Menuju konten utama

Pekerja Restoran Cepat Saji Terancam Tergusur oleh Robot

Tak hanya di industri manufaktur, robot pengganti pekerja manusia akan hadir di restoran cepat saji tempat Anda membeli burger.

Pekerja Restoran Cepat Saji Terancam Tergusur oleh Robot
Robot-robot mengantarkan makanan restoran siap saji pesanan konsumen di sebuah restoran sekitar Harbin, Provinsi Heilongjiang, China (12/01/13). REUTERS/Sheng Li

tirto.id - Konsumen masuk ke McDonald’s langsung menuju ke mesin pemesanan digital. Mereka tak perlu antre di kasir. Pilih menu melalui layar sentuh, bayar menggunakan kartu debit. Selanjutnya, tinggal mengambil pesanan di meja konter. Pemandangan itu bisa dilihat di 500 cabang McDonald’s di Amerika Serikat, yang sudah menggunakan robot pelayan. Nantinya, 14 ribu cabang McDonald’s akan menggunakan jasa robot ini.

Seperti industri manufaktur, restoran cepat saji juga mulai mengikuti arus otomatisasi. Saat ini, tak hanya McDonald’s yang mulai beralih kepada robot, CaliBurger sebuah waralaba burger sudah melakukan pemesanan untuk robot bernama Flippy. Robot ini dapat memasak 150 daging burger dalam waktu satu jam. Kemampuan ini tentu dibutuhkan oleh restoran cepat saji yang mencintai efisiensi. Ia nantinya akan dipekerjakan di 50 cabang restoran cepat saji ini.

Perlu diingat, robot bukan hanya bisa jadi koki burger, tetapi juga meracik salad. Sally, robot pembuat salad yang dibuat oleh perusahaan bernama Chowbotics, dapat membuat 1000 jenis salad berbeda melalui kombinasi 20 bahan berbeda. Saat ini, Sally sedang dalam masa uji coba, salah satunya di jaringan restoran Italia, Mama Mia’s.

Apa yang membuat perusahaan cepat saji mulai beralih kepada robot-robot ini?

Pengurangan biaya produksi menjadi salah satu alasan. Menurut Boston Consulting Group, ongkos perangkat keras dan lunak dari robot telah turun setidaknya sebesar 40 persen dalam 10 tahun untuk periode 2005 - 2015. Tak hanya itu, BCG juga melakukan analisis terhadap ongkos robot jika dibandingkan dengan biaya untuk pekerja manusia.

Baca juga: Ancaman Sesungguhnya Bukan Buruh Cina, Tapi Robot Pekerja

Misalnya, tukang las manusia akan mengeluarkan biaya sebesar 25 dolar AS/jam (termasuk biaya tunjangan kerja) sedangkan tukang las robot hanya akan memerlukan 8 dolar AS/jam. Ketika kerangka keuntungan ini yang menjadi dasar perhitungan utama, tak heran robot akan dilihat lebih seksi oleh perusahaan cepat saji.

Pada saat yang sama, restoran cepat saji juga berada dalam tekanan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Setidaknya, para pekerja di Kota New York, San Fransisco, Seattle, dan Los Angeles telah berhasil mendapatkan kenaikan gaji minimum menjadi 15 dolar AS/jam. Namun, kemenangan para pekerja yang semestinya dirayakan ini, malah menjadi alasan untuk menggantikan posisi mereka dengan mesin.

“Kita telah mencapai titik di mana tarif gaji pekerja membuat otomatisasi dari tugas mereka menjadi lebih dari masuk akal,” kata Kepala Operasi restoran cepat saji Wendy’s, Bob Wright, kepada para investor seperti dikutip oleh The Atlantic. Menurut analisis oleh McKinsey & Company, pekerjaan dengan aktivitas berulang di lingkungan yang dapat diprediksi memang memiliki kemungkinan tinggi untuk digantikan oleh robot.

Infografik para robot di restoran

Apakah karyawan restoran cepat saji akan kehilangan pekerjaan mereka?

