Menuju konten utama

Pengamat Terorisme: Ekonomi Tak Selalu Jadi Pendorong Radikalisasi

Robi mencontohkan pelaku bom di Surabaya memiliki latar belakang ekonomi yang baik, tapi memiliki pemahaman agama yang kurang.

Pengamat Terorisme: Ekonomi Tak Selalu Jadi Pendorong Radikalisasi
Kondisi jalan Ngagel Madya menuju Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela ketika proses olah TKP, Minggu (13/5/2018). tirto.id/Tony Firman

tirto.id - Robi Sugara, peneliti terorisme dari Indonesia Muslim Crisis Center menegaskan, faktor ekonomi tak selalu menjadi faktor utama radikalisasi. Selain ekonomi, Robi menyebut ada dua faktor lain yang mendorong radikalisasi.

Faktor pertama adalah minimnya pengetahuan soal agama. Menurutnya banyak pelaku teror yang mapan secara ekonomi dan pendidikan, tapi minim di sisi pengetahuan keagamaan. Ia mencontohkan hal tersebut terjadi di kalangan orang-orang beragama yang modernis dan tidak mempelajari agamanya tidak secara komprehensif.

"Itu kan mereka belajar Islamnya instan simple, di permukaan. Islam itu pakai cadar, Islam itu pakai jilbab, Islam itu berjenggot. Kemudian narasi jeleknya Islam itu ditindas di internasional, Islam itu dipojokkan, dan sebagainya. Nah kelompok-kelompok yang rentan itu seperti itu," kata Robi Sugara kepada Tirto lewat sambungan telepon, Senin (14/05/2018).

Lebih lanjut ia mengatakan, karena belajar secara instan, para pelaku aksi teror tidak mengetahui kalau Islam memiliki banyak warna.

Robi mencontohkan Dika Supriyanto, salah seorang pelaku utama aksi teror di Surabaya hari Minggu lalu. Menurutnya, Dika memiliki latar belakang ekonomi yang baik, tapi memiliki pemahaman agama yang kurang.

Selain itu, Robi menambahkan sosok Triyono Utomo Abdul Bakti, mantan PNS Kementerian Keuangan yang diduga akan ikut ISIS, tapi keburu dideportasi pemerintah Turki beserta istri, tiga anak, dan 4 WNI lainnya pada Januari 2017 lalu.

Faktor lainnya adalah keinginan untuk membuktikan dalil-dalil keagamaan. Robi mengambil sosok Ahbar, salah seorang dari 14 WNI yang dicokok Densus 88 saat baru mendarat di terminal 2D bandara Soekarno-Hatta dari Turki, Februari 2017 lalu.

"Dia ingin membuktikan khilafah itu benar adanya, hadis-hadis akhir zaman itu benar dan adanya di Suriah. Dia bahasa Arabnya bagus, pemahaman keagamaannya dari sisi literatur-literaturnya bagus, kemudian dia ingin membuktikan," kata Robi.

Untuk itu, kata dia, saat ini yang bisa dilakukan adalah pemerintah segera menerbitkan Perppu agar aparat keamanan bisa mendeteksi orang-orang yang berpotensi melakukan aksi teror.

"Paling mungkin dilakukan pemerintah saat ini adalah presiden mengeluarkan Perppu untuk mengidentifikasi seluruh pendukung ISIS di seluruh Indonesia, semua dipanggil aparat keamanan setempat," tutup Robi.

Baca juga artikel terkait TEROR BOM atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Alexander Haryanto