Menuju konten utama

Pelaku Industri Minta Perbaikan Mekanisme Impor Kosmetika

Pelaku industri meminta ada perbaikan mekanisme impor produk kosmetika, setelah sebelumnya terbit peraturan yang menghapuskan kewajiban verifikasi barang dari luar negeri di pelabuhan

Pelaku Industri Minta Perbaikan Mekanisme Impor Kosmetika
Wakil Ditreskrimsus Polda Sulteng AKBP Sahadi Sulaksono (kiri) bersama Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Palu Syafriansyah (kedua kiri) menunjukkan sampel kosmetik ilegal yang berhasil disita di Kantor BPOM Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (10/11). Ribuan kosmetik ilegal berbahaya aneka merek berhasil diamankan bersama peracik dan distributornya dalam operasi pemberantasan bersama BPOM Palu dan Polda Sulteng yang digelar Selasa (8/11) lalu. ANTARA FOTO/Basri Marzuki.

tirto.id - Pelaku industri meminta ada perbaikan mekanisme impor produk kosmetika, setelah sebelumnya terbit peraturan yang menghapuskan kewajiban verifikasi barang dari luar negeri di pelabuhan berdasarkan Permendag No 87/2015 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu dan Permendag No 70/2015 tentang Angka Pengenal Importir, yang membuat Indonesia kebanjiran aneka barang impor, termasuk produk kosmetika.

Akibat Permendag itu dan berdasarkan data "post market audit" yang dilakukan oleh BPOM, impor kosmetika yang dilakukan secara ilegal kian meningkat, bahkan saat ini jumlahnya melebihi produk yang legal.

Menurut data BPOM, saat ini produk impor menguasai pasar kosmetik hampir 60 persen. Dalam periode 2013-2014, kosmetik impor menunjukkan peningkatan dominasi pangsa pasar, sedangkan kosmetik dalam negeri mengalami penurunan.

"Dengan dihilangkannya wajib verifikasi impor di pelabuhan, dan kosmetika satu-satunya sektor yang didiskriminasikan, maka terbukti impor ilegal meningkat," kata Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika Indonesia Putri K. Wardhani dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, (1/2/2017) seperti dikutip dari Antara.

Menurutnya penghilangan verifikasi impor tidak sejalan dengan semangat untuk menggerakan industri dalam negeri ketika kondisi global masih dilanda kelesuan. Oleh karenanya, pantas di evaluasi dan dilakukan perbaikan.

"Ini membuktikan bahwa kebijakan mengecualikan wajib verifikasi bagi sektor kosmetika adalah hal yang tidak tepat," ungkap Putri.

Selain itu, katanya, produk impor ilegal juga bisa mengancam kondisi fiskal, karena barang-barang dari jalur tidak resmi, tidak membayar pungutan bea masuk.

"Kerugian bagi pengusaha-pengusaha formal, legal, dan patuh karena kehilangan pasar, dan terakhir keamanan kesehatan konsumen tidak terjamin," kata Putri.

Selain data dari BPOM, BPS juga mencatat, ketika ketentuan verifikasi impor kosmetika masih diberlakukan, terjadi penurunan impor 14 persen dari 2013-2015. Namun, ketika ketentuan verifikasi dihilangkan, terjadi peningkatan impor sekitar tujuh persen dalam waktu setahun.

Untuk itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartarti mengingatkan agar pemerintah memberi dukungan nyata bagi pelaku industri dalam negeri.

Ia juga meminta agar jangan sampai berbagai kebijakan atau deregulasi yang dikeluarkan, justru malah membuat produk dari negara lain mudah masuk.

Menurut Enny, banyak kebijakan yang tidak sinkron bisa diidentifikasikan dan justru melemahkan industri dalam negeri, terutama yang berkaitan dengan kebijakan perdagangan dan importasi.

"Begitu dibebaskan untuk impor, maka sulit mendeteksi jenis, spesifikasi produk, karena tercampur. Itu memberikan peluang kebocoran, produk-produk yang mestinya dilakukan pengendalian, tercampur dengan produk lain," katanya.

Baca juga artikel terkait BREXIT atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Politik
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh