tirto.id - Supriyadi alias Aseng menenteng senjata diduga jenis Pre-Charged Pneumatic ke sebuah kebun sawit di Desa Simpang Deli Kilang, Kecamatan Darul Makmur, Kabupaten Nagan Raya, Aceh. Ia turun dari motor trail miliknya, kemudian berteriak kepada Devis Misanov, seorang petani sawit yang sedang bertekun di ladang.
Devis kaget mendengar teriakan itu. Ketika ia menoleh, dia melihat Aseng berjarak 15 meter dari hadapannya. Kedua pria itu dipisahkan parit kecil. Tak disangka, anggota Kodim 0116 Nagan Raya itu menembak si petani, satu kali. Peluru melesat mengenai pinggul kiri, lalu bersarang di perut Devis. 14 April 2021, sekira pukul 16, pelor itu menerjangnya.
Devis berusaha berlari lurus ke motor matik miliknya yang ia parkir, tapi terhuyung dan sempat tiga kali jatuh-bangun. Akhirnya dia menjatuhkan diri ke dataran yang lebih rendah dari tempat ia ditembak, di situ dia bersembunyi dan mendengar beberapa orang bercakap-cakap mencari dirinya. Lantas ia pingsan. Magrib menjelang, Devis siuman. Dia mulai merangkak ke arah motornya, tapi ia tak menemukan kendaraan roda duanya.
Lantas ia merangkak ke rumah rekannya guna meminta pertolongan agar kawannya itu menelepon Donny, adik Devis. Donny datang, kemudian membawa abangnya ke klinik. Usai mendapatkan pertolongan pertama di klinik, Devis dilarikan Rumah Sakit Umum Daerah Teungku Peukan, sekira pukul 23, guna perawatan lanjutan.
Semua ini bermula pada 28 Februari alias 14 hari sebelum penembakan. Aseng menuduh Devis seharian mengajak adik sepupunya yang bernama Nando, untuk mabuk dan mengonsumsi narkoba. Padahal, kata Ketua Divisi Advokasi Kontras Aceh Azharul Husna, Nando menumpang motor Devis untuk membeli bahan bakar sebelum pulang.
“Setelah ND (Nando) bertemu dengan AS (Aseng), ND dianiaya AS dan dibawa ke rumah korban (Devis) sekitar jam 7 malam, dengan kondisi tangan terikat. Saat di rumah korban, Donny bertanya apakah benar ND dibawa seharian dan dirusak oleh korban? ND menjawab ‘tidak’,” kata Husna, Selasa (11/5/2021).
Karena malu dengan tuduhan itu, Aseng kemudian mengancam keluarga Devis bahwa akan menganiaya Devis lebih daripada Nando. Saat itu Devis tak di rumah. Alhasil, penembakan terhadap Devis terjadi.
Polres Nagan Raya mengusut perkara ini. Polisi pun memeriksa Nando. Nando sempat mengaku sebagai pelaku penembakan. Ketika tahap olah tempat kejadian perkara, polisi menanyakan siapa yang menyuruhnya datang ke kebun sawit. Jawabannya: Komandan. Komandan yang Nando maksud adalah Aseng.
“Yang suruh ngaku kamu nembak, siapa?
“Abuwa (paman dalam bahasa Aceh).”
“Siapa nama?”
“Aseng.”
“Dia kerja di mana?”
“TNI.”
“TNI di mana?”
“Tidak tahu, Pak.”
Polisi hanya meminta keterangan Nando, karena bukti dan keterangannya, ia tak dijadikan tersangka. Di hari penembakan, ada saksi bernama Angga. Usai dengar tembakan di kebun, Angga melihat Aseng.
Alih-alih menetapkan Nando atau Aseng sebagai tersangka setelah pemeriksaan keduanya, polisi justru menetapkan Antonius alias AT, nama baru yang muncul dalam perkara ini. Antonius bahkan tidak menjalani pemeriksaan.
“Saat penembakan, AT memantau korban yang sedang mencuri sawit di kebun sebelah,” kata Husna menceritakan kembali alasan pihak Polres Nagan Raya menjadikan Antonius sebagai tersangka. Polisi menggerebek mes para pemburu babi, di situ ada tiga pucuk senjata diduga ilegal yang disita.
Polisi menjerat Antonius dengan kepemilikan senjata api ilegal. “(Tersangka dijerat) Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951,” ujar Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Winardy, ketika dikonfirmasi Tirto, Selasa. Bahkan Antonius terancam hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun.
Rekayasa Percobaan Pembunuhan
Kadiv Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldi berujar pihaknya menduga adanya rekayasa kasus yang dilakukan aparat penegak hukum.
“Nando memberikan pernyataan seperti itu karena disuruh oleh Aseng. Anehnya, aparat tidak segera memeriksa Aseng, malah menetapkan Antonius sebagai tersangka,” jelas Andi kepada Tirto, Selasa. Bahkan berdasarkan pengakuan beberapa orang kepada Kontras, Aseng juga diduga dikenal suka memeras pengguna narkotika.
Karena menghambat keadilan dan terdapat indikasi pelanggaran hak asasi manusia, Andi menilai terduga pelaku telah melanggar Pasal 28D UUD 1945, Pasal 26 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, serta Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Sementara, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh Syahrul mengatakan kasus ini jangan dianggap sebagai penganiayaan biasa.
“Ini bukan penganiayaan, ini bisa dilihat dengan jelas (soal) percobaan pembunuhan karena korban belum meninggal. Jika korban meninggal, tak tertolong, itu termasuk pembunuhan berencana,” tutur Syahrul, Selasa.
Bahkan bisa saja, lanjut Syahrul, kejadian ini dilakukan bersama-sama lantaran pelaku tak seorang diri. Secara kelembagaan, tak mungkin Polres Nagan Raya tak punya kapasitas untuk membongkar perkara ini. Aneh ketika pengusutan tindak pidana ini tak dilaksanakan secara cepat, tepat, dan transparan.
Syahrul mengakui penetapan tersangka berlangsung cepat namun tidak tepat dalam penggunaan pasal dan meringkus pelaku. Hasil temuan, bahkan Antonius tak mengenal korban.
“Belum lagi ada dugaan mengaburkan siapa otak perkara ini.”
Komandan Kodim 0116 Nagan Raya Letkol Inf Guruh Tjahyono mengklaim pihaknya merujuk kepada hasil penelusuran kepolisian lantaran polisi sudah menetapkan satu tersangka penembakan.
“Tapi kalau memang itu berkembang (terduga penembak adalah anggota TNI) akan dilimpahkan ke Polisi Militer Angkatan Darat. Itu keterangan dari kepolisian. Anggota kami diminta keterangan, iya. Kalau keterlibatan, tidak ada,” aku Guruh kepada Tirto, Selasa.
Bahkan sekarang ada uji balistik dari peluru yang dimuntahkan si penembak. Guruh juga mengaku Aseng adalah anggotanya yang dimintai keterangan oleh polisi. Bila Aseng betul terlibat dalam perkara ini, maka akan ditindak secara internal. “Kalau terlibat, sesuai proses hukum saja. Nanti polisi akan melimpahkan ke Pomad, kami yang menindaklanjuti.”
Penulis: Adi Briantika & Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri