tirto.id - Guru Besar Hukum Tata Negara dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Juanda, menganggap penambahan masa jabatan presiden tidak punya dasar argumentasi yang kuat. Menurutnya usul ini lebih ke faktor 'politik'.
"Saya lihat di sini ada tendensi politik kelompok untuk supaya 'ah ini dua periode tidak cukup,' supaya menjadi tiga periode," katanya dalam diskusi bertema 'Membaca Arah Amandemen UUD 1945' di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Sabtu (30/11/2019).
Menurutnya jika ini benar-benar terjadi, orang-orang yang ada di legislatif, dan siapa pun yang mendukungnya, tidak bersetia dengan demokrasi yang sudah diperoleh sejak 20 tahun lalu.
Jadi, kata Juanda menegaskan, "tidak usah lah otak-atik masalah jabatan, tetap dua periode. Tinggal mengatur dan me-manage hal-hal yang kurang tepat."
Usul penambahan masa kerja presiden bersamaan dengan wacana amandemen UUD. Masa kerja presiden memang diatur dalam UUD, yang merupakan kewenangan MPR.
Tapi MPR membantah kalau usul penambahan masa kerja presiden berasa dari mereka. Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan "wacana tentang masa jabatan presiden dari luar."
"Sebagai bagian kehidupan berdemokrasi, kita tidak boleh membunuh, mematikan wacana yang berkembang di ruang publik. Kita ikuti saja soal itu," katanya, pekan lalu.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino