tirto.id - Praktisi Perbankan BUMN, Chandra Bagus Sulistyo mendorong pemerintah segera mengimplementasikan Undang Undang-Undang Perlindungan Data Peribadi (UU PDP). Langkah tersebut perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kebocoran data di sektor perbankan.
"Ini sangat urgent. Sangat penting dan harus dilakukan dan diimplementasikan di Indonesia," ujar dia kepada Tirto, Selasa (22/8/2023).
UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang UU PDP sudah disahkan pada 2022 dan berlaku saat diundangkan. Namun, DPR dan pemerintah masih memberikan masa transisi dua tahun agar semua pihak mulai menyesuaikan kebijakan internal sesuai dengan regulasi tersebut, termasuk salah satunya merekrut petugas perlindungan data (data protection officer).
Chandra mengatakan, dalam upaya meminimalisir terjadinya kebocoran data kembali lagi kepada kesadaran masyarakatnya. Itu perlu dilakukan di instansi Kementerian atau Lembaga terkait untuk memproteksi data.
"Harus ada mitigasi perlindungan data yang ada di setiap instansi itu mutlak harus. Karena bagaimanapun saat ini pencurian data marak dan itu sangat mudah dilakukan," ujarnya.
Terakhir, perlunya adanya sosialisasi dari pemerintah akan pentingnya perlindungan data pribadi kepada masyarakat tanpa terkecuali. Sebab dia menuturkan, ketika masyarakat memberikan data nama, tanggal lahir, nama ibu kandung, dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) itu sesuatu yang berisiko tinggi.
"Itu harus dipahami sebagai risiko ketika nanti datanya disalahgunakan oleh orang lain," imbuhnya.
Sebelumnya Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi memberikan sanksi berupa denda kepada perbankan atas kasus jual beli data nasabah. Denda itu dijatuhkan lantaran tindakan yang dilakukan tergolong ilegal.
"Ada satu bank kita tanda tangan, kita suratin, kita denda karena mereka membocorkan data nasabahnya untuk dijual. Saya yakin itu ilegal," ujar Budi Arie dalam webinar FMB 'Melawan Kejahatan Keuangan Berbasis Digital' dikutip Selasa (22/8/2023).
Budi Arie menuturkan tindakan jual beli data nasabah tersebut dilakukan oleh pegawai bank dan tidak diperkenankan. Terlebih terdapat sekitar 10 juta data nasabah yang dijual.
"Itu juga sudah jadi komoditas jadi oknum-oknum itu kita denda. Jadi yang berharga ini bukan emas bukan berlian. Data itu komoditas yang mahal apalagi dengan perkembangan intelijen ke depan itu data luar biasa," jelasnya.
Tetapi, Budi Arie tidak membocorkan perbankan mana yang telah memperjualbelikan data nasabahnya. Dia menegaskan bahwa itu, merupakan tindak kejahatan sama seperti saat kasus kebocoran data SIM Card terjadi di operator seluler.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin