tirto.id - Direktorat Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum (Kemenkum) mencatat, dari 3,55 juta korporasi yang wajib lapor, hanya 51,7 persen atau 1,82 juta korporasi yang memenuhi kewajibannya. Rendahnya angka pelaporan pemilik manfaat perusahaan atau beneficial ownership (BO) ini terjadi karena selama ini bergantung pada sistem pengungkapan secara mandiri atau self-declaration.
Karenanya, untuk meningkatkan keakuratan data pemilik manfaat perusahaan, Kemenkum mewajibkan pengungkapan oleh perusahaan dilakukan melalui perantara notaris.
“Hari ini dengan Permen (Peraturan Menteri Hukum) Nomor 2 Tahun 2025, itu (pelaporan pemilik manfaat perusahaan) wajib dilakukan melalui Notaris,” ujar Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, dalam Forum Nasional Penguatan Tata Kelola Kolaboratif dalam Peningkatan Akurasi Data Pemilik Manfaat Korporasi, di Kementerian Hukum, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
Setelah itu, Ditjen AHU bersama stakeholder terkait akan melakukan verifikasi data menurut kewenangan masing-masing. Karena itu, dalam kesempatan ini Kementerian Hukum mendandatangi perjanjian kerja sama lintas Kementerian/Lembaga untuk memastikan proses verifikasi berjalan dengan lancar.
“Kita akan sangat memberi bantuan dan membantu aparat penegak hukum kalau terjadi sesuatu, tidak perlu repot-repot mencari data yang terkait dengan penerima manfaat. Karena semua sudah melewati verifikasi walaupun mungkin jaminan 100 persennya juga belum tentu berhasil,” imbuhnya.
Sejalan dengan itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PerseroanTerbatas, Kementerian Hukum kembali mewajibkan Perseroan Terbatas (PT) untuk melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) minimal setiap tahun sekali.
Dalam pertemuan organ tertinggi pemegang saham itu, paling tidak ada dua mata acara yang harus dibahas, terkait perubahan kepengurusan atau perubahan kepemilikan terhadap saham korporasi dan selanjutnya terkait pengesahan laporan keuangan.
“Karena itu, InsyaAllah mulai tahun depan kita sudah berkomunikasi dengan Menteri Keuangan juga dengan Dirjen Pajak akan kami umumkan, sosialisasikan lebih awal bahwa perusahaan akan kita tentukan klasifikasinya berdasarkan besaran modal,” beber Supratman.
Terkait hal ini, mulai tahun depan, tepatnya di akhir tahun pelaporan pajak, kira-kira 1-2 bulan setelah SPT 30 April dilaksanakan, Perseroan Terbatas diwajibkan melaporkan laporan keuangan yang telah diaudit dan bukti pelaporan pajak kepada Kementerian Hukum, lewat Sistem Administrasi Badan Hukum di Ditjen AHU.
“Kalau ini tidak dilakukan maka sistem otomatis aka memblokir perusahaan yang bersangkutan,” tegas Supratman.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id







































