tirto.id - Sejumlah politikus mendeklarasikan terbentuknya Partai Masyumi, Sabtu (7/11/2020) pagi. Partai Masyumi pernah berdiri pada tanggal yang sama pada 1945, 75 tahun yang lalu.
Partai baru ini memang dimaksudkan sebagai penerus partai yang lahir dan besar di era Sukarno itu. "Kami yang bertanda tangan di bawah ini mendeklarasikan kembali aktifnya partai politik Islam Indonesia yang dinamakan Masyumi," kata Cholil Ridwan, Ketua Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Pendirian Partai Islam Ideologis (BPU-PPII), dalam deklarasi yang berlangsung secara virtual.
Deklarasi dihadiri oleh Masri Sitanggang, Ketua Panitia Persiapan Pendirian Partai Islam Ideologis (P411); Abdullah Hehamahua yang pernah aktif di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); hingga Amien Rais pendiri Partai Aman Nasional (PAN) dan inisiator Partai Ummat.
Cholil mengatakan Partai Masyumi akan berjihad demi terlaksananya ajaran dan hukum Islam. "Semoga Allah meridhoi perjuangan Masyumi hingga meraih kemenangan di Indonesia," kata Cholil.
Masyumi sebagai organisasi massa didirikan Jepang pada November 1943 dengan maksud mengendalikan umat Islam. Pada Mei 1945, Soeara Muslimin Indonesia menyerukan para pemimpin Masyumi untuk melepaskan diri dari Jepang. Ide itu terealisasi pada 7 November 1945 dengan pembentukan Partai Masyumi
Pada tahun-tahun awal kemerdekaan, dalam pemerintahan yang berkali-kali bongkar pasang kabinet, orang-orang Masyumi turut menjadi menteri meskipun atas nama pribadi, bukan organisasi. Pada 1947, orang-orang Masyumi yang berasal dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) menghidupkan kembali partai tersebut. Hanya 15 tahun Masyumi bertahan, yaitu sejak 1945 sampai 1960. Dalam waktu yang relatif singkat itu Masyumi pernah menjadi salah satu kekuatan politik utama di Indonesia.
Ketika Soeharto akhirnya jatuh dan era Reformasi bergulir, Masyumi disebut-sebut bangkit dari kubur lewat PBB--yang dianggap sebagai penerusnya. Tapi PBB gagal mengikuti jejak Masyumi yang pernah jadi salah satu partai terbesar pada Pemilu 1955. Pada Pemilu 1999, PBB hanya mendapatkan 13 kursi di DPR. Lima tahun berikutnya, jumlah kursi PBB berkurang menjadi 11.
Pada Pemilu 2009, suara mereka anjlok lebih dari satu juta sehingga tak lolos ambang batas parlemen. Ini terus berlanjut hingga pemilu terakhir.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino