tirto.id - Polisi masih menyelidiki motif pelaku penembakan massal di Dayton, Ohio yang mengakibatkan adik perempuan pelaku dan 8 orang lain meninggal dunia. Salah satu orang terdekat pelaku mengatakan, pelaku memiliki temperamen dan emosi yang meledak-ledak, dilihat dari sikapnya pada masa lalu.
Dilansir The New York Times, beberapa wanita yang pernah berurusan dengan pelaku mengatakan sangat mungkin suatu hari pelaku akan kehilangan kendali atas emosinya.
“Ya, saya rasa hari itu akan tiba," ujar Mika Carpenter, salah satu mantan teman pelaku.
Carpenter pertama kali bertemu pelaku penembakan yang diketahui bernama Connor Betts itu saat perkemahan musim panas ketika mereka berusia 13 tahun.
Carpenter mengemukakan bagi beberapa orang yang mengenal Betts remaja, pasti akan mengingat leluconnya yang kelam dan kasar. Hal itu membuat orang menjaga jarak dari Betts.
“Ia terlihat membenci perempuan karena mereka tidak mau diajak kencan dengannya,” ungkap Carpenter.
Namun Carpenter mengaku masih mau berteman dengan Betts karena ia bisa melihat sisi baik dari Betts. Betts sering mengekspresikan kegelisahannya terhadap pemikiran gelapnya pada Carpenter.
“Saya mengingat secara khusus dia berbicara tentang takut dengan pemikiran yang ia miliki, dan takut karena ia memilki pemikiran mengenai kekerasan,” ungkapnya.
Carpenter sudah tidak berhubungan lagi dengan pelaku sejak tahun 2013 setelah Betts mengecamnya melalui chat online.
“Ia tahu ia tidak normal," tambah Carpenter.
Motif pelaku hingga kini masih diselidiki. Polisi belum tahu mengapa Betts, yang pergi bersama teman dan adik perempuannya bisa berakhir pada penembakan massal. Polisi juga masih menyelidiki mengapa Betts tiba-tiba menembak teman dan adiknya sendiri.
Salah satu temannya (tidak disebutkan namanya oleh kepolisian) tertembak di tubuh bagian bawah dan dalam kondisi selamat. Namun adik Betts, Megan tewas.
“Sebenarnya agak sulit mempercayai ia menembak adik perempuannya sendiri, tetapi sulit juga untuk percaya ia tidak sengaja menembak saudari perempuannya, jadi kami tidak tahu," ungkap Kepala Kepolisian Dayton, Richard Biehl, pada jumpa pers Senin (5/8/2019).
Biehl mengatakan, ketiga orang itu pergi bersama pada Sabtu (3/8/2019) malam. Mereka berkendara bersama ke Distrik Oregon, tempat di mana banyak bar dan klub yang ramai saat akhir pekan.
Mereka berpisah pada satu titik tetapi tetap berkomunikasi, ujar Biehl. Polisi tidak memiliki indikasi adik atau temannya itu tahu tentang senjata yang kelak digunakan Betts dalam penembakan.
Polisi menyatakan Betts dengan fatal menembak satu orang di lorong sebelum menembak saudari dan teman perempuannya. Diwartakan Time, penembakan pertama hingga terakhir hanya terjadi dalam jangka waktu 32 detik.
Namun dengan waktu yang singkat, Betts bisa membuat 9 orang meninggal dan melukai 27 orang lainnya di jalanan Dayton, Ohio pada Minggu (4/8/2019) pagi.
Ia menembak orang secara acak. Korban rata-rata berusia 22 hingga 39 tahun. Sebanyak 27 orang lainnya dibawa ke rumah sakit terdekat dari lokasi penembakan.
Pada Senin (5/8/2019) pihak rumah sakit mengatakan, masih ada 11 korban dirawat. Mereka kena luka tembakan dan yang lain terluka saat akan melarikan diri.
Polisi mengatakan, Betts telah membeli pistol AR secara online dari Texas, tetapi memodifikasi pistol untuk meningkatkan stabilitas. Dia juga memiliki drum magazine yang bisa menampung 100 round, kata polisi.
Betts memiliki 250 amunisi dan menembakkan setidaknya 41 peluru, ujar Biehl. Enam petugas menembakkan total 65 peluru ke arah pria bersenjata itu. Kepolisian membunuhnya ketika ia mencoba memasuki sebuah bar, tempat banyak orang berlindung ketika penembakan dimulai.
"Saya berlari, saya diinjak-injak, saya kehilangan sepatu," kata Jessica Westover (23) yang berada di tempat kejadian.
Ketika Gubernur Ohio Mike DeWine, melangkah ke mikrofon untuk mengucapkan beberapa patah kata, kerumunan berteriak "Lakukan sesuatu!" Dan menepis ucapannya. Selanjutnya nyanyian segera muncul, “Apa yang kita inginkan? Kontrol senjata! Kapan kita menginginkannya? Sekarang!"
Bagi orang-orang yang mengenal Betts, penembakan itu membangkitkan kenangan yang pahit.
"Dia ingin menakut-nakuti orang, dia benar-benar menikmatinya," kata Hannah Shows, yang berteman dengan Betts ketika mereka berada di kelas tujuh.
Dia ingat pembicaraannya tentang senjata dan kekerasan, Shows menanggapi dengan mengatakan Betts hanya anak lelaki berusia 13 tahun.
Namun, di kelas sembilan, Shows mendapati dirinya disebutkan dalam daftar yang dibuat Betts tentang orang-orang di sekolah. Itu merupakan daftar orang-orang yang hendak disakiti Betts. Kebanyakan dari mereka perempuan, kata Ben Seitz (25) yang pacarnya pada saat itu juga termasuk dalam daftar.
Shows mengatakan dia berasumsi dia ada dalam daftar karena Betts pernah menyatakan rasa suka padanya dan dia menolaknya.
"Setelah itu, itu berubah menjadi kebencian dingin seperti dia menatapku," katanya.
Editor: Dipna Videlia Putsanra