tirto.id - Jika ada pertanyaan siapakah tokoh agama yang sangat berpengaruh di akhir abad 20 dan awal abad 21, maka nama Paus Yohanes Paulus II boleh jadi akan muncul sebagai kandidat terkuat. Ia melakukan banyak pencapaian demi perdamaian, salah satunya dengan menjadi Paus Katolik pertama dalam sejarah yang mengunjungi masjid.
Kunjungan Paus itu terjadi pada Minggu, 6 Mei 2001, tepat hari ini 18 tahun lalu. Masjid yang ia kunjungi adalah Masjid Omayyad yang terletak di Damaskus, Suriah. Ia datang ditemani oleh sejumlah ulama Muslim ternama Suriah. Melansir CNN, para pejabat tinggi Vatikan dan Suriah menyebut kunjungan itu sebagai perkembangan penting dalam hubungan pemeluk Katolik dengan Muslim.
Salah satu ulama yang menemani Paus adalah mufti besar Suriah yang kala itu adalah Syekh Ahmad Kuftaro yang berusia 86 tahun, terpaut 5 tahun dari sri Paus sendiri. Tepat sebelum Paus memasuki masjid, Kuftaro teringat dengan dua kunjungannya ke Vatikan.
“Saya tidak pernah membayangkan bahwa kita akan bertemu lagi di salah satu masjid kami,” kata Kuftaro, seperti dilaporkan New York Times. “Ini adalah kejadian yang melampaui sejarah dan akan memulai proses perdamaian di dunia.”
“Hari ini, bagi saya, juga merupakan hari yang sangat penting. Saya sangat bahagia,” jawab Paus kepada sang mufti besar.
Percakapan itu terjadi setelah sekretaris sri Paus membantunya melepas sepatu agar sri Paus dapat mengenakan sandal kain berwarna putih. Hal ini Paus lakukan untuk menghormati tradisi Islam ketika memasuki masjid.
Kunjungan ke masjid ini merupakan bagian dari ziarah enam hari sri Paus ke Yunani, Suriah, dan Malta. Paus ingin menelusuri kembali jejak langkah Rasul Paulus yang tergerak untuk mengikuti Yesus Kristus dalam perjalanannya menuju Damaskus.
Suasana di sekitar Masjid Ommayad sangat ramai. Bendara Vatikan dan Suriah berkibar di sejumlah tiang pancang yang didirikan di depan masjid. Sementara itu, sejumlah umat Muslim yang penasaran akan kunjungan sri Paus memenuhi halaman masjid, ingin melihat rupa dari sang figur penting umat Katolik Roma. Para petugas keamanan sibuk menghalang-halangi mereka.
Setelah siap, sri Paus dan sang mufti besar lantas memasuki Masjid dengan menggunakan tongkat untuk kemudian duduk berdampingan. Mufti Koftaro dalam pidatonya mendesak Paus untuk mengambil langkah tegas dengan memberikan tekanan kepada Israel untuk menahan laju agresi negara tersebut daripada hanya melalui doa dan niat baik.
Paus kemudian menimpali dengan poin jawaban yang berbeda. Ia melihat pentingnya peran generasi muda dalam perdamaian. Oleh karenanya, ia mendorong pengajaran akan saling menghormati dan mengerti antar-sesama umat beragama kepada generasi muda. Hal ini agar mereka tidak menggunakan alasan agama sebagai alat justifikasi untuk kebencian dan tindakan kekerasan.
Reaksi Keras
Sebelum tiba di Suriah, sri Paus mengunjungi Athena, Yunani. Di sana, ia meminta maaf kepada gereja-gereja ortodoks karena perbedaan pandangan yang tajam yang memecah umat Kristen sekitar 1.000 tahun yang lalu.
Dilaporkan Guardian, sejumlah elemen pemimpin Muslim di Suriah kala itu juga mendesak Paus untuk meminta maaf atas tragedi dan kekejaman tentara salib kepada umat Muslim serta meminta Paus untuk mengenyahkan penggunaan salib sebab menurut mereka hal tersebut merupakan penghinaan terhadap Islam.
