Menuju konten utama

PDPI Ungkap Penyebab RI Sumbang Kasus TBC Terbesar Kedua Dunia

Salah satu tantangan dalam menghadapi penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia adalah sulitnya mendeteksi kasus yang ditemukan.

Tenaga kesehatan mengatur tubuh pasien saat akan dilakukan rontgen thorax di RSUD Kota Tangerang, Banten, Kamis (25/11/2021). ANTARA FOTO/Fauzan/YU

tirto.id - Sekretaris Pokja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Irawaty Djaharuddin menyebutkan salah satu tantangan dalam menghadapi tingginya penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia adalah sulitnya mendeteksi kasus yang ditemukan.

Berdasarkan data TB Report 2022, Indonesia menjadi penyumbang kasus TBC kedua terbesar di dunia, setelah negara India. Indonesia mencatat estimasi jumlah kasus baru sebanyak 969.000 dan 144.000 kasus kematian per tahunnya.

Ia menekankan edukasi pada masyarakat terkait TBC bisa membantu persoalan ini. “Masyarakat yang memiliki gejala lebih sadar untuk cepat datang memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan,” kata Irawaty dalam konferensi pers virtual PDPI, Jumat (24/3/2023).

Selain itu, pendeteksian kasus aktif membutuhkan kerja sama seluruh layanan kesehatan dengan beragam strategi.

“Penemuan kasus secara aktif dapat dilakukan bekerja sama dengan fasilitas kesehatan tingkat pertama melalui kegiatan posyandu, poskesdes, program ketuk pintu, jemput bola, dan lain sebagainya,” ujar Irawaty.

Indonesia disebut tengah berjuang mencapai target eliminasi TBC nasional pada 2030. Indonesia memiliki target menurunkan angka laju insiden TBC menjadi 65 per 100.000 penduduk dan menurunkan angka kematian TBC menjadi 6 per 100.000 penduduk.

“Pelaksanaan kegiatan penanggulangan TBC yang melibatkan masyarakat luas, seperti pemberian penghargaan bagi desa dengan upaya penanggulangan TBC, serta lomba-lomba kreatif penanggulangan TBC mungkin dapat memberi sumbangsih pemikiran yang besar bagi program,” tambah Irawaty.

Irawaty juga menambahkan bahwa angka keberhasilan obat masih belum mencapai target yang diharapkan.

“Keberhasilan pengobatan ditunjang oleh pengobatan yang tepat, dari tenaga kesehatan, kualitas dan ketersediaan obat sesuai standar, kepatuhan pasien, tata laksana efek samping obat yang memadai, serta sistem pendukung lain sebagai alternatif untuk menunjang keberhasilan pengobatan," jelasnya.

Sementara itu, Ketua PDPI Agus Dwi Susanto mengungkapkan masalah stigmatisasi masih menjadi kendala yang membuat pasien TBC enggan berobat atau tidak terbuka.

“Satu orang pasien TBC tidak mau atau malu menjalani pengobatan akan berisiko menularkan kepada 15 orang di sekelilingnya,” kata Agus dalam kesempatan yang sama.

Agus juga menyatakan TBC juga berpotensi dapat menyerang anggota tubuh lain. Ia berharap masyarakat lebih mengetahui informasi terkait TBC.

“Tentunya ini ditakutkan kalau tidak ditemukan dan tidak terobati. Tuberkulosis ini bisa jadi sumber penularan dalam masyarakat dan kasusnya tidak tertangani dan juga tidak tereliminasi,” tambah Agus.

Penyakit TBC bisa disembuhkan dengan pengobatan rutin dan melakukan penanganan awal saat bergejala. Agus berharap program pemerintah bisa mencapai target eliminasi penyakit tuberkulosis.

“Tuberkulosis ini untuk bisa dihadapi bersama supaya hilang dari Indonesia,” kata Agus.

Baca juga artikel terkait PENYAKIT TUBERKULOSIS atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Maya Saputri
-->