tirto.id - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ishfah Abidal Aziz, menyoroti soal besarnya dana operasional yang diterima Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dari nilai manfaat. Menurut dia, dana operasional yang diberikan terlalu besar sementara inisiatif investasinya masih minim.
“Kalau kami menganggap melihat bahwa operasional BPKH ini cukup besar karena hak yang diberikan oleh regulasi adalah 5% dari perolehan nilai manfaat,” kata Ishfah saat RDPU Panja Pengelolaan Keuangan Haji bersama Komisi VIII di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis (6/3/2025).
Ishfah menilai bahwa salah satu langkah yang baru dilakukan BPKH adalah investasi langsung di Bank Muamalat pada periode lalu dan investasi lewat BPKH Limited. Adapun, hal lainnya, tidak ada kemajuan yang signifikan.
“Selebihnya masih seperti yang dulu. Artinya berkutat dengan modal di investasi surat berharga, sukuk, dan seterusnya,” kata dia.
Sehingga, atas hal ini, Ishfah mengusulkan bahwa operasional di BPKH perlu didefinisikan ulang agar lebih proporsional dan terdorong untuk melakukan investasi yang lebih agresif. Nilai yang saat ini diberikan, dinilai dia tak menggerakan semangat di BPKH.
“Selama ini hakya adalah dari perolehan nilai manfaat 5%. Terlalu besar Pak. Kalau menurut saya terlalu besar. Oleh karena itu untuk mendorong semangat untuk melakukan investasi, semangat pengelolaan, maka kemudian ini dari mana hak operasionalnya yang kemudian BPKH bisa termotivasi lebih lanjut,” kata dia.
“Taruhlah umumnya dari sekian persen lari perolehan nilai manfaat dari investasi langsung. Umumnya seperti itu. Sehingga kemudian bisa lebih rasional,” sambung Ishfah.
Selain itu, Ishfah juga menyinggung soal cara mengurangi waiting list atau masa tunggu ibadah haji. Dia menilai satu-satunya cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penambahan kuota.
Akan tetapi, kata dia, penambahan kuota akan memunculkan masalah baru seperti pengelolaan dan layanan ibadah haji. Pasalnya, dengan kuota yang banyak juga akan membuat layanan semakin kompleks.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Bayu Septianto