Menuju konten utama

Pemilu, Obral Agama, Kumpul Hari Raya di Balik Bencana Covid India

Di balik bencana Covid-19 di India, ada pemilu, politisi fundamentalis Hindu, dan dukungan untuk kumpul-kumpul di hari raya.

Pemilu, Obral Agama, Kumpul Hari Raya di Balik Bencana Covid India
Kerabat memakai alat pelindung diri (APD) saat menghadiri pemakaman seorang pria, yang meninggal akibat terinfeksi virus corona (COVID-19), di sebuah krematorium di New Delhi, India, Rabu (21/4/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Adnan Abidi/WSJ/djo

tirto.id - Lebih dari 17 juta kasus infeksi Covid-19 sudah dilaporkan di India, negara berpenduduk 1,38 miliar. Sejak 21 April, pertambahan kasus infeksi Covid-19 harian menembus 314 ribu—dan cenderung meningkat pada hari-hari berikutnya. Senin (26/4/2021), India melaporkan lebih dari 352 ribu kasus positif Covid-19, kenaikan kasus tertinggi yang pernah dicatat oleh suatu negara dalam kurun 24 jam. Angka tersebut lebih besar daripada yang dilaporkan Amerika Serikat 8 Januari, yakni 300.669 kasus menurut perhitungan New York Times.

Negeri Bharata ini memang sempat terlena. India mengalami puncak gelombang pertama pandemi pada September 2020 dengan tambahan kasus rata-rata harian sebanyak 80-90 ribuan. Setelah itu, jumlah kasus positif Covid-19 mulai konsisten melandai. Tren ini berlanjut sampai pertengahan Februari 2021, ketika rata-rata kenaikan kasus selama satu minggu berkisar pada angka 11 ribu.

‘Kemenangan’ yang Terlalu Dini

Perdana Menteri Narendra Modi pun bersukacita atas penurunan angka infeksi tersebut. “India tidak berkompromi dengan situasi Covid dan sudah mengambil keputusan-keputusan proaktif untuk meredam penyebaran virus yang cepat. Berbekal solusi made-in-India, kami menahan penyebaran virus dengan signifikan dan memanfaatkan peluang untuk meningkatkan infrastruktur kesehatan. Kapasitas riset dan produksi vaksin kami sudah memberikan perisai perlindungan, tak hanya untuk India namun juga banyak negara di dunia,” ungkapnya dalam pidato di Konvensi ke-18 Universitas Tezpur yang diselenggarakan secara daring akhir Januari silam. Modi menambahkan, vaksinasi nasional berjalan lancar berkat kepercayaan diri para ilmuwan, akademisi dan industri.

Saking yakinnya pandemi mulai teratasi, Modi mempersiapkan naskah pidato megah dalam rangka mendukung program-program kampanye Partai Bharatiya Janata (BJP). Sepanjang April, partai fundamentalis Hindu BJP bertarung untuk memenangkan suara hati rakyat dalam pemilu dewan legislatif di lima negara bagian: Benggala Barat, Assam, Kerala, Tamil Nadu dan Puducherry. Semua wilayah tersebut bukanlah ranah kekuasaan BJP—hanya Assam yang parlemennya diisi secara berimbang oleh politisi dari BJP dan parpol setempat, Asom Gana Parishad.

Tak mengherankan, sekian minggu sebelum pemilu berlangsung, Modi begitu bersemangat untuk ikut terlibat dalam usaha membalikkan peta politik di sana. Perhatian terutama dicurahkan ke Benggala Barat, di mana BJP dikabarkan sudah berbulan-bulan menghabiskan waktu dan energi untuk merebut kursi kekuasaan dari Mamata Banerjee dan Partai All India Trinamool Congress. Tepatnya pada 7 Maret, Modi mengisi acara kampanye yang digembar-gemborkan sebagai “pawai akbar” (rapat umum raksasa) di Alun-alun Brigade Parade, lahan terbuka ikonik di Kolkata, yang diperkirakan mengundang sampai 700 ribu massa. Betul saja, kehadiran Modi di sana disambut dengan gegap gempita oleh lautan manusia. Satu jam lamanya Modi berpidato dengan berapi-api. Ia mengaku belum pernah disambut oleh massa sebanyak yang ditemuinya hari itu.

