tirto.id - Kasus penodaan agama baru-baru ini kembali terjadi di Indonesia. Seorang komika asal Lampung, Aulia Rakhman, ditetapkan tersangka setelah tampil dalam sebuah acara salah satu capres.
Aulia Rakhman, 33 tahun, awalnya diminta mengisi kegiatan kampanye capres Anies Baswedan di Kafe Bento, Kecamatan Sukarame, Lampung, pada hari Kamis, 7 Desember 2023.
Melalui salah satu materinya, komika itu menyebut-nyebut nama Nabi Muhammad. Ia lantas dinilai melakukan penistaan agama. Videonya menjadi viral di media sosial.
Muhammad Rifki Gandhi, Koordinator Komunitas Advokat Lingkar Nusantara (Lisan) Lampung, membuat laporan ke pihak kepolisian.
Setelah melakukan penyelidikan dan pemeriksaan hingga melibatkan 5 ahli, pihak Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Lampung menetapkan Aulia Rakhman sebagai tersangka pada Minggu, 10 Desember 2023.
Ia dikenakan Pasal 156 huruf a KUHP tentang penodaan agama subsider Pasal 156 KUHP tentang ujaran kebencian terhadap suatu golongan.
Di lain sisi, Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) menyatakan siap membantu Aulia Rakhman.
Menurut Billy David Nerotumilena, juru bicara Timnas Amin, pentas "Desak Anies" itu merupakan ajang para komika dalam menyalurkan kritik.
Oleh sebab itu, tim kuasa hukum Timnas Amin akan mempersiapkan langkah dan strategi guna membantu sang komika.
"Dan pre-event itu diperlukan untuk ice breaking atau pencair suasana sebelum Pak Anies datang. Namun, Timnas AMIN tetap memberikan keleluasaan bagi para komika atau pendukung acara lain buat mempersiapkan kontennya," tutur Billy, seperti dilaporkan Antara News.
Untuk ke depan, Timnas Amin mengaku bakal lebih selektif lagi dalam melakukan kurasi materi. Tujuannya demi menghindari peristiwa yang sama.
Ancaman Hukuman Pasal 156 & 156 a KUHP
Pasal 156 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) mengatur tentang kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia.
Pasal ini menjelaskan golongan berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lain karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Adapun dalam Pasal 156a, diterangkan bahwa bagi siapa yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan atau melakukan perbuatan bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, maka ancaman hukumannya paling lama 5 tahun penjara.
Berikut bunyi Pasal 156 dan Pasal 156a KUHP:
Pasal 156
Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Pasal 156a
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Untuk menjadi seorang tersangka dalam Pasal 156a KUHP, seseorang perlu memenuhi beberapa syarat seperti berikut ini:
- Pelaku dengan sengaja mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
- Perbuatan dilakukan di muka umum atau melalui media tertulis atau elektronik.
Sebagaimana mengutip laman Fakultas Hukum UMSU, kasus lainnya dialami Habib Rizieq. Ia dilaporkan ke polisi karena dugaan penodaan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika di acara pernikahan putrinya.
Sukmawati Soekarnoputri juga pernah dilaporkan atas dugaan kasus penistaan agama pada 2018. Ia membawa puisi yang dianggap merendahkan agama Islam.
Penulis: Beni Jo
Editor: Dipna Videlia Putsanra