahan ekonomi yang berkelanjutan pasca pandemi.
"Target investasi bisa tidak tercapai, ekonomi kita tidak akan pulih, ditambah lagi tenaga kerja yang sudah banyak menganggur akan terus bertambah dan sangat sulit diatasi. Sekarang justru tepat kita melakukan pembahasan RUU Cipta Kerja ini," katanya melanjutkan.
Firman juga mengatakan bahwa di tengah pandemi COVID-19 ini, justru tiap bidang harus menjalankan tugasnya secara efektif. "Tim ekonomi juga kan harus jalankan tugasnya, mempersiapkan dampak ekonominya. Sehingga ketika semua ini berakhir, kita sudah siap dan ekonomi juga pulih kondisinya," katanya.
Dalam ketentuan perundangan, Firman menyatakan bahwa pembahasan rancangan perundangan harusnya bisa diselesaikan dalam dua masa sidang.
DPR menargetkan draf ini bisa selesai dibahas tepat waktu di tahun ini. "Tentu kita juga harus libatkan stakeholder, tapi harus dilihat juga bahwa ini kepentingan nasional," tutupnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Hendra Friana