Festival Kumbh Mela

Selain berita heboh tentang safari politik PM Modi ke penjuru negeri, terdapat dua momen penting yang dimulai pada bulan Maret.

Pertama, umat Hindu tengah bersiap menyambut Kumbh Mela, serangkaian ritual keagamaan mandi suci di Sungai Gangga yang dirayakan setiap 12 tahun. Satu dari empat lokasi ziarahnya dilakukan di tepi Sungai Gangga di kota suci Haridwar, negara bagian utara Uttarakhand, yang berlangsung selama satu bulan lebih.

Kedua, pada Maret, angka positif Covid-19 di India mulai merangkak. Akan tetapi, perhatian segelintir elite politik terhadap kenaikan kasus infeksi virus tampak terkubur di balik gairah persiapan menyambut festival Kumbh Mela di Haridwar, yang rupanya didukung oleh politisi setempat dari BJP, partai nasionalis Hindu penyokong PM Modi.

Pernyataan-pernyataan Kepala Menteri (chief minister) negara bagian Uttarakhand, Tirath Singh Rawat, dipandang berperan penting mendorong penyelenggaraan Kumbh Mela di Haridwar. Pada 20 Maret misalnya, ia mengajak umat Hindu dari seluruh penjuru dunia untuk mandi suci di Haridwar. “Tak seorang pun bakal dihentikan atas nama Covid-19, karena kami yakin bahwa iman kepada Dewa akan mengatasi rasa takut terhadap virus,” ujarnya. Rawat mengaku, sekitar 3,4 juta orang sudah tiba di Haridwar untuk mengikuti acara mandi suci sejak ritual dimulai pada 11 Maret. Pada waktu yang sama, sejumlah koran lokal ikut mempromosikan kutipan-kutipan bergambar tokoh-tokoh BJP, dari Rawat sampai Modi, yang menyebut bahwa acara keagamaan ini “bersih” dan “aman” untuk dihadiri umat Hindu.

Pada 13 April, ketika angka positif Covid-19 sudah jelas-jelas meroket, Rawat masih bersikeras bahwa Covid-19 “tidak ada” karena “berkah dari Ibu Gangga ditemui di aliran sungai”. Kala itu, Rawat membela Kumbh Mela karena acara diselenggarakan di ruang terbuka dan berbagai upaya untuk mencegah penyebaran virus terus digalakkan. Misalnya, pengecekan terhadap para pendatang sebelum memasuki Haridwar, pengaturan jaga jarak dan pemakaian masker, sampai pemberlakuan tes Covid-19 secara acak. Namun, video dan foto-foto menunjukkan betapa langkanya penerapan protokol kesehatan di kalangan peserta ritual.

Menurut Anilesh S. Mahajan di India Today edisi Mei 2021, Rawat memang seorang politisi yang berusaha memanfaatkan festival Kumbh Mela untuk membangun jaringan dengan kelompok-kelompok agama dan para tokoh Hindu. Awal Maret ini, ia baru saja menggantikan Ketua Menteri yang mengundurkan diri. Sebagai pemimpin baru, Rawat berjanji untuk lebih suportif pada kegiatan keagamaan umat Hindu, termasuk berjanji akan “membebaskan kuil-kuil mereka” dari kontrol negara. Hanya saja, Rawat terlampau optimis bahwa Kumbh Mela bisa berlangsung lancar tanpa ada pembatasan atau halangan. Bukan mustahil jika hal ini berdampak pada semakin parahnya pandemi, yang kelak malah merugikan kedudukan politik Rawat di Uttarakhand.

