tirto.id - Pemerintah memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji Indonesia 1442 H/2021 M. Hal tersebut dilakukan semata-mata demi keselamatan jemaah.
“Pemerintah memutuskan bahwa tahun ini tidak memberangkatkan kembali jemaah haji Indonesia karena masih pandemi dan demi keselamatan jemaah. Keputusan ini pahit. Tapi inilah yang terbaik. Semoga ujian Covid-19 ini segera usai," ujar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas telekonferensi dengan media di Jakarta, Kamis (3/6).
Menurutnya, kesehatan dan keselamatan jiwa jemaah lebih utama dan harus dikedepankan di tengah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) yang masih melanda dunia.
Keputusan itu dituangkan dalam keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M. Menag Yaqut, memastikan, keputusan ini sudah melalui kajian mendalam.
Di antaranya serangkaian kajian bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, dan lembaga terkait lainnya. Menurutnya, pemerintah menilai pandemi Covid-19 yang masih melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah.
Apalagi, jumlah kasus baru Covid-19 di Indonesia dan sebagian negara lain dalam sepekan terakhir masih belum menunjukkan penurunan yang signifikan.
Kasus harian di Indonesia dari tanggal 26 hingga 31 Mei misalnya, rata-rata masih di atas 5.000. Ada sedikit penurunan pada 1 Juni 2021, tapi masih di angka 4.824. Sementara kasus harian di 11 negara pengirim jemaah terbesar per 1 Juni juga relatif masih tinggi dengan data sebagai berikut: Saudi (1.251), Indonesia (4.824), India (132.788), Pakistan (1.843), Bangladesh (1.765), Nigeria (16), Iran (10.687), Turki (7.112), Mesir (956), Irak (4.170), dan Aljazair (305).
Untuk negara tetangga Indonesia, tertinggi kasus hariannya per 1 Juni 2021 adalah Malaysia (7.105), disusul Filipina (5.166), dan Thailand (2.230). Singapura, meski kasus harian pada awal Juni adalah 18, namun sudah memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji, sementara Malaysia memberlakukan lockdown.
Menurut Menag Yaqut, agama mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Undang-Undang No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah juga memberikan amanah kepada pemerintah untuk melaksanakan tugas perlindungan.
Karenanya, faktor kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah menjadi faktor utama. Penyelenggaraan haji merupakan kegiatan yang melibatkan banyak orang yang berpotensi menyebabkan kerumunan dan peningkatan kasus baru COVID-19.
“Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan. Apalagi, tahun ini juga ada penyebaran varian baru COVID-19 yang berkembang di sejumlah negara,” ujar Menag.
Menag Yaqut menambahkan, pembatalan keberangkatan jemaah ini berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI) baik dengan kuota haji Indonesia maupun kuota haji lainnya.
Jemaah haji, reguler dan haji khusus, yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) tahun 1441 H/2020 M, akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M.
Dia memastikan, dana haji aman dan Indonesia juga tidak punya utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji. Setoran pelunasan BIPIH pun dapat diminta kembali oleh jemaah haji yang bersangkutan.
"Jadi uang jemaah aman. Info soal tagihan yang belum dibayar itu hoaks," tegas Menag Yaqut.
Dalam konferensi pers tersebut turut hadir Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto, serta sejumlah perwakilan dari Kemenkes, Kemenlu, Kemenhub, BPKH, Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umrah, Forum Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah, serta perwakilan dari MUI dan Ormas Islam lainnya.