tirto.id - Dua penembakan massal terjadi di Amerika Serikat dalam waktu kurang dari satu hari. Pihak berwajib di Texas dan Ohio berhasil menangkap dua pelaku penembakan massal yang telah menewaskan 29 orang dan melukai 50 orang lainnya.
Melansir AP News, tersangka penembakan di El Paso, Texas, diketahui bernama Patrick Crusius, yang berdomisili di wilayah Allen, Kota Dallas.
Dia ditangkap sesaat setelah mencoba untuk melarikan diri dari tempat kejadian. Sebelumnya, dia dilaporkan secara brutal telah melepaskan tembakan pada Sabtu (3/8/2019) di pusat perbelanjaan El Paso, Texas, yang mengakibatkan 20 orang tewas dan puluhan lainnya mengalami luka-luka.
Pasca kejadian, rakyat Amerika menyoroti Presiden mereka Donald Trump yang tidak terlihat bahkan di lapangan golf New Jerseynya.
Trump dan Ibu Negara baru muncul di depan kamera pada sore hari Minggu (4/8/2019) sebelum keberangkatannya kembali ke Washington.
"Benci tidak punya tempat di negara kita, dan kita akan membereskannya," kata Trump sebelum naik Air Force One.
Sementara menghubungkan "kebencian" dan penyakit mental dengan penembakan itu, Trump tidak menyebutkan secara langsung undang-undang senjata, sebuah faktor yang diangkat oleh para pejabat Demokrat dan mereka yang mencari nominasi partai mereka untuk menantang terpilihnya kembali Trump tahun depan.
Dia juga mengabaikan pertanyaan tentang bahasa anti-imigrasi dalam sebuah manifesto yang ditulis oleh penembak El Paso yang mencerminkan beberapa miliknya. Demikian sebagaimana diwartakan AP News.
Trump berusaha meyakinkan rakyat Amerika bahwa ia sedang menghadapi masalah dan membela pemerintahannya terhadap kritik yang berwujud serangkaian penembakan massal.
"Kami telah melakukan jauh lebih banyak daripada kebanyakan administrasi," katanya, tanpa menjelaskan lebih lanjut. “Kami telah melakukan banyak hal. Tapi mungkin lebih banyak yang harus dilakukan," tambahnya.
Tampaknya, ia tidak pernah merasa nyaman untuk menghibur bangsa dalam kesedihan. Trump akan diawasi dengan cermat atas tanggapannya terhadap serangan-serangan tersebut.
Hal ini, lagi-lagi mengundang perbandingan dengan para pendahulunya yang telah mencoba untuk menyembuhkan negara tersebut pada saat-saat trauma nasional.
Penulis: Balqis Fallahnda
Editor: Yandri Daniel Damaledo