Seiring melejitnya jumlah kasus positif Covid-19 di tingkat nasional, PM Modi mengeluarkan pernyataan bahwa festival keagamaan Kumbh Mela harus dibuat “simbolis” saja untuk membantu menekan angka infeksi. Sayangnya, seruan ini terlambat. Di Uttarakhand, New Indian Express melaporkan, terjadi ledakan kasus aktif Covid-19 sampai 1.800 persen sejak 31 Maret sampai 24 April—bertepatan dengan serangkaian upacara Kumbh Mela. Pada akhir Maret, Uttarakhand mencatat 1.800-an kasus aktif Covid-19. Kurang dari sebulan kemudian, angkanya sudah mengudara jadi 33.330 kasus. Pemerintah memperkirakan 3,5 juta orang hadir pada upacara pada 12 April, sementara dua hari kemudian jumlahnya berkisar 1,35 juta orang.

“Orang-orang tewas seperti lalat…”

Ledakan pasien Covid-19 ditemui pula di titik-titik penyelenggaraan pemilu di Benggala Barat, yang kampanyenya diramaikan oleh PM Modi beberapa pekan silam. Menurut perhitungan dari The Print, terjadi peningkatan kasus Covid-19 di sana sampai 1.500 persen. Pada 11 Maret, jumlah total kasus aktif Covid-19 sempat mencapai titik rendah, sekitar 3.000-an. Akan tetapi, sejak 20 Maret, jumlahnya melonjak. Tepatnya pada 20 April, lebih dari 53 ribu kasus aktif ditemui di Benggala Barat (seminggu kemudian angkanya nyaris 95 ribu). Sejumlah faktor memang berkontribusi pada penyebaran virus, namun kerumunan yang bertepatan dengan kepentingan pemilu tetap dinilai berperan besar meningkatkan kasus positif Covid-19 di Benggala Barat.

Peningkatan kasus infeksi Covid-19 turut merobohkan sistem layanan kesehatan di kawasan dengan kepadatan penduduk paling tinggi, Uttar Pradesh. Sampai 27 April, negara yang dihuni 240 juta populasi jiwa tersebut memiliki total kasus aktif Covid-19 lebih dari 304 ribu, dikutip dari perhitungan The Wire.Padahal, mereka punya rekor rata-rata angka yang rendah pada Maret (1.600-an kasus pada 9 Maret). Masih pada 27 April, akumulasi kasus positif Covid-19 terbesar ditemui di negera bagian Maharashtra dengan 676 ribu kasus. Angka tersebut meningkat drastis sejak dua bulan terakhir. Pada 13 Februari misalnya, Maharashtra “hanya” mencatat 32 ribu kasus aktif.

Imran Ahmed adalah seorang relawan kesehatan dari desa Ballia, kota Sikanderpur di negara bagian Uttar Pradesh, yang turut berjibaku berburu tabung oksigen untuk membantu warga. Mereka rata-rata mengalami demam tinggi, sebelum akhirnya kesulitan bernapas. Akan tetapi, usaha berburu oksigen ini kerap berakhir hampa. “Orang-orang tewas seperti lalat,” ujar Ahmed kepada Scroll.in (27/04).

Pengalaman pahit dialami oleh Shivakant Pal di kota Sitapur. Kepada Scroll.in, Pal melaporkan bahwa rumah sakit distrik setempat memiliki 72 tempat tidur dan hanya 1 tabung oksigen. Ibunda Pal, meregang nyawa dengan 35 persen kadar oksigen, tidak kebagian jatah oksigen dan akhirnya meninggal kehabisan napas. Ibu Pal bukan satu-satunya, masih ada 5 korban jiwa lain dengan pengalaman persis. Tragisnya, kota Sitapur hari itu tidak melaporkan satupun kasus kematian akibat Covid-19. Mereka yang mengalami sesak napas rupanya memang belum sempat dites Covid-19. Di samping birokrasi yang dibuat berbelit-belit untuk mendapatkan akses tes Covid-19, Uttar Pradesh memang mengalami keterbatasan alat dan fasilitas tes.