“Di negara Muslim, salib tidak boleh dikenakan di depan umum, apalagi di dalam tempat suci Islam,” sebut Sheikh al-Hout, dari masjid Amara di dekat lokasi masjid Omayyad menjelang kedatangan Paus. “Paus harus menghormati kondisi ini seperti orang lain.”
Izidore Battikha, uskup Katolik yang mengorganisasi kunjungan Paus Yohanes Paulus II, menolak tuntutan itu semata karena ia melihatnya hanya sebagai amarah kaum fanatik. “Tidak akan ada permintaan maaf, dan salib akan tetap tampak pada jubah Paus ketika dia memasuki masjid,” katanya. Paus tetap mengenakan salib ketika kunjungan tersebut.
Dalam pidatonya, Paus tidak meminta maaf secara langsung kepada umat Muslim. Masih dari New York Times, sebaliknya, dia meminta adanya tindakan penyesalan secara bersama-sama. ”Selama ini umat Islam dan Kristen saling menyinggung satu sama lain,” katanya. "Kita perlu mencari pengampunan dari Yang Mahakuasa dan saling menawarkan pengampunan."
Terlepas dari perdebatan yang terjadi, banyak pemuka agama Muslim yang mempertanyakan motivasi Paus memilih Masjid Omayyad. Mengutip Washington Post, Masjid Omayyad/Umayyad yang berdiri pada tahun 705 merupakan sebuah situs religi bersejarah. Situs itu pernah digunakan sebagai tempat penghaturan korban untuk menghormati Jupiter, Dewa Romawi. Nantinya, situs ini berubah menjadi basilikia umat Kristen.
Ketika kekalifahan Umayyad memimpin Damaskus, situs ini diubah fungsinya menjadi masjid. Sejumlah relik Santo Yohanes Pembabtis, yang oleh umat Muslim dikenal dengan nama Nabi Yahya, mendapat tempat sentral di dalam masjid ini. Di dekat masjid itu juga terdapat makam dari Saladin/Salahuddin, tokoh Islam yang berhasil merebut kembali Yerusalem dari tangan tentara salib Katolik.
Masih dari Guardian, Penolakan terhadap tuntutan permintaan maaf akan agresi tentara Salib oleh gereja Katolik itu kemudian menimbulkan ketakutan di sejumlah kalangan pemuka agama Islam di Suriah akan adanya motivasi terselubung di balik kunjungan Paus ke masjid Omayyad. Ada paranoia bahwa Paus mungkin sedang mencari cara untuk kembali menguasai tempat-tempat kudus, sebuah ‘perang’ yang telah berlangsung selama ribuan tahun, daripada mencari rekonsiliasi dengan pemeluk agama Islam.
“Sejarah mengajarkan kepada kita bahwa perjalanan ziarah bangsa Barat memiliki motif politik terselubung,” kata Dr Bouti, pemuka Islam Sunni terkemuka di Suriah. Ia merupakan satu dari sekian banyak umat Islam konservatif yang berupaya memblokir upaya Vatikan untuk mengadakan doa Kristen-Muslim bersama di Masjid Omayyad.
Vatikan sendiri menolak undangan pemerintah Syria kepada sri Paus untuk mengunjungi makan Saladin. Kunjungan sri Paus ke Masjid Omayyad memang membawa agenda personal: Ia ingin berdoa kepada Santo Yohanes Pembabtis atau Nabi Yahya yang reliknya berada di sana.
Namun, Monsinyur Michael Fitzgerald, ahli Islam dari Vatikan mengatakan bahwa ia berharap langkah sri Paus tersebut dapat dipandang sebagai titik awal dari pengakuan Katolik kesucian Islam. Sebagai catatan, sekitar 20 tahun sebelumnya, Paus Yohanes Paulus II juga menjadi Paus pertama yang memasuki sinagoga Yahudi.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti