Menuju konten utama

DPR Usul Jemaah Dilarang Pinjam Uang ke Bank demi Lunasi DP Haji

Ina juga mengusulkan agar batas usia pendamping dan pembimbing jemaah haji diatur dalam rancangan revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Haji & Umrah.

DPR Usul Jemaah Dilarang Pinjam Uang ke Bank demi Lunasi DP Haji
Jamaah haji kelompok terbang (kloter) pertama embarkasi Palembang menunggu kedatangan bus setibanya di Bandara Sultan Mahmud Baddarudin (SMB) II Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (23/6/2024) ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/nym.

tirto.id - Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDIP, Ina Ammania, mengusulkan agar pemerintah mengeluarkan larangan bagi calon jemaah untuk membayar uang muka pendaftaran haji dari hasil pinjaman uang di bank. Ia mengacu pada syarat haji hanya dilakukan bagi orang yang mampu tanpa harus memaksakan.

"Yang mana notabene apabila mereka tidak mampu, jangan pinjam-pinjam. Kadang-kadang pinjam bank yang penting untuk DP itu dihalalkan, sedangkan persyaratan pergi haji itu kan bila mampu,” kata Ina dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VIII DPR RI bersama Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) dan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (18/2/2025).

Menurut dia, larangan tersebut perlu diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Sebagai catatan, RUU Haji dan Umrah ini merupakan usul inisiatif Komisi VIII dan masuk dalam daftar Prolegnas prioritas 2025.

"Nah ini perlu koreksi, UU usulan ini supaya tidak membebani masyarakat kalau mereka mau jual harta bendanya mungkin enggak masalah,” ujar Ina.

Ina mencontohkan temuannya terkait sejumlah calon jamaah haji yang meminjam uang dengan nominal mencapai belasan juta rupiah untuk uang muka pendaftaran haji. Menurut dia, hal tersebut berpotensi menjadi masalah, terutama apabila peminjam tidak dapat melunasi pinjaman.

"Kalau daftar antreannya agak lama, seandainya tidak ada usia kan yang bayar yang akan ditinggalkan. Itu yang harus kita pikirkan untuk supaya payung hukumnya ada untuk tidak bisa meminjam di bank untuk tanda jadi uang,” ujar Ina.

Selain itu, Ina juga mengusulkan agar batas usia pendamping dan pembimbing jamaah haji perlu diatur dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

“Yang harus dimaktubkan dalam UU ini satu, batas usia pendamping dan pembimbing,” kata Ina.

Dia berpendapat bahwa usia pendamping sebaiknya berusia lebih muda dibanding mayoritas haji yang berangkat. Usulan ini sekaligus kembali menyambung temuannya di lapangan saat pelaksanaan ibadah haji dan umrah.

"Pada saat itu saya tanya, ini yang mana (jamaah) hajinya. Usianya berapa, usianya 65 tahun. Nah pendampingnya mesti anaknya atau yang lebih muda. Umur di bawah itu, umur 50 tahun, 40 tahun. Ternyata, yang saya tanya, usia pendampingnya 76 tahun," ujarnya.

Ina menambahkan bahwa kondisi kesehatan dari pendamping dan pembimbing haji juga perlu perlu diperhatikan dengan baik. Hal ini karena, kata dia, usia lansia tidak akan sama cekatannya seperti anak usia muda.

“Kodrat kita kalau umpama sudah usia 70-75 onderdil mobil aja perlu perbaikan, Pak, servis. Oleh sebab itu enggak mungkin selincah anak-anak muda usia 30-40,” katanya.

Baca juga artikel terkait HAJI atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Andrian Pratama Taher