Jika melihat konteks tadi, tentu pertanyaan ini naif. Para robot cepat atau lambat akan mulai menggantikan pekerjaan koki dan kasir di restoran cepat saji (Mesin self-serving McDonald's adalah contoh nyata). David Rontman, Editor MIT (Massachusetts Institute of Technology) Technology Review, menjelaskan bahwa robot akan memberikan dampak paling signifikan kepada kelompok pekerja yang berpenghasilan di bawah 20 dolar AS/jam, antara lain para kasir dan pelayan di restoran cepat saji. Lantas, apa solusinya?

Dari kacamata historis, ketakutan akan dampak otomatisasi terhadap pekerja sebenarnya telah terjadi semenjak Revolusi Industri di Inggris. Namun, dalam konteks disrupsi otomatisasi era milenium tantangannya terletak pada kecepatan adaptasi manusia dan regulator dalam menghadapi kemunculan teknologi baru tersebut. Darrel West, Presiden Center for Technological Innovations di Brookings, dalam tulisannya menjelaskan setidaknya ada dua hal yang dapat dilakukan sebagai bentuk adaptasi untuk merespons kemunculan para robot pekerja ini.

Baca juga: Pajak Robot Jawaban Tenaga (Produksi) Manusia Diganti Otomatisasi ?

Solusi pertama adalah pembaruan kurikulum pendidikan agar dapat mempersiapkan angkatan kerja untuk masuk di sektor yang membutuhkan aspek kreativitas dan pengetahuan sehingga tidak mudah diganti oleh robot. Misalnya, profesi sebagai Guru/Dosen masih sulit digantikan oleh robot karena pekerjaan ini butuh kadar fleksibilitas yang tinggi untuk beradaptasi dengan situasi pekerjaan yang dinamis. Selain itu, aspek manusia yang otentik-seperti elemen interaksi yang penuh dengan perasaan dan perhatian-tidak dapat dihilangkan dari profesi ini. Begitu juga dengan dokter maupun suster.

Betul memang bahwa teknologi baru muncul membuat pekerjaan lama akan hilang, tetapi akan muncul juga pekerjaan baru. Misalnya, arsitek teknologi diperlukan untuk merawat dan mengembangkan robot yang menggantikan manusia.

Walaupun begitu, sebagai solusi kedua, West mengakui bahwa ada skenario terburuk yaitu dalam masa transisi ke otomatisasi akan ada kelompok masyarakat yang menjadi pengangguran. Jika melihat jumlah pekerja industri cepat saji yang bejibun, pesimisme ini wajar. Berdasarkan data dari Statista jumlah pekerja di sektor ini di Amerika Serikat mencapai 3,7 juta pada tahun 2016.

Untuk itu, Ia menyarankan akses terhadap asuransi kesehatan dan pendapatan universal minimum bagi setiap warga negara dapat menjadi solusi. Selain itu, perlu ada inovasi dalam menciptakan kehidupan yang bermakna ketika manusia tak perlu bekerja karena robot sudah menjadi substitusi berbagai jenis pekerjaan yang tadinya membutuhkan manusia.

Di Indonesia, kontribusi industri restoran dan waralaba makanan tak kalah signifikan. Menurut Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), sektor ini memperkerjakan setidaknya 150.000 karyawan. Saat ini McDonald’s memiliki 168 gerai, sedangkan pesaingnya KFC (Kentucky Fried Chicken) telah memiliki 580 gerai di seluruh Indonesia. Sebagai restoran cepat saji dengan gerai terbanyak, KFC mempekerjakan 17.230 karyawan. Untuk itu, jika robot tiba di restoran cepat saji Indonesia, dampaknya pun tak boleh dianggap enteng.

Baca juga artikel terkait DISRUPSI atau tulisan lainnya dari Terry Muthahhari

tirto.id - Teknologi
Reporter: Terry Muthahhari
Penulis: Terry Muthahhari
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti