Menuju konten utama

Pemerintah: Banyak Serangan terhadap Sawit Indonesia

Pemerintah bilang banyak serangan terhadap industri sawit Indonesia dengan beragam isu, dari mulai lingkungan hingga kesehatan.

Pemerintah: Banyak Serangan terhadap Sawit Indonesia
Pekerja menurunkan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari dalam truk pengangkutan di tempat penampungan Desa Leuhan, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat, Aceh, Rabu (14/10/2020). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/foc.

tirto.id - Industri sawit seringkali dikaitkan sebagai faktor kebakaran hutan dan lahan, penyebab hilangnya keanekaragaman hayati, penggunaan tenaga kerja anak, sampai isu sawit buruk bagi kesehatan. Pemerintah menyoroti beragam isu negatif ini dan merasa perlu untuk mengantisipasinya.

“Banyak serangan ingin menjatuhkan Indonesia, terutama di sektor perkebunan kelapa sawit agar produktivitasnya terganggu dan menurun,” kata Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Eddy Abdurrachman dalam diskusi virtual, Rabu (28/10/2020).

BPDPKS merupakan unit organisasi non eselon di bidang pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan melalui Sekretaris Jenderal.

Meski banyak isu miring, ekspansi industri ini tetap berjalan, dan selama beberapa dekade terakhir menjadi salah satu komoditas tulang punggung Indonesia, katanya. Komoditas minyak sawit berkontribusi besar terhadap kinerja ekspor nonmigas Indonesia, sekitar 15 persen. Pada Juli 2020 kemarin, nilai ekspor produk minyak sawit mencapai 1,868 miliar dolar AS atau sekitar Rp 27,72 triliun, setara 13,6 persen dari nilai ekspor nasional sebesar 13,3 miliar dolar AS.

“Dengan besarnya peran komoditas sawit tersebut, ironis komoditas ini belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” kata Eddy.

Sumbangan sawit juga pada penyerapan tenaga kerja. Diperkirakan penyerapan tenaga kerja di dalam negeri mencapai 5,7 juta orang. Keseluruhan tenaga kerja yang mengandalkan penghidupan dari bisnis kelapa sawit dari hulu sampai hilir diperkirakan sekitar 16-20 juta orang.

Untuk membendung serangan tersebut, kata Eddy, pemerintah dan pelaku industri sawit harus mampu meyakinkan publik bahwa mereka telah menjalankan prinsip sawit berkelanjutan. Ia mengatakan bahwa Indonesia memiliki sistem sertifikasi sawit berkelanjutan yang disebut Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) bagi sertifikasi kelas dunia.

Inti dari kedua sertifikasi ini hampir sama, yakni memastikan pelaku industri sawit berpedoman pada “people, planet, dan profit.”

Dengan penerapan sawit berkelanjutan, katanya, perlahan isu negatif sawit dapat ditekan.

Baca juga artikel terkait SAWIT atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Rio Apinino