Infografik Covid19 di India

Infografik Covid19 di India. tirto.id/Fuad

Program Vaksinasi yang Tersendat

Melansir informasi dariOur World in Data, sampai 26 April, India sudah menyuntikkan lebih dari 142 juta dosis vaksin, terbanyak kedua di dunia setelah AS (230 juta dosis vaksin). Akan tetapi, yang sudah mendapat perlindungan vaksin utuh (dua kali dosis) baru sekitar 22 jutaan orang, atau sekitar 1,6 persen dari seluruh penduduk India. Sementara itu, di AS, sebanyak 95 juta orang atau 28 persen warga sudah menerima dosis vaksin kedua.

Meskipun sempat disanjung karena mempunyai pabrik dengan daya produksi vaksin yang tinggi, India kini dilaporkan tengah menghadapi keterbatasan vaksin. Padahal, per 1 Mei, pemerintah akan memulai program vaksinasi bagi seluruh warga negara berusia 18 tahun ke atas.

Mengutip ulasan Neeta Sanghi di The Wire, setiap bulan, Serum Institute of India (SII) dapat memproduksi 60-70 juta dosis vaksin Covishield (vaksin berlisensi dari AstraZeneca) dan Bharat Biotech sekitar 5 juta dosis vaksin Covaxin. Dalam satu hari, kira-kira tersedia 2,5 juta dosis vaksin. Dengan kemampuan memproduksi demikian, dibutuhkan 22 bulan (sampai Februari 2023) untuk menyuntikkan vaksin pada semua orang dewasa (1,68 miliar dosis) di India. Situasi bertambah runyam karena masyarakat yang berusia di atas 45 tahun (sekitar 18 persen dari total populasi) masih membutuhkan 371 juta dosis vaksin. Diperkirakan, kelompok ini bakal menyerap semua vaksin yang diproduksi SII dan Biotech sampai September 2021.

Pada waktu yang sama, Serum Institute of India (SII) yang juga produsen vaksin terbesar di dunia, sudah terikat kesepakatan untuk memenuhi permintaan vaksin dunia. Tahun lalu, SII setuju untuk menyediakan 200 juta vaksin (terdiri dari 100 juta vaksin Covishield/ AstraZeneca and 100 juta vaksin Novavax) untuk program vaksinasi global WHO. Meskipun sudah berjanji untuk mendistribusikan 100 juta vaksin kepada WHO sepanjang Februari-Mei, SII baru bisa menyediakan mereka dengan 30 juta vaksin—10 juta dosis di antaranya disisihkan untuk India sendiri di bawah program Covax WHO. Sementara itu, sejak Maret, otoritas India sudah menangguhkan ekspor vaksin Covishield dalam jumlah besar-besaran ke negara-negara yang sebelumnya sudah menjalin kerjasama komersial dengan SII.

Di tengah situasi yang mencekam, bantuan dari luar negeri pun mulai berdatangan ke India. Pemerintah Jerman dikabarkan akan mengirimkan tabung oksigen beserta peralatan medis lainnya. Dari Inggris Raya, ventilator dan perlengkapan oksigen. Meskipun New Delhi dan Beijing bersitegang, otoritas Cina menawarkan bantuan kepada India, salah satunya dengan mendorong perusahaan-perusahaan Cina untuk ikut membantu memfasilitasi pengadaan alat-alat kesehatan yang dibutuhkan India.

Amerika Serikat sempat menunjukkan keengganan untuk membantu India dengan bahan mentah pembuatan vaksin, karena mereka sendiri masih disibukkan dengan program vaksinasi dan penanganan pandemi di dalam negeri. Namun demikian, menurut kabar terbaru dari Gedung Putih, Presiden Joe Biden bakal mengirim perlengkapan oksigen, bahan vaksin dan obat-obatan kepada India. Meskipun belum diketahui seberapa banyak bahan mentah vaksin yang akan diberikan khusus untuk India, pemerintah AS berkomitmen untuk membagikan 60 juta dosis vaksin AstraZeneca—yang rupanya belum dapat izin guna di Amerika Serikat—kepada sejumlah negara di dunia.

Baca juga artikel terkait INDIA atau tulisan lainnya dari Sekar Kinasih

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Sekar Kinasih
Editor: Windu Jusuf